Tanpa pikir panjang Mat menarik tangan Nidya, membawanya pergi dari sana.
"Kenapa baru keluar, kamu tahukan kalau aku tidak suka karyawan yang tidak disiplin," ucapnya dengan nada mabuk.
Ketika pintu lift terbuka Nidya menarik Mat keluar dari dalam sana. "Dimana mobilmu?" tanya Nidya.
Perlahan ia merogoh saku jasnya kemudian mengeluarkan sebuah kunci. Nidya langsung merebut kunci tersebut kemudian menekan remote untuk mengetahui lokasi mobil pria itu. Tak lama terdengar bunyi beep, ia bergegas menarik Mat yang berjalan sempoyongan untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Dimana rumahmu?" tanya Nidya lagi.
Mat hanya diam, ia hampir tak sadarkan diri karena mabuk. Nidya lalu melihat histori gps yang terpasang di monitor untuk mengetahui lokasi sebelumnya. Alhasil ia menemukan lokasi tempat tinggal Mat dan langsung membawanya pergi dari sana. 20 menit berlalu, mobil yang di kemudikan Nidya sampai di gedung apartemen.
"Dilantai berapa kamu tinggal?"
Tak ada suara yang terdengar dari mulut Mat hingga akhirnya Nidya meminta sekuriti membantunya untuk membawa atasannya itu ke apartemennya.
"Maaf Pak, apa anda kenal dengan Bapak ini?" tanya Nidya.
"Saya tahu Bu, Pak Matheo tinggal di lantai 6," jawabnya.
Sekuriti itu membantu Nidya memapah Mat masuk ke dalam lift. PR untuk Nidya karena dia tidak tahu password apartemen atasannya itu. Ia tidak mungkin membawanya ke apartemennya, tidak mungkin juga kembali membawanya keluar untuk menyewakan kamar hotel untuknya karena membawanya ke apartemennya saja sudah menguras tenaga Nidya.
"Terima kasih, Pak," ucap Nidya ketika mereka sampai di depan apartemen Mat.
Sekuriti itu lalu kembali masuk ke dalam lift meninggalkan Nidya dan Mat terdampar di depan apartemennya.
"Hei, bangunlah. Berapa password apartemenmu?" tanya Nidya mendorong tubuh Mat agar dia bangun.
Namun, bukannya bangun pria itu malah tergeletak di lantai. Nidya berteriak frustasi, ia lalu mengambil ponsel Mat yang ada di sakunya kemudian membukanya dengan finger. Setelah ponselnya terbuka ia bergegas menghubungi Leo.
"Halo, Leo. Ini aku Nidya, bisa kamu datang ke apartemen Mat. Dia mabuk parah, bisakah kamu datang ke sini? Aku tidak tau password apartemennya, haruskan aku meninggalkannya tergeletak di depan pintu apartemennya?"
"Maaf, Nidya. Aku sedang ada urusan. Passwordnya 170820, tolong bawa dia masuk. Terima kasih."
Nidya mendengus kesal ketika Leo mematikan panggilannya sepihak dan tanpa sadar menyuruhnya membantu membawa Mat masuk ke dalam apartemennya dengan selamat.
"Benar-benar menyusahkan saja," gumam Nidya.
Meski mulut berkata tidak, tapi Nidya tetap membantu Mat dan membawanya masuk ke dalam apartemennya meski dengan menarik kedua tangannya, menyeretnya agar masuk ke dalam. Nidya tak kuat mengangkat tubuh Mat dan membiarkan pria itu tidur di lantai.
Nidya menyimpan kembali ponsel Mat ke dalam sakunya, kemudian pergi dari sana. Namun, baru beberapa langkah ia kembali berjongkok lalu mencari dompet Mat.
"Gara-gara kamu aku tidak membawa uang sepeserpun dan tidak mungkin aku pulang berjalan kaki," gerutu Nidya lalu mengambil dompet Mat.
Netranya melebar ketika melihat foto dirinya yang masih ada di dompet Mat. Sudut bibirnya terangkat lalu mengambil lima lembar uang pecahan seratus ribu, kemudian keluar dari apartemen atasannya itu.
***
Mat merasakan sakit disekujur tubuhnya ketikaia bergera. Perlahan ia membuka matanya dan mendapati dirinya sedang tergeletak di lantai.
"Kenapa aku ada disini?" ucapnya sembari memijat kepalanya. Ia lalu berjalan ke kamar mandi untuk pergi ke kantornya.
"Selamat, Pagi. Sapa Leo yang baru saja datang ke apartemen Mat, dengan santainya ia masuk dan membuat kopi untuknya. "Apa kamu masih mabuk? Aku membelikan ini untukmu."
Mat memutar bola matanya, lalu mengambil sebotol obat pengar. "Carikan sekretaris untukku," perintah Mat.
"Untuk apa, kan ada Nidya." Mat memicingkan matanya seolah menunggu kelanjutan ucapan Leo. "Staf di kantor memberitahuku jika Nidya masu lagi ke kantor."
Mat menghela napasnya, ia kemudian mengambil tas dan ponselnya yang berada di kamar. "Ayo, kita berangkat."
"Tunggu, aku belum menghabiskan kopi."
Tak ingin mendengar penolakan, Mat bergegas keluar dari apartemennya. Sedangkan Leo menggerutu lalu mengikutinya dari belakang. Tak terasa mobil yang mereka tumpangi pun sampai di kantor. Beberapa staf menyapa mereka tapi Mat dengan angkuhnya berjalan tanpa menghiraukan sapaan mereka.
"Selamat, Pagi Pak," sapa Nidya.
"Kamu, ikut keruangan saya."
Nidya menatap mata Leo, lalu masuk ke ruangan atasannya itu. Hanya mereka berdua yang berada di ruangan tersebut.
"Duduk," ucapnya.
Nidya lalu duduk di depan meja Mat, hanya diam, menunggu atasannya itu berbicara lebih dulu. "Kenapa kemarin kamu tidak datang ke kantor?"
"Maaf, aku sedang tidak enak badan. Hal itu tidak akan terjadi lagi."
"Apa kamu pikir perusahaanku ini taman bermain?"
Nidya mencoba mencerna ucapan atasannya itu. "Maksud anda?"
"Iya, kamu bisa keluar masuk ke perusahaanku seenaknya. Perusahaanku punya aturan dan kami tidak mau memiliki karyawan sepertimu."
Nidya mengepalkan tangannya, ia mencoba sekuat tenaga untuk menahan emosinya. Dering ponsel, menghancurkan konsentrasi Mat yang tengah mengeluarkan kekesalannya kepada Nidya.
"Halo," sapa Mat.
"Halo, Sayang. Aku sedang berada di bandara. Apa kamu bisa datang untuk menjemputku?"
Mata Mat beralih menatap Nidya yang masih berdiri di hadapannya. "Leo akan menjemputmu." Kemudian mematikan panggilan tersebut.
Ia lalu beranjak dari kursi, mendekati Nidya yang masih berdiri di sana. "Karena aku tidak suka sekretarisku terlambat dan bekerja seenaknya. Jadi kamu harus tinggal di apartemen yang sudah di sediakan."
"A-apa? Ak-aku punya apartemen."
"Tidak ada penolakan. Nanti malam kamu harus sudah tinggal di apartemen yang sudah di sediakan. Pergilah."
Nidya menghela napasnya, lalu keluar dari ruangan Mat. Ia merasa di permainkan oleh Mat. Ia yakin jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh atasannya itu.
"Apa dia akan menjualku seperti kemarin?" batin Nidya.
"Kamu sedang apa?" tanya Leo membuat Nidya terkejut dibuatnya.
Nidya hanya memutar bola matanya lalu berjalan ke mejanya. Leo mengikuti langkah Nidya lalu memberikan catatan yang berisi alamat serta password apartemen dan kunci mobil.
"Apa ini?" tanya Nidya yang tak mengerti dengan apa yang di berikan Leo.
"Inventaris kantor. Semoga kamu bisa menggunakannya dengan baik," jawabnya menyeringai. Leo lalu berjalan mendekati Nidya, tangannya mengusap surai yang mengenai pipinya. "Kalau dilihat-lihat, ternyata kamu cantik juga ya."
Nidya berdecak, lalu duduk di kursinya. "Pergilah, aku tidak suka berbicara dengan pria sinis sepertimu lagi pula-" ucapan Nidya tertahan, bola matanya turun ke bawah hingga berakhir di pusaka Leo. "Ukurannya sepertinya sangat kecil."
Leo tertawa mendengar penuturan Nidya, lalu pergi dari sana. Baru kali ini ia benar-benar di lecehkan oleh seorang wanita hingga membuatnya kesal. Sepeninggal Leo, Nidya lalu mengirimkan pesan ke Liona.
Nidya : Tolong bawakan pakaianku ke alamat Apartemen Grade A, lantai 6 nomor 11. Passwordnya 224477.
Tanpa ia sadari sedari tadi ada yang memperhatikan pergerakan Nidya. Iya, Mat memasang cctv untuk memantau apa yang di lakukan oleh Nidya.