Pemegang Palu dan Gergaji

1727 Kata
“Kau bilang... Melindungi dunia dan mengawasinya adalah tugas para dewa. Anak manusia, apa yang kau katakan itu tidaklah salah, kami dulunya juga pernah merasa bahwa hal itu sudah menjadi tugas kami,” ujar Dewa Gradiolus. Eh? Dia bilang aku mengatakan sesuatu? Jadi... Aku benar-benar mengatakan sesuatu tanpa sadar? Pantas saja semua orang melihat ke arahku, dan Dewa Gradiolus, tampaknya dia tersinggung dengan ucapanku tadi. “Kami mengawasi dan melindungi kestabilan dunia, kemudian manusia dengan tidak tau diri merasa menjadi penguasa di daratan yang kami ciptakan, dengan sikap tamak mereka, mereka hancurkan segala kestabilan yang ada, dulu bahkan aku sempat turun ke dunia mereka beberapa kali, hanya untuk membereskan masalah yang mereka sebabkan. Kedamaian sekali lagi tercipta, lalu hanya butuh beberapa ratus tahun untuk mengacaukannya kembali.” “Siklus itu terus berputar, dan tak pernah berhenti, walaupun kalian manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan memiliki akal, kalian sama sekali tidak pernah belajar. Bukan hanya aku saja yang harus turun dan menyelesaikan masalah yang kalian makhluk rendahan timbulkan, bahkan rekan dewaku yang lainnya pun harus mengerjakan tugas yang sama.” “Tak peduli di dunia yang manapun itu, kalian para manusia selalu saja sama. Kalian bertindak berdasarkan sikap tamak kalian, dan kalian dengan wajah yang tak berdosa mengatakan bahwa sikap itu adalah motivasi, jangan bercanda.” Apa yang dikatakan oleh Dewa Gradiolus sepenuhnya benar, bahkan aku dan yang lainnya pun setuju, tak ada sebuah sangkalan sama sekali. Manusia... Memanglah makhluk yang diciptakan dengan memiliki hati dan juga akal. Sebelum menggunakan akal manusia haruslah menggunakan hati terlebih dahulu, jika hati ini buruk, maka setiap hal yang muncul di akal juga akan buruk. Iri, dengki, benci, marah, dan juga tamak, perasaan seperti itu yang menggerakkan manusia kejalan kehancuran. “Mau diberitahu ataupun diperingatkan, ujung-ujungnya juga akan sama saja. Mungkin kalian akan menurut pada awalnya, kalian akan mengingat kami para dewa, tapi lama kelamaan kalian akan lupa, dan sikap kalian... Akan kembali seperti semula. Tamak! Tak peduli harus berapa kali, kehancuran pasti akan kalian bawa.” “Dewa Gradiolus, saya tidak menyanggah hal itu, semua yang anda katakan sepenuhnya benar. Bahkan sayapun merasakannya, sikap tamak manusia memang selalu membawa kehancuran bersama mereka. Orangtua saya keduanya gila kerja, mereka terlalu bersemangat mengejar uang dan harta, alhasil... Apa yang saya sebut keluarga sebelumnya, tidak lagi terasa seperti keluarga.” “Tapi... Tak semua manusia seperti mereka, tak semua manusia itu tamak, bahkan ada sebagian dari kami yang belajar dan juga mengerti, ada sebagian kami yang menjaga, dan ada sebagian dari kami yang percaya, dan hormat pada para dewa. Apa manusia yang baik, tak akan mendapatkan pengampunan dari dewa?” sambungku. Ntah bagaimana aku mampu mengatakannya, mungkin karena semua orang sudah terlanjur memperhatikanku, dan Dewa Gradiolus sedang berbicara kepadaku, itulah kenapa aku merasa saat ini aku berani untuk menjawab setiap perkataannya. “Kau melangkah ke sarang semut, seekor semut kecil menggigit kakimu, tapi yang kau bakar adalah sarang semut itu. Semua semut yang tidak bersalah juga ikut mati, seperti itulah kira-kira,” jawab Dewa Gradiolus. Sebuah kalimat singkat namun luas akan makna, aku mengerti sekarang. Tak peduli seberapa jumlah orang baik di dunia, jika salah satu dari mereka berbuat buruk, bahkan mereka yang tidak bersalahpun akan kena imbasnya. Limbah yang dibuang oleh satu orang, tapi yang menerima hasil buruknya adalah banyak orang yang bahkan tidak tau menau soal limbah itu. Tidaklah salah jika para dewa menurunkan bencana tanpa harus pandang bulu. “Karena seringnya kalian lupa, dan ketidak inginan kalian belajar dari apa yang sudah lalu, aku... Bahkan para dewa yang lainnya pun sudah merasa tidak tahan lagi. Tugas yang dulunya kami jalani, kami lupakan begitu saja. Memang apa salahnya jika satu dunia kacau ataupun hancur sekalipun? Kami tinggal membuatnya ulang jika kami ingin.” “Karena tugas membosankan macam itulah ide ini kami dapatkan, untuk membuat sebuah hiburan, dan tugas kalian para manusia adalah untuk menghibur kami, tak peduli dengan apa yang akan menanti kalian kedepannya, kami hanya akan melihat dan menikmati dari atas sana,” ujar Dewa Gradiolus. “Sekacau apapapun itu menjadi, kami tidak akan pernah turun, meskipun terdengar kejam, inilah hal yang adil untuk kalian,” sambung Dewa Gradiolus. Hal yang adil untuk kami, kah? Sudahlah, lagipula manusia tidak punya kekuatan untuk menentang keputusan para dewa, dan dari awal semua ini adalah salah umat manusia, jadi jika dewa ingin memperlakukan kami seperti mainan, itu adalah hak mereka. “Pembicaraan ini terlalu panjang, aku terlalu terbawa suasana saat berbicara dengan kalian para manusia, itu karena aku selalu menahan apa yang ingin ku katakan pada kalian. Mari kita lanjutkan pelatihannya, anggap saja ini kebaikan terakhir dariku selaku dewa untuk kalian, aku akan memberikan pelatihan ini agar kalian tidak mudah mati di dunia yang akan kalian datangi setelah ini.” “Mari bagi kelompok kalian berdasarkan kelas yang kalian punya,” sambung Dewa Gradiolus. Akhirnya pembagian kelompok, aku bisa melihat kelas Champion yang dipanggil bersamaku. Lancer, Saber, Archer, Assassins, Berserk, Guardians, Monk, Caster, lalu... Crafter. Kami di bagi berdasarkan kelas-kelas tersebut, Archer adalah kelas dengan paling banyaknya Champion di panggil, dan kelasku adalah Crafter, Champion yang memiliki kelas yang sama denganku, berjumlah... Nol. Sekarang aku benar-benar menjadi bahan perhatian, itu karena tidak ada satupun orang yang memiliki kelas yang sama denganku, Dewa Gradiolus pun sepertinya nampak kebingungan. “Lancer, Saber, Caster, Archer, Berserk, Guardians, Monk. Kenapa kau tidak segera berkumpul dengan Champion yang satu kelas denganmu?” ucap Dewa Gradiolus. “Maafkan saya, Dewa. Bukan saya tidak ingin bergabung dengan yang lainnya, hanya saja... Kelas yang saya punya berbeda. Status!” jawabku. Aku memperlihatkan pada Dewa Gradiolus apa yang tertulis pada Bar Statusku. “Kau pemegang senjata ilahi berwarna ungu, tapi kau tidak memiliki gelar bersamamu, ini tidak biasa. Dan kelasmu, Crafter? Tidak ada kelas semacam ini, bagaimana kau bisa memilikinya? Siapa dewa yang memanggilmu?” tanya Dewa Gradiolus. “De-dewa Garileon, beliaulah yang telah memanggil saya.” Di tatap dengan cara yang tidak biasa benar-benar membuatku gugup, rasanya benar-benar membuatku tidak nyaman. “Garileon...” Dewa Gradiolus memegang dagunya dan terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu, apa mungkin dia tidak mengenal Dewa Garileon? Memangnya ada berapa banyak dewa di surga sampai dia tidak mengingat nama dari mereka? Apalagi Gradiolus adalah seorang Dewa, apa mungkin bagi seorang dewa untuk menjadi lupa? “Ah... Aku mengingatnya, dia adalah dewa dengan benda aneh di sekitar matanya itu. Ya, kalau tidak salah beberapa dewa memanggilnya Garileon, jadi dia adalah dewa yang memanggilmu, ya.” “Be-benar, Dewa Gradiolus. Beliaulah yang telah memanggil saya,” sahutku. “Aku tidak mengerti bagaimana dia menciptakan sebuah kelas baru, tapi kelas itu tidak ada dalam rencana Dewa Oldodeus yang agung. Garileon kah... Untuk saat ini aku tidak perlu memikirkannya, yang terpenting adalah... Apa kau bisa bertarung?” Eh? Bertarung? Aku bahkan belum pernah terlibat sebuah pertengkaran dengan teman sekelasku di bumiku dulu. “A-ak, maksud saya, sa-saya akan mencobanya.” Si4l! Aku berakhir menjawab, dan jawabanku itu bukankah berarti mengatakan kalau aku bisa bertarung? Tapi bagaimana aku melakukannya? “Ichigaya Eishi, ingatlah ini... Di duniamu yang berikutnya, hanya dengan bertarung maka kau akan mampu bertahan hidup.” Sambil memperlihatkan punggungnya Dewa Gradiolus mengatakannya padaku. “Sa-saya mengerti!” jawabku. Araise! Sekali lagi Dewa Gradiolus mengucapkan mantra itu, tapi kali ini bukanlah monster atau binatang magis yang muncul, melainkan sebuah boneka kayu yang biasa digunakan untuk latihan. Hah... Pemandangan itu membuatku sedikit lega, aku tidak bisa membayangkan bila harus melawan binatang magis yang ia keluarkan di awal. “Ichigaya Eishi, majulah terlebih dahulu. Kau akan menjadi Champion yang pertama kali menerima latihanku. Yah... Walaupun aku lebih suka menyebutnya melakukan sebuah test pengukuran kekuatan.” Aku? Apa Dewa Gradiolus tidak salah? Kenapa harus aku? Apa yang harus kulakukan? Test pengukuran kekuatan digunakan untuk mengukur seberapa kuat kekuatan tempur yang kumiliki, dan kelasku adalah seorang Crafter. Dewa Garileon berkata bahwa seorang Crafter tidaklah diperlukan di dalam Pertempuran, dia bilang bahwa tugasku sebagai seorang pendukung, aku ada untuk membuat senjata Champion lainnya menjadi lebih kuat dengan keterampilanku. Sekarang... Aku sedang dipaksa oleh situasi untuk menunjukkan kekuatan tempurku. Yang bahkan aku sendiri tidak tau apakah aku punya, atau tidak. Aku maju perlahan menuju boneka kayu yang dipanggil oleh Dewa Gradiolus, tidak ada yang aneh, itu hanyalah sebuah boneka kayu biasa, boneka itu tidaklah terlihat hidup, aku hanya khawatir benda ini akan bergerak secara tiba-tiba. Tapi kurasa itu tidak akan terjadi. “Jangan menganggap benda yang berdiri di depanmu ini sebagai boneka kayu biasa,” ucap Dewa Gradiolus. Yak! Sekarang karena kalimat yang baru saja ia katakan, ntah kenapa aku menjadi ragu dan sedikit ketakutan, dan boneka kayu inipun ntah bagaimana terlihat lebih tinggi dan lebih besar. Keringatku mulai bermunculan, sialnya... “Benda ini sudah aku sesuaikan, dia tidak akan bergerak menyerangmu, jadi kau tenang saja. Meskipun terlihat seperti boneka kayu biasa, tapi ketahanannya tidak lebih rendah daripada monster yang aku munculkan pertama kali. Tujuanmu adalah melukai boneka ini, jika kau berhasil, bahkan seekor monster seperti yang muncul di awal tadi pasti bisa kau lukai dengan mudah.” Jadi begitu, tujuanku adalah melukai kayu ini, ntah aku bisa atau tidak, tapi ini patut di coba. Lagipula Dewa Gradiolus sudah mengatakan bahwa benda ini tidak akan pernah menyerangku. “Latihan yang sangat membosankan, kau berharap kami bermain dengan boneka itu? Sungguh menggelikan.” Suara Lu Bu? Dia menyela Dewa Gradiolus lagi, dia sungguh punya nyali. Apa dia tidak bisa menghormati kebaikan Dewa Gradiolus saja, bagaimanpun dia ingin bersikap adil pada Champion tanpa gelar sepertiku. Lu Bu si4lan, dia seharusnya bisa memahami perasaan Champion lain yang belum bisa membangkitkan Skill mereka. “Manusia, jaga cara bicaramu yang tidak sopan itu. Apa bentuk latihan yang akan dijalani, semuanya adalah keputusanku. Dan tolong ingatlah ini, tak semua orang sama sepertimu. Mungkin kau memiliki keistimewaan, tapi karena kau hanyalah manusia, jangan terlalu menganggap tinggi dirimu,” jawab Dewa Gradiolus. “Baiklah... Ichigaya Eishi, kau bisa memulainya. Gunakan senjatamu untuk memberikan kerusakan pada boneka kayu yang saat ini berdiri dihadapanmu,” sambung Dewa Gradiolus sambil melihat ke arahku. Aku hanya bisa mengangguk, kulihat boneka kayu yang ada di depanku dengan seksama, aku membayangkan boneka kayu itu seolah-olah seekor monster yang siap memangsaku, dan tujuanku adalah untuk membunuhnya. Kupindahkan paluku ke tangan kanan, aku akan menyerangnya menggunakan paluku sekuat tenaga, aku percaya aku bisa melakukannya. Eishi... Pejamkan matamu, tarik nafas dalam-dalam, genggam erat palumu, bayangkan seluruh aliran energi mengalir pada genggamanmu, buka matamu dan lihatlah musuh yang ada di hadapanmu, lalu... “Hancurkan!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN