[ 14 ] Cemburu

1028 Kata
Hari itu, Rani pulang ke rumah dengan berbagai macam peralatan olahraga sederhana, agar dapat berolahraga ringan sepulang bekerja. "Mama, bawa apa?" tanya anak sulungnya yang kini berusia 5 tahun. "Ini namanya skipping, cara pakainya persis seperti kalo kamu main karet." Gadis kecilnya langsung antusias. Ia mencobanya. Namun, berulang kali gagal karena talinya yang masih terlalu panjang untuknya. Saat wanita itu sedang berolahraga seraya memperhatikan anak-anak memainkan alat olahraganya. Sebuah mobil keluaran Jepang memasuki halaman rumah. Rani yang tengah planking, di depan televisi, terjatuh saat mendengar suara suaminya berbarengan mengucapkan salam dengan suara seorang perempuan. "Assalamualaikum." "Wa'alaikumussalam," jawab Rani bingung. Bisa-bisanya, Faranissa ada di depan pintu rumahnya dengan dalih mengantar Dino pulang. Wajah Rani memerah. Antara menahan marah juga akibat planking-nya selama satu menit barusan. Ia menatap wajah suaminya tak percaya. Matanya mendelik meminta jawaban. Laki-laki itu berjalan cepat mendekatinya setelah mempersilakan Nissa duduk di ruang tamu, dan ia membawanya ke dalam kamar. Rani jelas begitu kesal, begitu nekatnya laki-laki itu berani membawa perempuan yang tak disukainya selama beberapa bulan terakhir. Sesampainya di dalam kamar, wanita itu melipat tangannya di depan d**a. Dino menyentuh bahunya, berharap istrinya kali ini mau mengerti. "Ran, mobilku mogok. Kamu tau, kan, aku tadi pagi izin buat meninjau area bisnis di luar kota. Nah, pas di tengah jalan tol mobil tiba-tiba ngadat," jelas Dino tanpa titik-koma. Rani mentapnya penuh selidik. Ia ingin bersimpati, tetapi hatinya masih kesal. "Hem, kebetulan yang tepat, ya, Mas," sindir Rani, kakinya menghentak di atas karpet. "Dengar dulu." Dino menarik jemari wanita itu dari sedakepnya lalu menggenggam erat. "Mobil akhirnya diderek. Terus aku sebelumnya udah hubungi teman yang lain, ehh, malah gak ada yang aktif. Pas aku nelpon Nisa, dia kebetulan udah keluar dari lokasi dan baru aja masuk tol. Jadi aku ikut dia ... tadinya mau pulang naik taksi pas keluar tol. Tapi, Nisa bilang dia pengen bicara sama kamu." Dino berusaha menjelaskan dengan lembut, matanya terus menatap wanita dihadapannya. "Mau ngomongin apa? Minta izin buat jadi madu?" ujar Rani sarkas. "Mulutmu, Ran. Jangan suuzon gitu, ah." Dino mengelus rambut istrinya. Sedang Rani mendengkus kesal. Ia memonyongkan bibirnya tanda ketidaksukaannya terhadap kondisi ini. "Ya, sudah. Bagaimanapun dia adalah tamu, kalo dia mau tinggal sampai malam aku akan masak makan malam." Akhirnya wanita itu mengalah dan memilih bersikap sopan pada tamunya walau hatinya gemas setengah mati. Dino mengecup kening istrinya. Ia senang istrinya bersikap dewasa. Rani mencoba menahan diri untuk tidak berkomentar sinis. Akan tetapi, tetap saja, tingkah laku Nisa yang SKSD (sok kenal sok dekat) membuat Rani cemburu. Geramnya ia tumpahkan pada alat dapur dan bumbu yang tak berdosa. Ia ulek cabe dan bawang sambil membayangkan wajah perempuan yang telah mengobrak-abrik hatinya selama ini. Bunyi pisau yang terjatuh ke lantai, sutil dan wajan yang beradu cukup nyaring, dan lain-lain. Mereka yang berada. Di ruang tamu sesekali tersentak heran. Dino hanya tersenyum kecut, dan berpura-pura tak mendengar, prites tak terkatakqn oleh istrinya itu. Satu jam kemudian, masakan telah rampung beserta camilannya. Setelah makan malam. Nisa memuji hasil masakan Rani. "Tumis taugenya enak banget, Ran. Padahal cuma tauge, loh. Kok bisa, sih, seenak ini?" "Cuma di cah aja, kok, Mbak. Gak ada yang istimewa. Hanya berani bumbu aja." "Aku pernah coba masak, aku ikutin dengan menggunakan banyak bumbu. Hasilnya rasa bumbunya terlalu kental. Jadi gak enak dan bikin mual. Aku kapok masak, sayang bahannya." Nisa menceritakan hal yang tak ingin didengar oleh wanita yang telah berganti menggunakan gamis. "Rani, ini serba bisa, Nis. Aku juga heran kenapa setiap masakannya selalu enak." Dino menanggapi dengan bangga, seraya menatap wajah Rani yang tengah tersenyum kecil. "Itu sebabnya gue sayang dia," cepat-cepat ia menambahkan sedikit rayuan agar hati istrinya tak terlalu panas. "Gombal, Mas." Rani mencubit pinggang suaminya, laki-laki itu menghindar dan berganti mencubit pipinya. Nissa menatap wanita dihadapannya dengan tatapan iri. Ia memang lebih cantik dan jauh lebih ramping, tetapi ia tidak memiliki keturunan dan tak pandai memasak. Kadang wanita dengan rambut lurus sepinggang itu berpikir, mungkin itu sebabnya dulu suaminya menceraikannya. Apalagi saat itu ia tak mau dimadu. Dalam hatinya memang menyukai Dino, sejak SMA memang hanya laki-laki itu yang mampu menggetarkan perasaannya, akan tetapi, laki-laki itu geming terhadap godaan penampilan dan tubuhnya. Hari ini ia melihat penyebabnya. Wanita dihadapannya memang gemuk, tetapi memiliki segalanya yang tak dipunyainya. Setelah makan malam, Rani membereskan meja makan. Sedang Nisa dan Dino bercengkrama di ruang tamu. Tak lama, Nisa berpamitan, sebetulnya ia masih betah terus ngobrol dengan laki-laki itu, tetapi tatapan tajam yang selalu di layangkan setiap Rani melewati ruang tamu, membuat Nisa tak enak hati. "Gue balik dulu, No. Thanks, ya, makan malamnya," ucap Nisa. "Anytime," balas Dino. "Bener, kapan aja gue kangen sama lo, gue dateng, nih," goda wanita itu. "Yee, maksud gue makannya. Kapan-kapan kita ajak yang lain buat kumpul di sini." "Oke. Eh, di mana istri lo? Gue mau pamit," tanya Nisa basa-basi. "Oya, bentar gue panggilin," sahut Dino berbalik mencari istrinya. Sepeninggal laki-laki itu, Nisa mengeluarkan amplop cokelat besar yang tadinya terlipat dari tas tangannya. Dengan sengaja ia meninggalkannya di bawah bantal kursi yang tadi ia duduki. Setelah wanita itu melenggang menuju mobilnya dan pulang. Rani kembali membereskan dapur yang hampir dihancurkannya tadi. Mbok Yah, dengan sabar membantunya Sedang Dino membantunya membereskan ruang tamu. Ia heran dengan adanya amplop yang tertinggal di sana. Ia mengangkat amplop cokelat yang ditinggalkan Nisa. Lalu mengeluarkan isinya dan terkejut, foto-foto kebersamaan dirinya dan Nisa ketika di luar kota tempo hari ada di dalamnya. "Mas! Udah beres?" tanya Rani tiba-tiba. Dino bereaksi berlebihan, ia sampai terlonjak dari tempatnya berdiri. Hati Dino mencelos, jantungnya berdetak tak karuan. Ia segera berbalik, menyembunyikan amplop cokelat tersebut dibalik tubuhnya satu buah foto terjatuh tanpa disadari olehnya, dan masuk ke bawah kolong sofa. "Sudah. Beres semua. aku minta tolong ambilkan sapu, Yang," sahut Dino kalang kabut. Mata wanita itu merasakan ada yang aneh dengan sikap suaminya. Namun, ia abaikan sebab mengingat dapur yang masih berantakan. Wanita itu berbalik ke dapur dan mengambilkan apa yang diminta suaminya. Dino segera menyembunyikan amplop tersebut dibalik kemejanya. Ia panik, dan berpikir keras bagaimana bisa foto-foto itu ada di sana, dan mencari cara bagaimana agar istrinya tak pernah mengetahui hal tersebut. "Mampus, aku." = = = = = = = = = = = =
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN