Mas Arya mengikuti langkahku, ia menyingkirkan koper jauh dari jangkauan. Matanya masih memerah, sisa bulir bening masih bergelayut di pipi. "Aku tidak akan membiarkan kamu pergi." Aku beranjak, kamu berusaha meraihku lagi. Seketika aku mundur. "Ran, kamu tak pernah seperti ini. Kamu selalu mendengar apa yang ingin aku katakan, bahkan ketika kita berselisih paham, kamu akan tetap dengar apa yang aku jelaskan. Tapi kenapa sekarang kamu mengeras dan terus bersikukuh. Sehingga membiarkan hubungan kita ada di tepi jurang. Keinginan untuk pergi itu apa sepenuhnya keinginanmu?" "Aku ingin dengar, tapi aku takut, Mas!" ucapku lirih. "Kenapa? Apa yang kamu takutkan?" "Aku takut semakin tak bisa melepaskanmu! Lalu berjalan pada egoisme diri untuk terus dapat bersama. Padahal, sedang ada dua n