[ 10 ] Ragu

1162 Kata
Dino pamit pergi ke luar kota, guna mengikuti workshop selama dua hari. Meski, Rani merasa tak rela sebab ia pergi bersama tim kerja barunya yang berarti dua hari kedepan, laki-laki itu akan bertemu terus dengan Faranissa. Akan tetapi, wanita itu akhirnya mengantarnya ke bandara walau dengan berat hati. Selagi menunggu waktu boarding dan menunggu tim komplit. Dengan sengaja Rani menggandeng suaminya di depan Nisa yang tampak sedikit tak senang. Wanita itu merasa menang dalam hal ini, sebab Dino memperlakukannya dengan hangat. Sampai waktunya mereka harus berpisah, laki-laki itu mencium kening, pipi, dan bibirnya. "Sehat-sehat, ya. Nanti aku akan belikan oleh-oleh." Dino mencubit pelan pipi Rani. "Oleh-olehnya, kamu pulang dengan selamat dan utuh aja, aku udah seneng, Mas," sahut Rani seraya menatap ke arah Nisa yang berpura-pura tak mendengar obrolan keduanya. Laki-laki itu menyentuh pucuk kepala istrinya. "Iya, berangkat, ya. Assalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." Rani menjawab seraya mencium tangannya. Setelah adegan saling melambai hingga tak saling melihat usai. Nisa yang sedari tadi gemas. Langsung bereaksi. "Duh, kayak penganten baru. Gak inget ada yang jomlo di sebelah." "Salah sendiri jomlo, masa iya cantik kayak kamu gak bisa dapet suami baru, Nis." Dino berkata dengan masih meninggalkan senyum di wajahnya. "Habis, aku maunya sama seseorang. Tapi, orangnya gak peka." "Siapa? Ngomong sama kita, nanti kita labrak. Bisa-bisanya bidadari gank Big Boss dicuekin." "Kalo gitu labrak dirimu sendiri, No. Aku sukanya sama kamu." Dino terdiam, sedetik kemudian ia tertawa. "Cari orang lain, kamu sudah tau aku udah ada yang punya." "Aku gak masalah, kok, berbagi atau bergantian." "Jangan gila, Nis." "Sesekali menggila, capek jadi orang waras." *** Di sisi lain, Rani ingin memulai lagi program dietnya dengan jenis diet yang berbeda. Hasil risetnya dari internet ia mendapatkan informasi tentang Diet Dukan. Kali ini, ia tak mau gegabah. Ia dengan segera menghubungi dokter langganannya guna mendapatkan informasi yang lebih akurat. "Kayaknya udah agak kurusan, Bu," sambut sang Dokter saat ia memasuki ruang praktiknya. "Lumayan, Dok. Tapi baru turun sekitar 7-8 kilo. Itu artinya saya masih harus menurunkan berat badan sekitar 27kg lagi, Dok." "Hem, lumayan banyak itu. Apakah yakin bisa terealisasi sebanyak itu? Coba yang realistis aja. Misal, 10kg dulu, jika sudah tercapai baru dilanjutkan. Sebab diet dukan ini punya empat fase, di mana ia hanya makan protein saja, ditambah harus olahraga." "Fasenya seperti apa, Dok?" "Yang pertama fase attack, di sini harus pastikan target berapa kilogram yang akan diturunkan, semakin besar maka effort-nya juga semakin tinggi dan sulit. "Dalam fase ini sangat sedikit mengonsumsi karbo dan memperbanyak protein. Untuk daftar makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan, bisa dibaca di brosur ini. Oya, jangka waktu pelaksanaan fase ini pun tergantung banyaknya kilogram yang mau di buang. Jelas, semakin banyak waktunya pun semakin panjang." "Oh, begitu. Lalu untuk olahraganya, boleh tidak olahraga ringan seperti berhalan kaki saja?" "Boleh, dan olahraganya harus terus dilakukan hingga fase selanjutnya. Untuk fase cruise, atau fase kedua durasi yang akan dijalani harus disesuaikan dengan berat badan yang ingin diturunkan. Untuk setiap 1 kilogram berlaku 6 hari program. "Jadi, bila ingin menurunkan sebanyak 10 kilogram, Ibu harus menjalani tahapan cruise selama 60 hari atau 2 bulan. Di fase ini juga sudah boleh menambahkan sayur dalam menu makanan." Rani mengangguk tanda paham. "Selanjutnya disebut fase konsolidasi, di mana fase ini berfungsi mempertahankan pencapaian berat badan di fase sebelumnya. Olahraga juga wajib tetap dilakukan dengan waktu yang ditambah sedikit. Nah, untuk menu lengkapnya semua ada dalam brosur ini." Rani membolak-balik brosur, membaca sekilas isinya dan kembali mengangguk. "Sebagai tambahan, meski diet ini cukup populer. Namun, efektivitas diet dukan dalam menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan ideal dalam jangka panjang masih perlu diteliti lebih lanjut. "Sebab mungkin tidak cocok dilakukan oleh orang dengan kondisi medis tertentu, seperti penyakit ginjal, diabetes, dan penyakit jantung koroner. Diet ini juga tidak dianjurkan dilakukan oleh ibu hamil dan menyusui." "Kebetulan saya sudah tidak lagi menyusui, Dok." "Syukurlah, berarti silakan Ibu coba. Akan tetapi, saya harap memperhatikan juga rambu-rambunya. Pada penderita penyakit ginjal, kelebihan protein yang merupakan makanan utama dalam diet ini dapat beresiko menyebabkan terjadinya gagal ginjal. "Selain itu, sebagian orang yang menjalani diet dukan juga merasakan beberapa efek samping, seperti perut kembung, mual, sakit kepala, konstipasi, dan lemas. Saya harap Ibu menjalaninya dengan baik." "Apakah sudah ada penelitian tentang tipe diet ini, Dok?" "Itu dia masalahnya, hingga kini belum ada penelitian lebih lanjut yang membuktikan keamanan diet dukan dalam jangka panjang." "Baiklah, saya akan mencobanya dulu, Dok." "Oke, semoga Ibu berhasil kali ini." "Terima kasih, Dok." Rani pun pamit dan berkomitmen umtuk mencoba diet tersebut. Namun, baru dua hari ia sudah tidak kuat. Ia dipastikan orang Indonesia asli, ia penganut quote yang terkenal, yaitu "Kalo belum makan nasi, belum dibilang makan." Apa yang dimulai dengan terlalu bersemangat, akan diakhiri dengan semangat yang melempem, seperti kerupuk yang disiram kuah seblak. Lemas. Dino yang berjanji akan pulang setelah dua hari tiba-tiba mengabarkan bahwa workshop dilanjutkan dengan kunjungan ke lapangan. Wanita itu sedikit khawatir sebab suaminya jarang menelponnya, tidak seperti hari sebelumnya. Frustrasinya dengan berat badan yang masih membandel menambah beban pikiran. Membuat Rani semakin kesal. Di kantor ia beberapa kali membuat kesalahan saat bekerja. Beberapa kesalahan kecil dan sebuah kesalahan besar. Malam itu, setelah ia membereskan urusan kantor akibat kesalahannya, ia pulang dengan tubuh lelah. Sesampainya di kamar ia menangis karena bekerja sambil diceramahi oleh sang bos. Ia terpaksa menerima semua ocehan, sebab memang kesalahannya hingga terjadi masalah kerja. Tangisnya terhenti saat ternyata Sang Suami menelepon menanyakan kabarnya. Rani serta merta menangis mengadukan harinya yang buruk selagi laki-laki itu tak ada. Ia rindu berada dalam pelukannya, dan mencurahkan segala rasa pada pria yang selalu mendengar ocehannya. "Sabar, ya, Sayang. Kalo usaha baruku ini lancar kamu gak perlu lagi bekerja." "Bener, ya, Mas. Aku mau berhenti aja. Aku mau fokus urusin kamu dan anak-anak." "Iya, doain aku, ya, Sayang." "Iya, Mas. Ngomong-ngomong kapan kamu pulang? Katanya hari ini?" Rani bertanya. Dino terdiam seperti mencari alasan yang tepat. "Besok, aku pulang besok." "Kok jadi lama, katanya cuma dua hari, kalo besok berarti kamu udah empat hari, loh? Si Nisa itu masih di sana?" "Oh, enggak. I-iya ... ehm, masih ada yang harus aku lakukan, oya, sudah dulu, ya. Aku mau mandi." Dino berbicara sedikit terbata, ia segera mematikan panggilan. "Oke, Mas. Sampai beso—" suara klik terdengar, panggilan terhenti selagi ia masih ingin bicara banyak. Rani meletakkan ponsel di atas nakas, menatap jam weker yang menunjukkan pukul 11.30 malam. Sudah malam, dan Dino baru mandi? *** Dino menatap ke luar jendela kaca. Di situ memantul bayangan seorang perempuan yang tengah tertidur di atas tempat tidur berukuran queen itu. Laki-laki itu tidak ingat apa yang telah ia lakukan bersama Nissa, ia juga tak ingat apa yang terjadi hingga perempuan itu tertidur di sisinya. Itu sebabnya ia menelepon Rani, ia ingin meminta maaf terhadap apa yang dilakukannya, meski ia tak ingat apa-apa. Sayang, kata-katanya tertahan hanya sampai tenggorokan, sebab istrinya tengah mengalami hal buruk di sana. Ia mengumpat dalam hati atas kebodohannya sekarang. = = = = = = = = = = = =
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN