Gara-gara Mabuk

1496 Kata
Leo mengetuk sepatunya ke dinding menunggu kedatangan Nidya. Emosinya sudah mencapai ubun-ubun ketika menghubungi Nidya tapi panggilannya di alihkan. Ia menoleh ke arah pintu lift saat mendengar suara pintu terbuka. "Dari mana saja kamu?" tanya Leo ketika melihat Nidya keluar dari lift. "Sedang apa kamu disini?" Bukannya menjawab Nidya malah balik bertanya. Leo menghela napasnya mengikuti Nidya yang tengah memasukan password apartemennya. "Bereskan semua barangmu, malam ini juga kamu berangkat ke Singapura," jawab Leo. "Singapura, untuk apa?" "Ayolah Nidya, jangan membuatku semakin emosi. Cepat bereskan semua barangmu, kamu harus mengantarkan berkas yang harus di tandatangani oleh atasan kita yang sudah pergi ke Singapura lebih dulu." Nidya terdiam sesaat, baru semalam ia b******u dengan atasannya dan kini ia sudah berangkat ke singapura tanpa memberitahunya. Nidya kemudian meninggalkan Leo yang masih berdiri di ruang tamu. Sejenak ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang membiarkan tubuhnya beristirahat sebentar setelah pergi bersama Alex. "Nidya, cepatlah kamu akan terlambat penerbangan malam ini!" teriak Leo di balik pintu. Nidya memukul kasurnya dengan kesal lalu beranjak dari sana. Baru kali ini ia merasa di bentak dan diperlakukan seenaknya oleh orang lain. Bisanya dia yang sering memerintah dan mengatur semuanya. Tanpa pikir panjang Nidya mengambil ponselnya yang berada dinakas menukar dengan ponsel pribadinya karena tidak mau rahasianya di ketahui oleh Mat atau Leo. "Ayo!" ucap Nidya keluar dari kamarnya tanpa membawa tas yang berisi pakaian selama di Singapura. "Dimana pakaianmu?" tanya Leo. "Bukankah aku hanya mengantar berkas lalu kembali ke Jakarta?" "Ini tidak semudah yang kamu pikirkan. Bisa saja kamu lama disana karena harus meninjau perusahaannya atasan kita yang ada di sana." "Bukankah itu bukan job desk ku?" "Nidya, kuperingatkan kamu lagi. Jika kamu ingin bertahan bekerja di perusahaan Mat kamu harus mengikuti semua aturan disini dan juga aturan yang aku buat." "Baik, Pak." Nidya kembali masuk ke kamar memasukan beberapa setel pakaian ke kopernya, kemudian kembali keluar. Leo bergegas keluar dari apartemen diikuti Nidya. "Sial, hari ini aku sudah 3 kali ke Bandara," gumamnya yang masih terdengar oleh Nidya. "Apa Pak Mat selalu pergi tiba-tiba seperti ini?" tanya Nidya. "Entahlah, moodnya sedang tidak baik. Seharian dia hanya berteriak dan marah kepadaku," jawab Leo sedikit bercerita kepada Nidya. Ia hanya mengangguk lalu menatap layar ponsel yang ada di tangannya. Ada banyak pesan serta panggilan tak terjawab dari orang yang berbeda salah satunya Mat. Pintu lift terbuka Leo dan Nidya bergegas masuk ke dalam mobil. "Ini berkas yang harus kamu bawa," ucap Leo. "Apa semua sudah kamu periksa?" tanya Nidya yang membuat perubahan di wajah Leo. "Aku hanya bertanya, aku tidak mau sampai di Singapura disuruh balik lagi ke Jakarta hanya untuk mengambil berkas yang tertinggal." "Kamu periksa saja, aku sudah terlalu lelah memeriksa semuanya," ucap Leo pasrah. Nidya hanya mengangguk kemudian memeriksa satu persatu berkas yang sudah di persiapkan oleh Leo sebelumnya. Tak terasa mobil yang dikemudikan Leo sampai di Bandara. Leo lalu memberikan tiket pesawat, serta alamat apartemen yang akan ia tinggali selama di Singapura berserta password apartemennya. "Kamu tidak ikut denganku?" "Tidak, aku harus menyelesaikan banyak pekerjaanku disini. Pergilah, aku akan mentransfer uang lembur dan dinas selama kamu di sana." "Terima kasih," ucap Nidya lalu keluar dari mobil Leo. *** Disinilah Nidya sekarang menatap langit malam di Singapura. Ia melihat ke sekeliling tidak ada kendaraan yang menjemputnya. Jam menunjukkan pukul sebelas malam dan dia masih menunggu supir yang di janjikan oleh Leo. "Dengan Nona Nidya?" tanya seorang pria bersetelan jas hitam berdiri di belakangnya. "Iya, saya sendiri," jawab Nidya. "Saya Dimas, supir pribadi yang diutus oleh Pak Matheo. Mari saya bantu," ucapnya. Dimas lalu membantu membawa koper yang di bawa oleh Nidya. Tak lupa ia membukakan pintu untuk Nidya dan mempersilahkannya masuk. Mata Nidya terus memperhatikan Dimas yang sedang mengemudikan mobil yang membawanya. "Ini bukan jalan ke apartemenku?" tanya Nidya. Meski ia jarang ke Singapura tapi ia tahu alamat apartemen yang akan ia tinggali. "Maaf Nona, Pak Mat memintaku untuk mengantar anda ke tempatnya." Nidya memutar bola matanya, ia kemudian mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Mat. Terdengar sambungan telepon tapi panggilannya tidak di angkat. Tak berapa lama mobil yang dikemudikan Dimas, sampai di sebuah klub malam. "Bisakah kita pulang ke apartemen saja?" Dimas menyerahkan ponselnya dan menunjukkan chat yang di kirim oleh Mat. "Sial." batinnya. Nidya lalu keluar dari mobil mengikuti langkah Dimas lebih dulu. Dentuman musik menggema di telinga Nidya, riuh terdengar orang-orang yang menikmati irama musik yang disajikan oleh seorang DJ. "Sebelah sini, Nona," ucap Dimas lalu mempersilahkan Nidya untuk masuk. Nidya berdiri mematung ketika melihat banyak wanita yang mengelilingi Mat. Bahkan tangannya terlentang membiarkan para wanita menikmati tubuhnya. "Maaf Pak, Nona Nidya sudah datang." Mat membenarkan duduknya menatap tajam ke arah Nidya. "Tinggalkan dia disini," perintah Mat. Nidya hanya berdiri memperhatikan para wanita yang tak peduli dengan kehadirannya. Lelah berdiri Nidya lalu duduk di kursi kosong kemudian menuangkan vodka ke gelasnya. Mat terus memperhatikan pergerakan Nidya yang tengah menikmati minumannya hanya dalam sekali teguk. Ia lalu mengambil botol vodka yang ada di depan Nidya kemudian menuangkan ke gelasnya dan juga gelas milik Nidya. "Ternyata kamu kuat minum juga," puji Mat. Nidya hanya mengangkat gelasnya kemudian meminumnya sekali teguk, diikuti Mat. ia lalu menyuruh semua wanita yang ada di sana keluar dari ruangannya. Kini giliran Nidya yang menuangkan vodka ke gelas Mat. "Haruskah aku melaporkan ini ke Sabrina?" tanya Nidya. Mat tertawa mendengar ucapan Nidya kemudian menjawab, "Untuk apa, dia sudah tahu apa yang aku lakukan." "Iya, harusnya dari dulu aku sudah sadar jika kamu memang sebrengsek itu." Kedua mata mereka saling menatap seolah mengisyaratkan sesuatu. "Apa kamu tahu kalau Alex adikku?" tanya Mat. Bukannya menjawab Nidya malah menghabiskan minumannya. Ia lalu membuka lagi botol yang masih tersegel. Mat menarik tangan Nidya lalu mencium bibirnya. "Apa kamu melakukan ini kepada sekretaris lainnya?" tanya Nidya. "Tidak, aku hanya melakukan ini kepadamu," jawabnya. "Apa aku semurahan itu di matamu?" Mat menarik kepala Nidya, kemudian menyatukan dahi mereka. "Tidak, karena aku masih mencintaimu, Nidya." Nidya menepis kedua tangan Mat, lalu meminum vodka langsung dari botolnya. Ia terus memperhatikan wanita yang ada di sampingnya hingga Nidya mabuk berat. "Minumlah, aku sudah memesan banyak minuman untukmu," ucap Mat memberikan sebotol wiski. Nidya mengedipkan matanya menatap wajah Mat. Perlahan ia menaiki paha Mat, lalu meraup wajahnya kemudian menciumnya dengan penuh hasrat. Tangannya menyusuri bahu pria yang ada di hadapannya, membuka jas yang ia kenakan. Tak sampai di situ. Dengan sekuat tenaga Nidya menarik kemeja yang di kenakan Mat hingga kancing bajunya terlepas. Mat membiarkan Nidya bermain di atasnya. Dengan lampu yang temaram, Mat bisa melihat lekukan tubuh Nidya serta gumpalan daging yang menonjol seolah meminta disentuh. Ia mengerang ketika Nidya memasukan milik Mat ke dalam mulutnya. Mat bisa merasakan hangatnya kuluman serta permainan lidah yang membuatnya sedikit geli. Ia memegang kepala Nidya, merasakan miliknya yang sudah hampir masuk semua ke dalam mulut wanita yang berada di bawahnya. Nidya melepaskan milik Mat dari mulutnya kemudian berjalan merangkak di atas tubuh yang berbaring terlentang di atas sofa. Dengan genitnya ia mulai menggoda Mat, menyentuh area sensitifnya. Nidya menenggelamkan wajahnya diceruk leher Mat, kemudian beralih melumat bibirnya dengan lembut. "Kamu membuatku gila, Mat," rancu Nidya. Tangannya mengarahkan milik Mat ke intinya yang sudah basah dan siap di masuki. Ia melenguh saat intinya sudah di penuhi milik Mat. Perlahan Nidya mulai menggerakkan pinggulnya, mengikuti irama musik yang tengah mereka putar. "Euh ...." Nidya merintih merasakan kenikmatan yang ia inginkan. Penyatuan itu pun berlangsung lama, mereka tak memperdulikan suara-suara yang tercipta dari keintiman mereka berdua. Tubuh Nidya bergetar, ketika meraih pelepasannya diikuti Mat yang mengejang merasakan kepuasan setelah menyemprotkan benih cintanya di rahim Nidya. Nidya merebahkan tubuhnya di atas tubuh Mat. Ia merasa lelah lalu memejamkan matanya. Mat merasakan napas Nidya yang semakin beraturan setelah permainan mereka. Tak ingin membiarkan kesempatan itu lepas begitu saja, dengan hati-hati Mat mencoba menyingkirkan tubuh Nidya dari atasnya. Ia masih bisa melihat jelas tubuh polos Nidya, yang terbaring tak berdaya di atas sofa. Mat lalu mengambil benda pipih yang ada di sakunya kemudian menghubungi Dimas. "Kemarilah dan jangan lupa bawa selimut atau kain apa pun yang lebar," ucap Mat. "Baik, Pak." Sementara, Mat menutupi tubuh Nidya dengan pakaiannya sebelum Dimas datang. Ia lalu memakai kembali jas serta merapihkan penampilannya yang berantakan. "Permisi, Pak." Terdengar ketukan serta suara Dimas di balik pintu. Mat membuka sedikit pintu lalu mengambil kain yang dibawa oleh Dimas. Ia menutupi tubuh Nidya dengan kain tersebut hingga tidak ada celah yang menampilkan kulitnya kecuali kepala dan kaki. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Dimas ketika melihat Mat mengangkat tubuh Nidya ala bridal style. "Tolong bawa semua pakaiannya," jawab Mat berjalan keluar. Dimas memunguti satu persatu pakaian Nidya, hingga akhirnya ia menemukan pakaian dalam wanita yang baru pertama kali ia lihat. "Opps ...." Dengan rasa geli, Dimas membawa semua pakaian Nidya dan mengikuti langkah atasannya. Ia lalu membukakan pintu, melihat atasannya yang dengan lembut membaringkan tubuh Nidya di dalam mobil. "Kamu pulang saja, aku yang akan membawanya ke apartemen." Dimas hanya menunduk ketika mobil yang di kemudikan Mat berjalan melewatinya. "Apa mereka memiliki hubungan?" ucap Dimas terus memandangi mobil Mat hingga tak terlihat lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN