7 - Patah Hati

1382 Kata
Bab 7 - Patah Hati “Maaf,” cicit Kirana. Sebagai babu, dia memang tidak sopan kepada bos gantengnya itu. “Aku patah hati,” suara Ragendra terdengar pelan dan serak. Hah, Kirana terkejut. Dia pikir Lolita sudah mengkhianati Ragendra. Tapi apa alasannya? Apa karena kakinya cacat. Ah, Kirana jadi merasa kasihan kepada bosnya itu. Dia juga merasa penasaran, apa yang membuat kaki Ragendra seperti itu. Dia akan bertanya jika waktunya sudah tepat, pikirnya. “Nona Lolita mengkhianati anda?” tanya Kirana dengan hati-hati. Ragendra menggeleng. “Bukan dia, tapi yang lain,” jawab Ragendra, sambil beringsut mendekati Kirana. Kirana terkejut mendengarnya. Rupanya cacat-cacat begini, Tuannya playboy juga. Ah, dia tak jadi kasihan akhirnya. “Anda mau apa?” Kirana melihat, Ragendra tiba-tiba merebahkan kepalanya di atas pahanya. “Aku mau mengobati patah hatiku, diamlah sebentar jangan ganggu!” ketusnya sambil memosisikan wajahnya ke arah perut Kirana dan melingkarkan tangan di pinggang Kirana pula. Kirana merasa risih, tapi dia membiarkan. Anggap saja untuk membantu bosnya yang sedang gegana. Eh, tapi wanita itu siapa? Sungguh dia penasaran sekali. Lima menit berlalu, Ragendra masih betah dalam posisi yang sama. “Saya pegal,” ujar Kirana tak enak hati. Ragendra mengangkat wajah. “ Bantu saya berbaring di atas bantal,” ucapnya. Kirana membantu Bosnya merebah ke tempat yang benar. “Kamu juga tiduran, kita akan mengobrol pillow talk,” ujar Ragendra tak mau dibantah. Kirana merasa bingung dengan sikap majikannya itu, tapi tak urung mengikuti. Pipinya merona, serasa dengan suami saja, eh. Cuci otakmu Kirana! Dasar otak penuh debu! “Dia menghianatiku,” mata Ragendra berkaca-kaca. Ah, Kirana jadi merasa sangat kasihan sekali kepada Ragendra kalau begini kan. “Yang sabar ya Tuan,” dengan lembut, Kirana berkata. Dia berusaha menghibur Ragendra. Ragendra mengembuskan napas pelan. “Ternyata, Dia sudah punya suami dan anak,” suara Ragendra terdengar serak. Kirana terkejut luar biasa. Kasihan sekali majikannya itu, padahal dia menurutnya sempurna. Kaya raya iya, ganteng iya, masa diselingkuhi sih! Dasar perempuan tak tau diri! Makinya dalam hati. Dia jadi ingin sekali bertemu wanita itu dan melabraknya! Eh, apa juga urusannya. yang ada, dia lah yang akan kena semprot! Tapi, setelah dipikir kembali bukankah, Ragendra punya wanita “Masa sih Tuan? Kalau boleh tau siapa namanya?” tanya Kirana berapi-api. “Kirana, kamu…” ucap Ragendra dengan tatapan yang dalam. Kirana menutup mulutnya, dia sungguh syok luar biasa mendengar jawaban dari Ragendra. “Kirana, kamu jangan ingin tahu urusan orang dan siapa dia. Cukup kamu dengar saja apa yang saya ceritakan!” lanjut Ragendra dengan nada sinis. Hah, pipi Kirana bersemu merah. Dia sudah salah sangka, ah malunya sampai ubun-ubun. Saking malu atas pemikirannya sendiri, sampai-sampai Dia mau resign saja! Tapi, sayangnya lagi butuh kerjaan. Ah nggak jadi resign deh! “Apa yang kamu pikirkan? kenapa pipimu memerah?” Ragendra menguyel-uyel pipi Kirana yang lembut, kenyal dan sedikit cabi. “Eh, tidak ada, heheh,” kekeh Kirana, tangannya menurunkan tangan sang majikan. Dia segera bangkit dan turun dari tempat tidur. “Mau kemana?” tanya Ragendra dengan nada kesal bercampur kecemasan. “Membereskan semua yang berantakan ini,” sahut Kirana. “Tidak perlu! Tugasmu hanya melayaniku saja!” ujar Ragendra. Kirana menatap kesal Ragendra. “Lalu ini mau dibiarkan begini?” jengkel rasanya punya majikan yang kelakuannya terkadang seperti bayi besar. “Hem, nanti ada yang akan datang membereskan,” dengan santai, Ragendra berkata. Dan tak perlu waktu lama, benar-benar datang dua orang pelayan ke kamar ini. Mereka merapikan yang berantakan. Membuat, Kirana merasa malu karena dia hanya menonton saja. “Bantu Aku mandi!” ujar Ragendra yang membuat Kirana merasa malu. “I iya,” ujar Kirana. Dia segera membantu Ragendra bangun dan naik kursi roda, lalu membawanya ke dalam kamar mandi. Bathtub diisi air hangat dengan sedikit sabun cair dan tetesan aroma terapi. Yang wanginya membuat Kirana ingin mandi juga, eh dasar otak Kirana yang berdebu. Sebenarnya wajar, Kirana berpikir begitu.Karena kamar mandi di rumahnya mana ada bathtub. Yang ada hanyalah bak air, ember dan gayung. Itupun gayungnya sudah ada bolongnya, jadi saat dipakai airnya pada banyak yang kabur. “Hem, bantu Aku membuka baju,” ucap Ragendra pelan dengan pipi memerah. Kirana apalagi, kulit mukanya sudah semerah tomat matang. “Selama ini apa para pelayan yang membantu anda mandi dan berpakaian Tuan?” tanya Kirana, karena penasaran. Ragendra mendongak. Menatap Kirana lekat, kemudian menganggukan kepalanya. “Tentu saja,” jawabnya, lalu memalingkan wajah dari Kirana. Entah kenapa, tapi tiba-tiba saja hai Kirana panas menggebu membayangkan tubuh indah Ragendra ada yang menyentuh dan melihat oleh wanita lain. Ah dia kenapa sih sensian amat! ‘Ya sudah cepat!” dengan kesal, Kirana membantu membuka kan pakaian Ragendra. “Ce la na nya bagaimana?” tanya Ragendra Gugup. “Masa harus Aku, eh saya juga yang buka? Nikah sana biar punya istri yang bisa membantumu. Saya sih ogah, Anda kan sudah dewasa! Mana mau saya melihat bagian tubuh privasi anda! Kita kan bukan muhrim!” cerocos Kirana dengan penuh emosi. Ragendra memasang raut wajah penuh kekecewaan. “Ya sudah kalau nggak mau,” ujarnya. Tapi, sedetik kemudian wajah Ragendra kembali ceria. “Bagaimana kalau kamu jadi muhrim saya saja, jadi halal mau lihat benda privasi saya?” ucapnya penuh antusias. Kirana melotot horor. “Anda ini sungguh keterlaluan ya? Tau nggak artinya muhrim? Artinya kita harus menikah biar jadi muhrim! Mau dikemanakan Nona Lolita?” lalu keluar dari kamar mandi sambil menggerutu. Ragendra pun berusaha mandi sendiri, dengan susah payah. Tapi ada senyuman terbit dari sudut bibirnya yang hanya sebentar saja. Karena, saat teringat sesuatu, raut wajahnya kembali muram. Entah apa yang dia pikirkan. Sementara itu di luar kamar mandi, Kirana musuh-musuh tak karuan karena kesal dengan apa yang ada dalam pikiran Ragendra. Memeriksa semua yang ada di dalam kamar, ah semuanya sudah bersih. Dia jadi bosan mau mengerjakan apa. Memutuskan untuk mencarikan baju ganti untuk Ragendra, dia tak menemukan lemari. Akhirnya, diam saja duduk di sofa yang ada di dalam kamar ini menunggu sang majikan selesai mandi. “Kirana!” panggil Ragendra lumayan keras. Bergegas, Kirana menuju pintu kamar mandi. “Iya Tuan Gen! Apa sudah selesai?” tanyanya sedikit berteriak. “Sudah! Masuklah!” sahut Ragendra dari dalam kamar mandi. Kirana pun membuka pintu kamar mandi. Ceklek, Aaaa, pekiknya diiringi gerutuan bernada kesal. “Tuan! Apa apaan anda! Katanya sudah selesai! Kenapa belum pake handuk sih!” dengan cekatan tangannya menarik handuk yang menggantung di gantungan handuk di dekat pintu kamar mandi. Lalu, menutupkannya ke bagian tubuh bawah Ragendra yang membuatnya emosi, karena harus melihat benda privasi Ragendra yang…sudahlah tak perlu dibahas. Ragendra menggaruk pipinya dengan raut bingung. “Aku kan tidak bisa mengambil handuk sejauh itu, kakiku sakit dan aku tak bisa meski sekedar berdiri saja,” ucap Ragendra. Kirana diam, dia lupa kalau majikannya tak mampu berjalan dan berdiri. Dia jadi merasa bersalah. “Maaf, Saya lupa Tuan,” ujar Kirana dengan setulus hati, matanya menatap sang majikan lekat. Dia bisa melihat mata Ragendra yang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Ada kelembutan di dalamnya, ada kasih sayang dan, ah Kirana menyadarkan otaknya dari berbagai pikiran yang menganggap Ragendra tertarik kepadanya. Dia pasti salah paham dan salah mengerti. Ya, pasti seperti itu! “Kirana, Aku cacat. Tak ada yang mau padaku,” ucap Ragendra sambil membenarkan handuknya. Dengan perlahan, Kirana membantu Ragendra. Ingat, ini hanya sebatas pekerjaan, tak akan ada rasa maupun hal lainnya yang nantinya akan membuat Kirana salah tingkah lagi. Semua murni pekerjaan! Lalu, Kirana membantu Ragendra pindah ke kursi roda dan membawanya keluar dari kamar mandi. “Anda pasti banyak yang suka, misalnya nona Lolita,” dengan ceria Kirana berkata, berusaha memberikan semangat kepada Ragendra. Ragendra tersenyum masam. “Aku tidak suka Lolita. Aku suka wanita lainnya, sayangnya dia sudah milik pria lain,” suara Ragendra terdengar sedih. “Tenanglah, jodoh sudah diatur tuhan. Anda tak perlu khawatir,” sebenarnya Kirana sedang menasehati dirinya sendiri juga. Lagi-lagi, Ragendra tersenyum masam. “Kalau ternyata Aku tak punya jodoh juga selain Lolita?” ucap Ragendra diselingi tawa. “Kalau anda serius tak suka dengan Nona Lolita, maka masih ada saya sebagai alternatif pilihan,” canda Kirana. Dia sampai tertawa usai berkata. Wajah Ragendra berubah antusias dan cerah. “Kamu mau sama saya?” tanyanya. Kirana menghentikan tawanya, lalu menatap lekat Ragendra. “Tentu,” sahutnya. Raut wajah Ragendra semakin cerah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN