Mencoba Kesaktian

1027 Kata
Pagi itu, Damar dibangunkan oleh suara burung di depan jendela kamarnya. Ia membuka matanya, menatap langit-langit kamar. Telinganya terus menangkap suara cicitan burung, ia merasa aneh karena ia tahu hari masih gelap. Biasanya suara burung akan ramai di pagi hari saat cahaya matahari telah melewati jingga, seakan menyambut kedatangan mentari. Damar terduduk sebelum akhirnya ke kamar mandi dan sembahyang. Hari masih gelap, ia tidak tahu harus melakukan apa selain kembali terlentang di atas kasurnya. Ia benar-benar siap untuk melewati hari itu. Pagi berlalu, Damar yang telah sibuk di kantornya kebanjiran klien sampai ia merasa kewalahan. Ia sudah membagikan klien-klien tersebut secara merata ke teman-teman di lembaga bantuan hukum tersebut, nyatanya, kasus-kasus baru terus berdatangan ke meja di mana Damar sedang menatap nanar pada berkas-berkas yang menumpuk itu. Sebuah pikiran melintas, dengan cepat ia menutup pintu ruangan lalu duduk kembali di kursinya. Damar memejamkan matanya, ia mulai mencoba mengendalikan otaknya dan membuat satu perintah, "Susun berkas dari kasus yang benar-benar membutuhkan bantuan dan tidak bersalah sama sekali!" perintah hatinya dengan tegas pada sebuah kekuatan yang tidak kasat mata. Sreek ... bruk. Damar hanya mendengar suara satu kali lalu hening. Perlahan ia membuka matanya, hanya satu bundel berkas yang telah beralih tempat dari tumpukan di sampingya menjadi berada di hadapannya. "Heh." Damar menyeringai, merasa lucu dengan keadaan, ini berarti tumpukan berkas itu berisi kasus-kasus mereka yang bersalah atau menjadi penyebab kekacauan tapi berperan seolah-olah menjadi korban yang tidak bersalah. Tangannya meraih berkas tersebut dan mulai membuka lembar pertama, nama seorang wanita yang sangat familiar di sana, seorang politikus muda yang masih hijau di kancah perpolitikan, digugat oleh sebuah instansi karena telah melakukan penggelapan dana atau korupsi yang nilainya sangat Fantastis. Merasa heran atas kasus tersebut, Damar mulai membaca semua dengan teliti lalu mencari data lainnya. Tanpa susah payah, Damar hanya menggunakan hatinya, seketika ia seperti sedang menonton sebuah tayangan secara lengkap dan detail mengenai proses meluapnya sejumlah dana dari kas negara memasuki kantung sebuah organisasi yang terkenal sangat kuat dan berkuasa. Wanita muda tersebut hanyalah martil yang dikorbankan pada garda terdepan dari permainan mereka yang sudah malang melintang dan kawakan dibidang perampokan dana milik Negara. Kini Damar membutuhkan bukti-bukti konkret, dan ia tahu harus kemana ia menuju untuk mendapatkan bukti-bukti tersebut agar mereka bisa mementahkan dakwaan terhadap wanita yang sedang dijebak itu. Tangannya dengan cepat menyambar berkas dan memasukkannya ke dalam tas setelah mencabut selembar kertas dari dalamnya. Secepat kilat ia keluar ruangan, langkah panjangnya menuju meja seorang wanita berkaca mata yang sedang asik mengetik sesuatu dengan mata terus menatap layar komputer yang menyala. "Tolong jadwalkan dan daftarkan ini segera, pending jadwal saya yang lain. Besok kabari saya!" perintah Damar kepadanya. Wanita itu tercengang sebentar lalu segera mengangguk dan mengambil kertas itu dari tangan Damar. "Saya mau ambil bukti-bukti yang diperlukan," ujar Damar lagi kepada wanita itu yang membalas Damar hanya dengan anggukan kepalanya. Turun dari taksi di depan sebuah gedung, Damar meneliti setiap ruangan di dalam gedung tersebut dengan mata batinnya. Dalam sekejap ia tahu harus kemana. Kakinya mulai melangkah memasuki lobi dari gedung perkantoran tersebut, lalu menyelinap memasuki area toilet. Ia mematung di depan cermin sebentar lalu memasuki bilik paling ujung tanpa menutup pintu. Di dalam hatinya Damar meminta agar dirinya tidak bisa dilihat oleh siapapun selama berada di sana, lalu ia keluar dari ruangan toilet dan berdiri tepat di depan seorang satpam. Damar melambaikan tangannya persis pada jarak hanya dua inci saja dari wajah satpam tersebut yang bergeming. Hatinya terlonjak senang, satpam itu tidak bisa melihat keberadaannya. Ia berbalik dan menatap pada orang-orang yang berlalu lalang. Beberapa orang melewatinya dengan menembus tubuh Damar tanpa ia merasa tertabrak. Damar tersenyum lebar. Tidak ingin membuang waktu dengan keisengannya, Damar melompat ke lantai dua dan tubuhnya menembus sebuah pintu yang terkunci. Damar mengambil satu bundel catatan penerimaan uang, satu bundel surat-surat sakti yang berisi kode-kode, lalu menyelipkannya pada pinggang dan menutupnya dengan jas kerja yang ia pakai. Damar mengunjungi tempat lainnya sampai lima tempat dan berhasil membawa barang bukti yang dibutuhkannya. Menjelang sore ia telah sampai kembali ke kantor, sayangnya Damar lupa untuk mengembalikan dirinya agar bisa terlihat lagi oleh orang-orang. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruangan kantornya. Di sana sedang berkumpul bos besar bersama rekan-rekannya. Tampak bos besar sedang marah. "Kasus ini kan sudah ditolak, bagaimana bisa Damar mendaftarkannya ke pengadilan? Kita tidak akan ambil, ini sangat berbahaya bagi kantor kita! Cari Damar!" serunya memerintah para bawahan yang semuanya adalah pengacara. Satu per satu mereka keluar ruangan seraya menembus tubuh Damar yang masih berdiri mematung di sana. "Pengecut." ujar Damar dalam hatinya. Ia melangkah ke mejanya dengan lunglai, tapi ia sudah bertekad untuk membebaskan wanita muda itu dari balik jeruji besi, meskipun tidak disetujui oleh bos besarnya. Damar memerintahkan pada pintu untuk menutup saat orang terakhir keluar dari ruangannya, lalu ia menuju kursinya dan menaruh seluruh barang bukti yang ia dapatkan di atas meja. Dilema bagi sebuah bantuan lembaga hukumnya jika harus mewakili terdakwa yang di dakwa oleh sebuah instansi besar, selain kekalahan telak, mereka juga akan mengalami banyak tekanan dari berbagai pemangku kepentingan. Namun, ini merupakan kesempatan emas bagi Damar untuk membuat jera mereka-mereka yang tidak punya etos kerja dan hanya mengasah kemahiran di bidang korupsi dan mengorbankan para pionnya yang tidak tahu apa-apa, untuk menginap di penjara selama bertahun-tahun. Sudah cukup Damar melihat ketimpangan-ketimpangan dari antek-antek penguasa. Saatnya ia bergerak menyerang balik mereka melalui kasus yang mereka ajukan sendiri. "Senjata makan tuan ...," desis Damar. Kasus yang hendak dikerjakannya sudah terdaftar untuk sidang pertama, Damar memasukkan semua yang dibawanya tadi kedalam tas kerja, lalu memerintahkan hatinya agar ia bisa kembali dilihat orang-orang. Setelah yakin ia bisa dilihat, Damar keluar dari ruangannya dengan santai sambil melihat ke sekeliling, semua orang tengah melihat ke arahnya dengan pekikan kecil "Kalian kenapa? Ayo kerja lagi!" seru Damar kepada mereka seraya melangkah menuju lobi. ia ingin segera pulang ke apartemennya untuk mempelajari bukti-bukti yang telah didapatnya itu. Ia pun memanggil taksi dan menaikinya. melaju meninggalkan gedung perkantoran. Sebelah tangannya merenggangkan dasi yang membuatnya bagai terasa mencekik. Sesampainya di apartemen, tanpa mengganti baju, hanya melepas jas dan sepatunya, Ia membanting diri pada sofa empuk, mengajak dirinya sendiri untuk memulai bekerja. Me-labeli barang bukti dengan sebuah tulisan. Damar tersenyum karena merasa puas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN