Karakter Sampingan lagi Kah?

1599 Kata
Cahaya yang menyilaukan tiba-tiba mengubah tempat gelap ini, sepenuhnya menjadi putih. Aku sampai harus meletakkan kedua tanganku untuk menutupi mata, cahaya itu benar-benar menyilaukan. Saat kubuka kedua mataku, semuanya terlihat jelas... Jelas ini tidak ada apa apa, aku melayang di tempat yang tidak tau dinamakan apa ini. Kukira aku akan terbangun dari mimpi, tapi siapa sangka aku dibawa ketempat seperti ini. Yang patut kusyukuri dari ruang hampa yang tidak memiliki apapun adalah baju dan celanaku masih menempel di tubuhku. Dari mana asalnya suara itu? “Hei? Dimana kau? Seorang pria yang menanyaiku apakah aku sedang bosan!” Ya, kalau ditinjau dari suaranya dia pasti seorang pria. Seseorang mecolekku dari belakang. Saat kulihat orang lain yang berdiri dibelakangku aku sangat terkejut. Aku sampai berusaha lari kedepan seperti sedang berenang, mau bagaimana? Tak ada alas untuk diinjak, al hasil aku melayang-layang dan akhirnya aku terbalik dengan posisi kaki dikepala dan kepala di kaki. “Siapa? Apa kau orang yang menanyaiku?” Orang itu tersenyum, dia terlihat seperti seorang dewa. Dengan sehelai kain yang melingkar memeluk dari bahu sampai kepahanya, dan mahkota yang terlihat seperti bentuk daun-daun. Dewa yunani kah? Eh? Lalu apa-apaan kacamata mines yang menempel di hidung mancungnya itu. Apa dewa memiliki penyakit mata? Mimpi aneh apa ini? “Hai Ichiya... Akhirnya kau mendengarkanku.” Orang itu masih tersenyum. Jujur aku sama sekali tidak pernah melihatnya dalam kehidupanku, lagipula apa-apaan perawakannya yang tampak seperti orang eropa itu, apakah aku bahkan pernah berpapasan dengan orang asing? Lalu kenapa dia berbahasa jepang? Tidak, dia tidak berbicara menggunakan bahasa jepang, tapi ini sangat aneh, aku mampu memahaminya, dan dia nampak memahamiku. “Ano... Apakah anda bisa membantuku sedikit?” Sambil mencoba berputar agar aku tidak terbalik sambil melihatnya. Orang itu hanya mengacungkan satu jarinya, aku berputar secara tiba-tiba dan aku merasa bahwa orang itu memang tampak seperti dewa... Um... Kecuali kacamatanya itu. “Bisakah saya tahu... Dimana saya? Dan siapa anda ini?” “Kau sedang ada di alam jumpa, ini adalah alam dimana tak satupun benda dapat kau temui, setitik atom pun tidak melayang di alam ini. Ini adalah alam yang menghubungkan manusia dengan dewa. Dan aku adalah dewa yang mengundangmu masuk. Namaku Garileon.” “Ok ok! Ini klise sekali, aku sudah sering melihat alur ini di manga, ah... Mimpi ini sangat buruk, apa aku tidak bisa memikirkan seorang dewi cantik yang datang dan menemuiku.” aku mengatakannya sambil menyimpul tangan di bawah dadaku sambil menunduk dengan wajah kesal. “Tapi dik Ichigaya... Kau tidak sedang bermimpi, kau memang sedang ada di alam yang berbeda dari duniamu. Oke... Gunakanlah cara yang lumrah digunakan oleh manusia untuk memastikan mimpinya.” ntah dewa atau cuma khayalanku saja, tapi dia menyebut dirinya sebagai Garileon, dia mengatakan itu dengan perlahan. Aku menganggukkan kepalaku dengan cepat, yah... Untuk memastikan bahwa ini mimpi atau bukan... Hanya bisa menggunakan cara itu! “Plakkkk!” Wanjir! Itu benar-benar terasa di tanganku... Aku menampar Garileon dengan sekuat tenaga dan tanganku seperti kesemutan dan juga terasa panas. Jika ini mimpi maka tak ada sedikitpun perasaan seperti ini... Barulah aku sadar. Ini.... Ini bukanlah mimpi. “Aw... Ini sakit, kenapa adik Ichigaya malah menamparku? Bukankah seharusnya kau menampar diri sendiri?” Dengan wajah yang sedikit memelas pria dengan kacamata mines itu mengatakannya sambil memegang pipinya. “Ah! Ya dewa! Tolong maafkan kesalahan mahluk fana ini... Saya tidak bermaksud...” “Sudah.. Sudah... Aku juga dapat mengerti kebingunganmu, kau pasti menganggapku sebagai bagian dari mimpimu, yang terpenting adalah sekarang kau sudah mengerti situasimu saat ini.” Pria yang ku tampar itu ntah kenapa kembali tersenyum ramah padaku. Sudah ku tampar dengan keras, dia bahkan tidak memberikan hukuman langit padaku... Malahan dia hanya berkata aw... Sakit tanpa sedikitpun membalasku, setelah itu dia juga kembali tersenyum ramah... Ah.. Dia dewa yang baik sekali. Tapi tetap saja kacamatanya menggangguku. “Ya dewa... Jika ini mengikuti setiap alur klise di dalam cerita, kehidupan baru seperti apa yang anda janjikan pada saya? Apakah saya akan dilahirkan kembali di dunia saya, namun dengan takdir yang lebih baik. Atau... Anda akan membuat saya pergi ke dunia paralel dimana itu terdapat sihir dan mahluk lain seperti elf dan dwarf?” “Sepertinya dik Ichigaya sudah terbiasa dengan alur seperti ini, ya. Yah... Apa yang dik Ichigaya prediksi itu benar, aku akan memberikan opsi yang kedua yang telah kau sebutkan.” “Wah... Apa di dunia yang baru, benar-benar akan terdapat mahluk lain dan juga sihir? Bagaimana saya bisa merasa bosan di dunia fantasy seperti itu? Haha... Baiklah saya akan pergi.” Aku sangat semangat, bahkan wajahku tak pernah semeringah ini sejak beberapa tahun terakhir. “Baguslah... Aku senang kau mengatakannya. Tapi sebelum kau pergi... Aku ingin memberimu sesuatu.” Hehe... Benar juga, bukankah sebelum dikirim ke dunia lain seorang pahlawan akan diberikan sebuah berkah dari dewa... Apakah aku benar-benar dipanggil ke dunia lain agar aku bisa menjadi seorang pahlawan yang akan menyelamatkan dunia itu? Wah! Jantungku berdebar, hatiku bersemangat, mataku bersinar dan aku tak berhenti berharap akan jadi seberapa hebat aku nanti. Jatuh disebuah hutan mistis, bertemu bayi mahluk mitos tingkat tinggi dan menjinakkannya, bertemu gadis cantik dari ras elf dan diperebutkan olehnya dan juga succubus cantik yang akan aku temui nanti. Dengan mengemban sebuah kekuatan ilahi yang tak tertandingi, berdiri dengan pedang besar dan juga tameng, menggunakan armor dari Orihalcum serta membawa artefak tingkat tinggi... Ah... Betapa kerennya aku jadinya. Tiba! Itu tiba! Ketika dewa Garileon menadahkan kedua tangannya ke atas, nampak beberapa bulatan cahaya muncul turun dari atas, cahaya itu semakin dekat dan mulai tampak warna-warni mereka. Itu seperti sebuah pecahan warna pelangi dari waena merah hingga ungu. “Dewa diatas dewa, bapak dari para dewa, sebuah keagungan yang selalu disebutkan dengan nama Mahadewa. Dengan berkah dari mahadewa Oldodeus, anak-anakmu ini meminta karuniamu... Biarkanlah tujuh cahaya abadi menuntun jalan domba yang tersesat ini...” Cahaya itu semakin dekat dan semakin dekat. Ntah kenapa itu berhenti disekitarku dan mengelilingiku, cahaya tadi mengandung sebuah senjata. Itu terlihat seperti pedang, pedang ganda, belati, tameng, tongkat sihir, tasbih, busur, dan juga palu bersilang dengan gergaji. “Pemilihan bakat kah...” Ujarku. “Hahaha... Senang adik Ichigaya mengetahuinya, jadi semuanya akan jadi lebih mudah.” Tentu saja.... Disetiap manga yang k****a, pemilihan kelas seorang pahlawan itu sudah biasa. Baiklah... Aku akan mengambil pedang, pedang selalu melambangkan jiwa seorang pahlawan, diceritakan bahwa setiap ksatria hebat dari duniaku selalu menggambarkan kemenangan mereka dengan mengangkat pedang yang ia pegang tinggi-tinggi. Yosh! Jalanku sebagai karakter utama akan diawali dengan menggenggammu ditanganku. Belum sempat aku pegang pedang itu, cahaya menjadi redup dan pedangnya pun menjadi abu. “Are?! Kenapa? Apa cahaya ilahi menolakku?” “Adik Ichigaya... Sepertinya kau tidak memiliki kecocokan dengan pedang. Mungkin kau bisa memilih lainnya.” Ya! Dewa Garileon benar, aku masih punya kesempatan untuk memilih senjata lainnya. Apa ya senjata yang ingin ku pakai? Tameng kah? Sepertinya menerjang musuh di barisan paling depan keren juga. Baiklah! “Sepertinya tameng itu juga menolakmu adik Ichigaya...” Dengan wajah yang agak menyesal dewa Gerileon mengatakannya. Baiklah... Bagaimana kalau busur? Menghancurkan musuh dari jarak ratusan mil jauhnya, itu juga tidak kalah keren. Mungkin ini akan hebat! Sekali lagi berkat itu menjadi abu. Staff sihir? Ah... Itu juga tidak buruk, bagaimanapun seorang penyihir adalah pahlawan yang memiliki demage serang paling besar. Wajahku membiru seperti orang kehilangan darah, pucat ketika melihat tongkat sihir di depanku juga menjadi abu. Aku sepenuhnya kehilangan harapan, aku tidak mau memikirkan apapun lagi... Baiklah, biar kuraup semua senjata yang tersisa! Semua kuambil sekaligus dan semuanya melewati tanganku begitu saja dan menjadi butiran debu. Sampai di senjata terakhir, aku berhasil memegangnya. “Palu dan Gergaji? Senjata macam apa ini? Apa ini akan berguna dalam pertarungan?” Aku memegang palu di tangan kananku dan gergajinya di tangan kiriku. “Jika ini sebuah gada mungkin akan berguna, tapi palu sekecil ini? Apa seekor goblin akan mati setelah kupukul menggunakan ini? Dan gergaji yang biasa digunakan memotong kayu? Bukankah ini akan mengganggu psikisku jika kau ingin aku menggunakannya untuk memotong monster menjadi beberapa bagian?” aku merasa kesal dengan apa yang telah kudapat, sampai-sampai aku lupa untuk bicara sopan pada Dewa dengan kacamata mines itu. “Ano...” Dewa Garileon mencoba mengatakan sesuatu sambil tangannya dia julurkan kedepan. “Jika itu sebuah pedang dengan sekali tebas maka seorang pahlawan harusnya bisa memotong monster menjadi beberapa bagian.... Dengan gergaji seperti ini... Bukankah aku hanya bisa melakukannya secara perlahan-lahan? Apa kau ingin aku menikmati sensasi semacam itu, ya! Itu hal baru dalam hidupku tapi... Apakah hatiku siap?!” Bagaimana aku tidak pucat saat mengatakan hal itu, bukankah terlalu berlebihan membuat orang menikmati memutilasi mahluk lain secara perlahan, memang aku sedang bosan, tapi aku tidak mau merasakan kemeriahan dengan cara seperti itu. “Ano... Dik Ichigaya...” Aku melihat dewa Garileon yang tampak berkeringat, apa yang ku pikirkan itu benar? Apa aku harus melakukan semua itu? “Dik Ichigaya... Sebenarnya palu dan gergaji bukanlah senjata. Melainkan sebuah alat.” “Eh? Jadi maksudnya?” “Kau tidak jadi kelas petarung, kau hanya akan menjadi pendukung. Sama seperti tasbih yang merupakan alat untuk paran Monk (pendeta) memanggil para roh untuk menaikkan vitalitas rekan atau memberikan buff. Monk juga memberikan debuff pada musuh, monk mendukung di medan perang... Dan kelasmu adalah seorang Crafter.” “Crafter bertugas menaikkan status senjata, menciptakan senjata atau benda artefak lainnya. Daripada berdiri di medan perang, seorang Crafter lebih cenderung duduk diam didalam bengkelnya. Bukankah itu bagus? Itu akan menjadi kelas yang sangat cocok dengan dik Ichigaya, bukannya dik Ichigaya tidak suka bila harus berurusan dengan monster dan memutilasi mereka seperti yang adik bicarakan.” “Eeeeeeh....!!! Bukankah aku akan kembali menjadi karakter sampingan di kehidupanku selanjutnya?!!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN