“Kenapa wajahmu sangat kusut? Bukankah Tuan Sinclair setuju memberimu kesempatan? Kamu tinggal melakukan sedikit revisi, bukan?” tanya Liara dengan wajah bingung.
Briana yang mengunyah burgernya tampak kelam dan suram.
Dia memang selalu mendengar kalau Raizen Sinclair adalah pria yang sulit untuk ditangani. Tapi, seperti kata ayahnya, dia benar-benar sulit untuk diajak bernegosiasi.
Setiap kali dia menjelaskan poin penting dalam proposalnya, dia pasti akan mematahkannya dengan pertanyaan menjebak. Entah kenapa, Briana seperti mengalami sidang ujian akhir dengan dosen yang sangat perhitungan dan pelit. Dia lebih suka mempermainkan psikologisnya sepanjang waktu daripada membahas bisnis.
Pada mula, Briana hanya merasa itu cuma perasaannya saja. Tapi, lama kelamaan, setiap pertanyaannya seperti sedang menyindir kemampuannya dalam menangani masalah pribadi.
“Aku tahu. Tapi, akhir pertemuan kami tidak semulus yang kamu bayangkan.”
Briana sangat kesal dan berusaha bersikap profesial selama melakukan presentasi, tidak peduli meski Raizen menekannya dan membuatnya malu entah kenapa. Pada akhirnya, dia menjadi sangat dingin dan berjarak seperti yang pria itu inginkan.
Mungkin dia ingin coba-coba bagaimana menghadapi Briana versi pemberontak? Sama seperti Gael yang mungkin masih berada di rumah sakit.
Hah! Dia tidak keberatan jika dia ingin bermain!
Kemarahan di hati Briana sangat hebat sampai dia lupa ketakutannya terhadap pria itu. Sebenarnya, dia sangat kesal dan jengkel terkait calon istrinya. Sadar atau tidak, Raizen sempat beberapa kali mengukit nama wanita itu, lalu mencoba meminta nasihat pernikahan darinya.
“Konyol! Untuk apa meminta saran dan nasihat dari pasangan suami istri yang akan segera bercerai?! Benar-benar menyebalkan!” geram Briana marah, menusukkan garpunya ke daging steak di depannya.
Liara memucat kelam, menelan ludah gugup dengan mulut penuh. “Briana? Kamu baik-baik saja?!”
Sudut bibir Briana berkedut menahan rasa jengkel, mata mendatar malas. “Tentu. Aku sangat baik sekali. Jangan khawatir!”’
Jika mau jujur, Briana merasakan gejolak hebat di hatinya karena teringat perlakuan Raizen selama ini.
Dia ingin sekali bertanya kepada Liara mengenai pacar baru yang dikatakan kepadanya dulu, tapi entah ke mana keberanian di dalam dirinya. Seolah-olah dia takut mendengar kebenaran mengenai hubungan dua anak manusia itu.
Apakah dia bergerak cepat menghilangkan skandal di antara mereka berdua karena takut calon istrinya cemburu?
Hah! Masuk akal!
“Hei, Briana? Kamu … sungguh baik-baik saja?” tanya Liara takut-takut, keringat dingin melihat cara temannya itu memotong daging seperti sedang menyiksanya saja.
Briana yang masih sibuk memotong daging steak seperti seorang pembunuh psikopat terobsesi segera menaikkan pandangan, tersenyum sangat lebar menakutkan. “Ya! Kenapa? Apakah ada yang aneh dariku?”
Liara terkejut!
Dia memalingkan wajahnya gugup, keringat dingin semakin banyak. “Ti-tidak! Tidak ada apa-apa! Makan saja lagi!”
Briana tentu akan makan sampai puas!
Pertemuan dengan Raizen benar-benar menguras mental dan fisiknya!
***
Di malam hari, Briana terpaksa begadang untuk melakukan revisi. Dia tidak bisa mengecewakan ayahnya sementara kemenangan sudah berada di depan mata.
Apa susahnya melakukan revisi?!
“Cih! Aku pasti bisa! Dia pikir aku tidak mampu? Apa-apaan dia meremehkanku mentang-mentang dari bagian pemasaran?” geram Briana sambil menggerakkan jari-jarinya di atas laptop.
Sekitar 2 jam lamanya, dia berkutat dengan tumpukan dokumen dan memutar otak agar proposal yang diinginkan oleh Raizen Sinclair sesuai permintaannya.
Sayangnya, detik berikutnya dia menyerah!
Briana menghempaskan tubuhnya ke kasur, bergelung dengan menahan amarah di hatinya sambil menjerit kencang. “Raizen sialan! Kenapa dia mempersulitku seperti ini?! Bagaimana aku bisa memenuhi janjiku kepada ayah? Apakah aku sudah ditakdirkan gagal terus? Argh! Semua ini gara-gara Gael si cumi-cumi sialan!”
Briana bengong semenit kemudian sambil menatap langit-langit. Dia seperti kehilangan jiwa. Proposal itu ada masalah dengan harga dan biaya pengeluaran. Kalau dia membicarakannya dengan Raizen untuk menaikkan harga, dia pasti akan menolaknya begitu saja.
“Apa sebaiknya setelah bercerai, aku kembali saja ke luar negeri dan menetap di sana? Aku bisa menyerahkan sepenuhnya operasional perusahaanku kepada Belvina, kan? Mungkin hidup tenang di luar negeri adalah jalan satu-satunya agar bisa tetap menjadi waras,” gumam Briana kepada diri sendiri.
Jika dia tidak mengejar Gael, dia mungkin sudah menjadi seorang pelukis atau desainer perhiasan. Dia memiliki banyak hobi menarik yang cukup bisa djadikan sumber penghasilan. Memang tidak sebanding dengan aset perusahaannya atau gajinya sebagai karyawan biasa, tapi kehidupan sehari-harinya pasti sangat menyenangkan.
Baru saja Briana berpikir untuk mengecek negara mana kali ini yang akan menjadi tujuannya, tiba-tiba sebuah pesan muncul di layar ponselnya.
Briana tertegun melihat Raizen Sinclair masih terbangun larut malam seperti ini.
Raizen: Mungkin aku sedikit keterlaluan dengan pertemuan kita hari ini. Maaf. Aku sedikit kesal karena kamu resign tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Walaupun kamu adalah istri dari musuhku, tapi musuhmu adalah musuhku juga, bukan? Itu artinya kita berada di pihak yang sama. Jika kamu sangat menginginkan kerja sama kita dan mau memaafkanku, bagaimana kalau kamu pergi bersamaku ke sebuah pesta amal di akhir pekan nanti? Aku tahu kamu pasti sangat marah. Kita bisa memulai dari awal lagi dan mencari solusi untuk proposal kalian. Aku menunggu jawabanmu, Nona Briana.
Briana Aldamar membeku kaget dalam diam.
Jadi, dia memang sengaja menekannya karena marah?
Dia berpikir dengan alasan yang sudah disampaikan kepada COO Albert, maka seharusnya tidak akan menyinggung pria itu sebagai penolongnya. Terlebih lagi gara-gara skandal makan malam bersamanya sudah cukup untuk menjaga jarak darinya. Jika Raizen Sinclair tidak mau menjauh, bukankah lebih baik dia yang menjauh?
“Apakah sebaiknya aku mengiyakannya saja? Bagaimana kalau ini adalah jebakan? Dia sudah punya calon istri, kan? Selama ini, dia juga selalu mengajak banyak wanita cantik ke acara penting. Kenapa harus aku?” ujar Briana linglung kepada diri sendiri.
Dia tidak tahu harus bereaksi bagaimana dengan tawaran di layar ponsel. Tapi, dia tahu kalau ini adalah tiket emas untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarganya. Selain itu, nilai kerja sama mereka berdua benar-benar sangat fantastis. Tidak heran juga jika dia ingin menguji dan bermain-main dengannya sebentar.
Dia lalu membalasnya dengan berat hati.
Briana: Baik. Saya setuju. Tolong kirimkan detailnya kepada saya, Tuan Sinclair.
Raizen: Raizen.
Briana: Maaf?
Raizen: Panggil aku Raizen mulai sekarang. Bukankah sekarang kita adalah teman dengan musuh yang sama?
Briana menatap bingung balasan tersebut.
Bolehkah dia berteman dengan Iblis mengerikan itu? Apakah jika sudah dekat, dia akan memaafkan perbuatannya dulu? Ataukah malah akan semakin ingin balas dendam?
Raizen: Kenapa tidak membalasku? Kamu tidak suka aku menjadi temanmu? Tidak enak hati lagi? Briana, hari di mana kita bertemu di malam itu dan aku menjadi penolongmu, aku pikir itu bukanlah sebuah kebetulan belaka. Kita mungkin telah ditakdirkan untuk sesuatu yang lebih besar.
Keringat dingin wanita itu membanjiri punggungnya, tersenyum kikuk.
“Ya, ampun. Dia sungguh pintar sekali berbicara, ya? Tidak heran dia menjadi CEO yang sangat ditakuti. Kata-katanya bahkan bisa membunuh orang!”
Briana: Maaf. Saya tidak bermaksud begitu, Tuan Sinclair. Tentu saja saya senang bisa berteman dengan Anda. Tapi, bagaimana jika calon istri Anda salah paham?
Raizen: Jangan khawatir. Kamu bukan satu-satunya wanita yang ada di sekitarku. Dia tidak akan berpikiran buruk. Tenang saja. Jangan pikirkan dia.
Briana membeku salah tingkah. Sudut bibirnya berkedut menahan rasa jengkel!
“A-apa? Dia sudah gila, ya?!”
Pria ini!
Sungguh benar-benar playboy!
Apa-apaan dia berkata seperti itu?
Bukan satu-satunya wanita di sekitarnya?
Hati Briana berpuntir tidak karuan. Entah kenapa dia merasa menjadi salah satu kekasih liar pria itu.
Pada malam dia menolongnya, Briana memang sudah merasakan firasat tidak enak dengan ciuman mereka berdua.
Itu memang adalah sebuah kecelakaan, tapi Briana tahu kalau itu bukanlah ciuman biasa di mata Raizen Sinclair. Dia memiliki pemikiran tersembunyi tentang mereka berdua yang sebelumnya selalu bertemu.
“Tunggu, kalau tidak salah ingat, dia bilang itu adalah ciuman pertamanya, kan? Aish … mana mungkin? Pria setampan itu belum pernah berciuman sebelumnya? Bukankah ada banyak wanita di sekitarnya?” ujar Briana tak percaya sambil tertawa aneh.
Raut wajahnya terlihat bingung menatap layar ponsel.
Apakah ingatannya bisa dipercaya?
Mungkin dia salah dengar waktu itu.
Briana menggeleng cepat, menghapus hal yang tidak seharusnya dipikirkan olehnya.
Briana: Baiklah. Selama tidak ada masalah, saya akan setuju menjadi pasangan Anda. Tapi, tolong tepati janji Anda untuk membahas proposal saya dengan lebih serius. Jika Anda tidak tertarik sejak awal, maka saya bisa menghemat waktu dan mencari perusahaan lain.
Raizen: Kamu benar-benar sangat efisien dalam bekerja. Tidak heran kamu menjadi karyawan teladan di perusahaanku. Rasanya sungguh sayang jika kamu harus pindah ke tempat lain. Bagaimana kalau kamu tetap tinggal di perusahaanku selama kerja sama kita berlangsung? Aku akan menyiapkan satu ruangan khusus untukmu.
Briana terkejut!
Selain tawarannya yang terlalu bagus, dia tidak menyangka pria sedingin itu bisa juga mengetik kalimat yang sangat panjang berulang kali.
Kening bertaut kencang, ragu-ragu membalasnya.
Briana: Kita bicarakan hal itu nanti setelah Anda menyetujui proposal saya, Tuan Sinclair.
Balasannya tidak kunjung datang. Mungkinkah dia tidak setuju, atau telah tertidur?
Tiba-tiba, sebuah pesan baru masuk.
Raizen: Baiklah. Aku setuju. Oh, ya. Karena kita telah berteman, tolong berbicara santai saja kepadaku jika tidak berada pada jam kerja. Tidak adil jika hanya aku yang bersikap santai selama ini, bukan? Ingat, musuh dari temanku adalah musuhku juga (emoticon mengedipkan mata di sini)
Briana memerah tanpa sadar, salah tingkah dan merasa cangguh. Jantungnya berdebar keras hanya gara-gara melihat sebuah emoticon seperti itu?
Otaknya pasti sudah tidak beres!