Pelukan Hangat

1687 Kata
Artinya nyaman itu ternyata nggak terus-terusan akan merasa nyaman. Setelah pelantikan, aku mulai bosan berada di tengah-tengah acara formal ini. Aiman sendiri yang tampak bahagia dengan pelantikannya. Sedangkan aku sudah nyaris mati gaya karena bosan. Apalagi ngobrol tentang topik yang sama sekali tidak kupahami, akhirnya akupun sudah mirip kambing congek yang mendengarkan pembahasan para ibu-ibu bhayangkari yang elegan dan berkharisma itu. Untuk membuang suntuk, kuberanikan diri izin keluar dari lingkaran para ibu-ibu polisi di sini. Aku pergi mengambil minuman lalu bermaksud keluar gedung untuk menghirup udara segar. Tapi tanpa sengaja, aku malah bertabrakan dengan seseorang hingga membuatku nyaris keseleo karena sepatu hak tinggi yang sedang kupakai saat ini. Sampai aku menyadari sesuatu yang penting bahwa aku menabrak seseorang yang baru kukenal kemarin. “Kak Rendi?” “Ka—mu….” Kak Rendi sedang berusaha mengingat namaku. Mumpung dia belum ingat, aku bermaksud untuk kabur darinya sambil berpura-pura bahwa aku sudah salah orang. Tapi baru saja akan kabur, tiba-tiba kak Rendi memanggilku dengan menyebutkan namaku dengan lengkap dan benar. “Mela Iskandar, kan?” Aku menarik senyumku mengiyakan. Tak kusangka dia bisa ingat namaku. “Iya kak. “Ngapain di sini?” Main gundu kak, batinku. Sudah pasti kan aku di sini sedang menonton pelantikan polisi yang baru naik jabatan? Enggak mungkin jualan seblak di sini. “Lihat pelantikan kak!“ Aku baru ingat soal baju pink! Bagaimana kalau dia tahu aku sudah menikah padahal di profil kelas, aku masih belum merubah statusku menjadi ‘telah menikah'? Bisa jadi bahan gosip di kampus ntar! “Oh…sama. Saya juga. Itu papa saya. Karena mama sudah meninggal jadi saya yang gantiin,” ceritanya tanpa aku tanya. Aku baru menyadari kalau sudah menutup baju pink ‘venom’ ku dengan jas Aiman yang untuk ukuran ku cukup kebesaran. Udara dingin ruangan membuatku menggigil, karena itu tadi Aiman berinisiatif memberikanku jas-nya. “Oh gitu. Wah kebetulan sekali ya kak.” “Kamu di sini sama siapa?” “Ehm….sama –“ Duh gimana nih? Masa aku bilang kalau lagi nonton pelantikan papa aku? Aiman bisa marah kalau aku ngaku-ngaku anaknya. Tapi jadi istri juga nggak mungkin. Bisa jadi gossip satu kelas kalau aku sudah menikah di usia semuda ini. Baru saja akan menjawab pertanyaan dari kak Rendi, sebuah tangan menepuk bahuku. Aku nyaris meninju siapa pelakunya sampai aku melihat Aiman berdiri di sebelahku. Wajahnya terlihat datar. Ia kemudian dengan kurang ajar merangkulku, namun langsung aku hempaskan karena tak ingin kak Rendi berpikir yang macam-macam. “Om Aiman!” Kak Rendi menyapa Aiman seolah mereka sudah lama dekat. “Hai Ren. Apa kabar?” Mereka saling berjabat tangan dan bahkan menyapa dengan salam kekinian. “Baik! Lama nggak jumpa? Jadi kamu keponakannya om Aiman.” Nah pas tuh! Di usiaku yang imut-imut gini memang aku cocoknya dijadikan keponakan, bukan istri. “Iya!” jawabku sambil melirik ke arah Aiman. “Kalian saling kenal?” tanyaku, mengalihkan isu. “Iya dong. Kan aku temen mainnya Raka. Tapi kok aku baru lihat kamu yah?” Waduh. Circle ini sungguh sangat mengkhawatirkan. “A —” Aku dengan cepat memotong ucapan Aiman, “Aku ini sepupu jauhnya Raka! I—iya bener.” “Oh gitu. Terus Raka-nya mana?” “Nggak diajak!” “Ehm jagain Gala yah?” Waduh! Dia bahkan kenal Gala juga! Apa aku akan selamat dari kebohongan ini? “Ren….om sama Mela itu –“ Waduh siaga 1! Aku harus cari alasan nih supaya Aiman tidak mengatakan status kami yang sebenarnya. “Duh! Sakit!” keluhku. Keduanya langsung menoleh padaku waktu aku berteriak kesakitan. Aiman masih memantau, sedangkan kak Rendi sudah bergerak memberikan perhatian. “Kenapa Mel?” “Kram karena haid.” Aiman melipat tangannya sambil memicingkan kedua matanya padaku, “Emangnya kamu lagi mens?” “I—iya om.” Mendengarku memanggilnya dengan sebutan om, Aiman langsung mendelik. Mungkin kalau tak ada Rendi, dia sudah memiting leherku dengan tangan berototnya itu. “Ya udah istirahat dulu. Di sini ada klinik daruratnya. Mau aku ambilin obat?” tawar kak Rendi yang langsung membuatku jatuh hati. Kok ada yah cowok seperhatian kak Rendi. Kebanyakan sih pastinya modelan kayak Aiman yang cuek bebek. “Nggak usah kak, nanti aku ambil sendiri obatnya,” tolakku halus. Tapi yang bersangkutan tetap ngotot ingin pergi mengambilkan obatnya. “Nggak apa-apa. Tunggu di sini yah.” Kak Rendi benar-benar pergi meninggalkan aku dengan om polisi ini. Sesuai dugaanku,Aiman sedang bersiap-siap untuk memitingku, namun aku lekas membuat pertahanan dengan menyilangkan kedua tanganku. “Sabar! Sabar! Biar adek jelasin.” Aiman menarik diri lalu melipat tangannya lagi untuk mendengarkan penjelasanku. “Kak Rendi itu temen kampusku. Aku nggak mau dia tahu kalau aku sudah kawin!” Aiman memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Kemudian menaikkan alisnya sambil menatapku. “Kamu kan belum kawin. Nikah sih udah. Kalau kawin, kita kan belum pernah. Duh...sekarang kamu lagi haid yah. Nggak bisa dong,” ocehnya yang langsung membuatku malu. Iya malu karena kemesumannya! “Hiih! Ngomong apa sih!” Aiman mulai mendekatkan wajahnya lagi padaku untuk bisa mensejajarkan dirinya padaku. Ingat kan kalau tadi pagi aku bilang Aiman gagah mengenakan seragamnya dan juga baru selesai memangkas rambutnya? Dilihatin sedekat ini, siapa yang nggak panas dingin? “Kalau kamu mau, kita lakuin aja. Tunggu seminggu lagi setelah masa haid kamu selesai, oke?” bisiknya. Aku merinding mendengar bisikan goibnya. Apalagi selesai bicara, Aiman langsung nyengir, “Aku nggak haid!” balasku. Oh tidak! Aiman malah semakin menjadi-jadi. “Wah, lebih bagus lagi. Kalau gitu kita lakuin nanti malam. Atau di sini? Sekarang?” Makin dibiarkan makin menjadi! Kuinjak kakinya yang tengah mengenakan sepatu kulit mahalnya itu. Aiman mengaduh sebentar. Di saat yang bersamaan, aku kabur lewat pintu bertuliskan exit itu. Sial banget deh dapet suami modelan begitu. Di luar sama di dalemnya berbeda banget. Kalau di depan orang kalem dan berwibawah, di rumah bisa super m***m karena suka pamer body goalsnya. Setelah berhasil kabur, aku melihat ada kolam di luar gedung. Aku memilih ke sana daripada masuk lagi menemui Aiman m***m. Baru duduk sebentar di pinggiran kolam, sebuah suara memanggilku dari belakang. Ternyata itu kak Rendi yang beneran bawa obat nyeri haid. “Loh Mel? Kok duduk di luar?” “I…iya. Sumpek di dalem.” Kak Rendi tersenyum tipis lalu memberiku dua tablet obat anti nyeri. Bahkan dia juga membawa minuman nya serta. Wah….ada cowok kayak gini di jaman sekarang yah? Ada lah! Kak Rendi namanya. “Aku juga daritadi bosen di dalem. Cuma nggak tahu mau ngapain. Untung ketemu kamu.” Kak Rendi menunjukkan deretan giginya yang rapi dan juga lesung pipinya yang menawan. Kapan lagi coba bisa ngobrol kayak gini sama kakak kelas? Padahal baru kenal sehari. “Iya sama. Aku juga bingung mau ngapain.” “Oh iya. Kalian tinggal serumah?” Pertanyaan macam apa itu? Bukannya kalau baru kenal biasanya itu pertanyaan yang ringan saja? Kayak kenapa pilih jurusan ini? Atau suka nonton drama apa dan sebagainya? “Iya kak. Karena nggak dikasih bapak ngekos di Jakarta jadi dititipkan ke rumah om Aiman.” Sambil jaga anaknya dia dan memenuhi keperluannya di rumah sebagai istri, sambungku dalam hati. Kak Rendi manggut-manggut sampai suara langkah kaki datang mendekat. Aku menoleh dan mendapati Aiman sudah berdiri menjulang di belakang. Baru saja mau kenalan lebih dekat dengan kakak kelas, bisa-bisanya datang setan pengganggu. Apes banget sih! “Yuk Mel, pulang.” “Walah. Baru juga lurusin kaki om. Bentar lagi yah.” “Nggak bisa. Gala nungguin di rumah,” sahut Aiman tak mau kalah. Padahal aku tahu itu cuma akal-akalan dia saja buat cepat pulang. “Kalau om buru-buru biar nanti Mela saya anter pulang. Om bisa duluan karena ditunggu sama Gala kan?” Yes! Kak Rendi memang penolongku! Aku yakin sekarang wajahku sedang berseri-seri. “Nggak bisa. Ada yang mau saya lakuin juga ke Mela. Lagian Gala maunya ketemu kamu.” Haissh! Ada-ada aja sih! “Iya iya. Maaf ya kak, aku pulang duluan.” “Nggak apa-apa. Besok kan masih bisa ketemu.” Wajah Aiman langsung semaput. Hahaha! Iya juga yah. Kan bisa lanjut ngobrol di kampus. “Oke!” Tanpa ba-bi-bu, Aiman menarikku sampai Rendi benar-benar sudah menghilang dari pandanganku. Sampai di depan mobil, aku langsung minta dilepaskan dari cengkraman Aiman yang cukup lumayan. “Beneran Gala nyariin aku?” “Enggak sih.” “Tuhkan! Jadi ngapain ganggu orang lagi ngobrol sih? Kamu ngobrol sama Raline juga aku biarin aja.” “Kalau kamu keberatan tadi harusnya tegur aja.” “Gimana mau negur, kamunya aja seneng banget di pegang sana, dipegang sini sama si tepos.” “Ngatain orang tepos emang kamu nggak pernah ngaca?” balas Aiman tak mau kalah. Tensiku naik. Sudah bagus aku tak ikut campur dengan urusannya tapi dia sesuka hatinya ganggu urusan lain. Kan udah menyalahi perjanjian! “Ya sekarang emang masih tepos, tapi saya masih dalam masa pertumbuhan! Nggak kayak mbak tepos udah kadaluarsa!” ucapku sinis. Aiman yang tadinya sudah memegang pintu mobil lalu berbalik sambil bertolak pinggang padaku. Aku mundur saat ia maju mendekat. Aku tahu! Dia pasti ingin menggertak ku lagi. “Oh ya? Saya tahu gimana caranya buat kamu cepat tumbuh kembang.” Tuhkan! Mesumnya kumat! Tas kecilku siap melayang ke wajahnya. Bukannya menangkapnya, Aiman malah menarik pinggangku lalu memelukku erat. Wajahku sudah memanas karena marah. Memegang tangan saja aku tak sudi! Sekarang beliau ini malah main peluk-pelukan! Kayaknya jurus silatku akan keluar malam ini! “Lepasin enggak?” “Kalau nggak mau, kamu mau ngapain?” “A —" “Cie manten baru. Cepat pulang pak biar lebih erat pelukannya!” Rupanya ada anggota kepolisian lain yang berada di sekitar parkir. Aiman ternyata sedang berakting agar kami tidak terlihat bertengkar. Pintar juga dia! Mencari kesempatan dalam kesempitan! “Hehee iya. Ini juga pengenya cepat pulang.” “Hati-hati pak! Ketemu lagi besok!” “Iya!” “Udah belum sih? Mau sampai kapan kamu meluk aku?” “Belum. Masih banyak polisi yang lewat,” tukas Aiman pelan. Aku sulit untuk melihat sekeliling karena kepalaku tenggelam di d**a bidangnya. Wangi parfum Aiman beneran memabukkan. Sensasinya sama kayak lagi meluk guling di rumah. Terasa nyaman dan….hangat. Lama-lama kayaknya aku bakal ketiduran nih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN