Aku memilih untuk memutar arah dan tak jadi untuk singgah, entah kenapa batinku menolak untuk terus melangkah ke sana. Masih mencoba menetralkan pikiran, namun rupanya sulit. Saat mengecup pipi, mungkin bisa saja ku toleransi bila mereka sahabat baik, tapi kalau kening? Andai saat ini aku sedang tidak menjauhkan diri dari Mas Arya, sudah pasti ku telepon dia saat ini juga. Mungkin belum terlalu jauh. Ah ... sudahlah. Semoga pikiran jelek ini tidak benar. Kembali kulajukan mobil dengan kecepatan sedang. Cukup lama setelah aku memutar arah ponsel pun berdering, panggilan dari Mas Arya lagi. Dengan sedikit ragu, kali ini aku memilih untuk mengangkatnya. Jujur, tak bisa ku tepiskan rindu, bagaimana ia tanpa aku seminggu ini. "Hallo ...." ucapku lirih. "Sayang ... Alhamdulillah, kamu jawa