... "Astaghfirullah!" "Kenapa Ra?" tanya Bang Ejik, sembari berhenti. Kami sedang melewati perkampungan, beda dengan jalan yang awal kami lalui. Bahkan, tidak kembali ke pasar malam. "Kita ke mana bang? Jagung bakar sama permen kapas-ku ketinggalan di penjual pasar malam," kataku spontan, mencoba menyembunyikan debaran jantungku yang sudah tidak karuan. "Nora, Nora! Kamu itu ya! Kaki udah kayak gini, masih mikir jagung bakar. Ini aku carikan jalan beda biar ga ketemu gerombolan preman pasar tadi! Mau kamu, lihat aku digebukin orang banyak?" ujarnya sambil marah-marah. "Eh, iya bang. Maaf, maaf," ujarku. Bang Ejik kembali berjalan, kali ini kami sudah sampai kembali di villa, lewat jalan belakang. Rupanya, kami memutari area pasar malam tadi. Namun, saat sampai di halaman belakang ya