Kami bertiga kembali ke desa sebelum matahari terbenam, hal yang membuatku senang adalah, ketika kami kembali, semua orang yang ada di desa telah berkumpul di depan gerbang dengan wajah mereka yang ceria. Anak-anak, beberapa remaja, dan para orang tua yang tersisa di desa, semuanya menyambut kami.
“Torn! Lyod! Dan Tuan Eishi... Selamat datang! Ini sungguh kabar bahagia, sungainya telah kembali mengalirkan air, sepertinya kita bisa mulai meladang lagi.”
“Bau yang aneh itu sudah menghilang, kalian pasti sudah berhasil menyingkirkan akar masalah penyakit aneh yang menimpa desa,” kata Tuare sambil tersenyum.
“Para Warga! Tunggu apa lagi? Ini artinya adalah pesta! Mari adakan perayaan sekaligus penyambutan untuk tamu yang sudah menjadi penyelamat kita, Tuan Eishi!!!”
Semua orang bersorak sorai sambil mengangkat tangan mereka ke atas dan mereka segera meraih tanganku, mereka menarik dan juga mendorongku. Aku benar-benar tidak pernah merasa pernah di sambut semeriah ini oleh seseorang, apakah ini artinya aku sudah berhasil menjadi orang yang dapat di andalkan? Ah... Aku Benar-benar merasa telah berguna untuk orang lain, apa yang terjadi saat ini, sungguh tidak membosankan.
Semua orang berkumpul di tempat yang tampak seperti Balai Desa, kira-kira hanya ada dua puluh lebih orang, termasuk orang tua dan anak-anak. Aku tidak terbayang bagaimana keadaan Desa Nimiyan saat masih penuh dengan orang-orang, walaupun mereka di tinggal oleh sanak saudara mereka, mereka semua masih mampu tersenyum bahagia seperti saat ini. Sungguh orang-orang yang berhati lapang namun bernasib malang, mari nikmati perayaan ini dan buat mereka semua senang.
Perayaan yang sangat sederhana namun meriah, orang-orang membawa makanan yang mereka masak di rumah mereka masing-masing dan membiarkan orang lain memakan masakan mereka, ini seperti mereka saling bertukar makanan dan membiarkan apa yang mereka rasakan, dirasakan oleh warga lain. Sederhana... Namun penuh makna. Padahal tidak lama mereka semua berkabung, tapi melihat mereka dapat tersenyum kembali, pemandangan ini menguatkan hatiku.
“Ichigaya, bangkai monster yang kau bicarakan telah kau kubur dalam tanah. Apakah ini artinya para warga tidak akan lagi jatuh sakit?”
“Rya... Kali ini kau bisa merasa sedikit tenang, penyakit yang menimpa dirimu dan juga warga lainnya, aku yakin tidak akan pernah terjadi lagi. Setidaknya... Untuk beberapa lama.”
Aku berdiri lalu membenturkan gelas kayu yang ku pegang ke arah meja, sehingga bunyi nyaringnya dapat memancing perhatian warga desa ke arahku.
“Semuanya, warga Desa Nimiyan yang terhormat. Nama saya adalah Ichigaya Eishi, dengan ini saya mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya terhadap kalian semua. Terima kasih karena telah menyambut saya dengan ramah, dan terima kasih atas jamuan yang kalian berikan, saya benar-benar bersyukur.”
“Nak Eishi, apa yang kau bicarakan? Rasa terima kasihmu itu tidak di perlukan. Justru... Kami selaku para warga Desa Nimiyan yang harus berterima kasih kepada dirimu.”
“Itu benar! Dan berhentilah bersikap kaku, bicara dengan menggunakan bahasa yang tidak formal pada kami pun tak masalah, jujur kami para warga ingin menganggapmu seperti keluarga kami.”
“Benar, kau adalah salah satu warga Desa Nimiyan, Desa ini telah menjadi rumahmu, dan jika kau memutuskan untuk kembali pergi mengembara, ketahuilah. Saat kau kembali lagi ke desa ini, itu artinya kau pulang, dan kami semua akan selalu menyambutmu.”
“Kau boleh menginap selama apapun di penginapan Bulan Bintang kami, kau bahkan tidak perlu membayar untuk itu. Anggap saja rumah kami seperti rumahmu sendiri, dan jika kau merasa tidak nyaman dengan itu, kau bisa saja menikahi salah satu putri kami, mau itu Rya atau Tuare, Paman Jerome dan bini Merry mu ini akan memberikan restu,” ujar Paman Jerome sambil tertawa.
“Ayah!!!” seru kedua gadis itu bersamaan, Rya dan Tuare tampak tersipu dan membuang muka. Mereka berdua sangat manis, jika Paman Jerome memberikan restu dan salah satu dari mereka mau memberikan hatinya terhadapku, sungguh aku mau menjadi suami mereka. Tapi jika harus mengikuti logika di duniaku sebelumnya, aku ini masih belum cukup dewasa untuk menikah.
“Tuan Jerome, anda sunggub beruntung. Seandainya aku mempunyai anak perempuan, aku juga ingin menawarkannya pada Nak Eishi.”
Aku benar-benar jadi populer di dunia ini, aku merasa aku adalah tokoh utamanya, aku senang... Tapi mari kita hentikan kesenangan ini disini, kita tunda dulu senang-senangnya, ada sesuatu yang penting yang harus mereka tau.
“Semuanya, saat ini saya benar-benar merasa seperti ada di rumah. Saya benar-benar merasa berkumpul dengan keluarga saya, saya bersyukur. Karena kalian adalah keluargaku, aku akan senang bila kalian senang, dan sedih saat kalian sedih, akupun akan ikut tersakiti jika kalian menderita. Saat ini... Wabah yang menghantui desa sudah tidak akan pernah muncul lagi,” ujarku.
Aku melihat semua orang bahagia mendengar kabar ini, aku tidak bermaksud merusaknya. Tapi mereka harus tau kebenaran ini.
“Tapi, sampai orang yang menyebarkan wabah ini mendapat hukuman yang pantas untuknya.”
“Ichigaya...”
Sudah kuduga mereka akan bingung dan menjadi cemas, maaf semuanya... Tapi masalah yang kita hadapi hanya selesai separuhnya, akarnya masih terkubur jauh.
“Aku, Torn dan Eishi memang sudah berhasil menyingkirkan bangkai yang menyebabkan wabah menyerang desa, memang sumbernya berasal dari bangkai monster itu, tapi bangkai monster itu ternyata sengaja dibuang oleh manusia.”
“Yang artinya, seseorang ingin membuat kita semua, warga Desa Nimiyan. Menderita,” imbuh Torn.
“Jadi... Penderitaan yang selama ini kita rasakan, adalah perbuatan orang lain?”
“Bagaimana mereka bisa begitu kejam, tidak pernah sekalipun orang di desa ini memperlakukan orang luar secara sewenang-wenang, kenapa mereka memiliki niat buruk untuk kita? Apa yang mereka lakukan ini benar-benar tidak bisa di maafkan.”
“Bangkai monster, bahkan sungai yang seharusnya mengalirkan air untuk desa, orang-orang itu yang telah membendungnya,” kata Torn.
“Bahkan saat kami semua memperlakukan orang lain dengan baik, ada saja orang yang memperlakukan kami sebaliknya.”
Aku pun heran dengan hal itu, tak selamanya perbuatan baik membuahkan hasil yang baik. Akan selalu ada orang yang memanfaatkan kebaikan orang lain, begitulah busuknya sifat manusia.
“Sebelum desa ini mengalami kemalangan, aku dengar desa ini adalah desa yang mengalami kemajuan yang cukup pesat,” ujarku.
“Benar, semua warga hidup bahagia, kami tidak pernah kekurangan, baik itu hasil panen, makanan dan juga harta. Semua warga hidup berkecukupan. Kau masih bisa melihat jejak perkembangan desa ini, ya kan Eishi?”
“Benar, banyak bangunan yang sempat akan di dirikan, namun pembangunannya terhenti di tengah jalan. Pembaruan jalan, fasilitas baru, semuanya nampak terhenti padahal bangunannya masih nampak anyar.”
“Apa yang membuat kalian senang dan apa yang membuat kalian bangga, adalah apa yang membuat orang lain iri, dari rasa iri tersebut muncullah niat buruk. Pembangunan desa yang begitu cepat, hasil desa yang memuaskan, orang-orang yang hidupnya terpenuhi. Hal semacam itu pasti membuat orang lain iri dan tak sedikit dari mereka yang akan mengambil kesempatan untuk memancing di air keruh. Dari kemalangan yang datang melanda kalian, dari sanalah keuntungan datang untuk mereka.”
“Jadi karena mereka merasa iri dan ingin mengambil untung dari kami, maka mereka berbuat hal sekeji itu terhadap kami?”
“Dalamnya kejahatan hati manusia itu tidak dapat diukur,” jawabku.
Apapun akan dilakukan selama itu mendatangkan kepuasan untuk diri mereka, begitulah sikap kita para manusia. Tanpa adanya hati dan kesadaran serta kepedulian, mungkin kita akan mengeluarkan kejahatan dalam diri kita semua.
“Nak Eishi... Kau telah membantu kami sejauh ini, jika kami diperkenankan untuk memintamu membantu kami sampai akhir, apakah kau akan bersedia?”
“Aku memang berniat membantu kalian sampai akhir, bukankah kita semua keluarga disini. Kita berkumpul untuk saling melengkapi atas apa yang telah hilang dari kita. Saudara, Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, serta kerabat dekat yang telah meninggalkan kita. Kita saling mengisi tempat mereka dan kita menjadi satu keluarga yang utuh.”
Semua orang di desa kembali tersenyum dan melihat satu sama lain, mereka saling merapat dan mendekat, dan perlahan mereka merangkul tetangga mereka, dan mereka benar-benar telah menjadi satu keluarga, Keluarga Nimiyan yang utuh, yang hatinya lapang untuk membantu sesama mereka.
Tuan Bern dan lainnya mengulurkan tangan mereka terhadapku.
“Ayo, Nak! Kau adalah bagian dari keluarga kami. Kata-katamu menyatukan kami, dan kami sekarang benar-benar merasa utuh.”
Mereka semua tersenyum haru, aku baru saja meninggalkan orang tuaku yang merupakan satu-satunya keluargaku, dan disini... Aku mendapatkan keluarga lain yang menganggap keberadaanku itu penting. Aku sungguh bahagia.
****
Semalam aku telah memberi tahu mereka situasi yang sedang mereka alami saat ini, mereka... Para warga Desa Nimiyan sedang di awasi, seseorang menargetkan mereka, alasannya adalah rasa iri dan keinginan untuk mendapat keuntungan dari kesulitan para warga.
Warga desa Nimiyan yang sangat baik terhadap tamu, sikap ramah dan lemah lembut mereka membuat mereka menjadi sasaran, ini seperti melihat seekor domba gemuk. Desa yang membuat warganya menjadi kaya, warga yang sangat baik dan mudah dibujuk, orang yang licik pasti akan segera mengambil kesempatan untuk mendapatkan beberapa untung dari mereka.
Aku sudah mengatakan pada mereka untuk berhati-hati, memang bagus untuk memiliki sikap yang baik, tapi jangan sampai sifat itu mendatangkan keburukan bagi diri sendiri, karena... Kita tidak pernah bisa membaca hati orang lain. Aku lega mereka mau mendengarkanku.
Aku mengatakan pada mereka, kemungkinan orang yang telah membuat desa terserang wabah dan kekeringan adalah orang yang paling diuntungkan dari adanya peristiwa ini. Dan orang yang tahu kapan hal ini terjadi, dia juga patut di curigai, Baron Soleves Gauntelt.