Hendra baru saja tiba di kantornya, hari ini adalah jadwal pemanggilan para pelamar yang berkasnya memenuhi syarat untuk menjadi staff marketing sampai manager marketing yang memang posisi itu kosong, Production House milik Aryasatya Saptana yang digawangi Hendra selalu meminta pegawai baru yang masih fresh graduate. Yaitu para pemuda yang masih punya idealisme tinggi.
Hendra berpikir kalau semua perusahaan butuh pegawai yang sudah berpengalaman, lalu fresh graduate kapan punya pengalamannya karena tidak ada yang menerima kerja.
Tanpa sengaja Hendra melihat sosok yang memang dia sukai ada diantara pelamar yang dipanggil oleh HRD.
“Bapak memanggil saya?” tanya Wahyu, manager HRD. Wahyu diberitahu staffnya kalau dirinya dipanggil boss.
“Pelamar atas nama Rizkia Khairana langsung kamu terima tanpa seleksi. Dia mahasiswa terbaik jurusan ekonomi di kampus terbaik.”
“Baik Pak dia menjadi staff marketing atau staff keuangan lainnya?” tanya Wahyu memastikan agar tak salah penempatan. Biasanya kalau manager pasti diangkat dari pekerja yang sudah mengabdi di situ minimal satu tahun sehingga bisa diketahui kinerjanya, bukan dari orang baru.
“Tidak di keduanya! Posisikan dia jadi sekretaris pribadi saya!” ucap Hendra tegas membuat Wahyu tak percaya.
“Bapak serius minta pegawai baru, jadi sekretaris Bapak? Dia itu bukan dari ilmu sekretaris Pak. Dia dari ilmu ekonomi. Dia melamar untuk posisi marketing sesuai dengan lowongan yang kita buka,” kata Wahyu.
“Saya yang bertanggung jawab, saya minta dia jadi sekretaris. Dan kamu beritahu tugas dasar yang harus dia kuasai. Saya yakin dia segera bisa menguasai karena dia mahasiswi unggulan,” perintah Hendra.
Andai Hendra tahu, ekonomi bukan bidang yang jadi keinginan Kia, di sana dia terpaksa karena tekanan orang tuanya saja, dia bisa jadi yang terbaik. Bagaimana bila di bidang yang dia sukai?
Wahyu tahu sekretarisnya Hendra memang kosong, tapi biasanya Hendra tak suka sekretaris perempuan dan Wahyu sedang menggodok beberapa kandidat untuk dijadikan sekretarisnya Hendra. Ada tiga calon sekretaris yang sedang dia pantau untuk dijadikan sekretaris wakil CEO tersebut. Tapi sekarang malah harus beubah karena keinginan boss-nya ini.
Baru kali ini Hendra menginginkan sekretaris perempuan. Padahal biasanya staff untuk dirinya saja dia tidak suka bila ada staff perempuan.
Di luar saja ada beberapa gadis staff umum, staff keuangan, staff HRD yang menyukai Hendra. Ada yang menyukai karena posisinya, ada yang menyukai karena wajahnya dan mungkin ada lagi yang menyukai karena faktor lainnya. Salah satu yang menyukai adalah Azkadinasera, yang naksir Hendra sejak satu tahun lalu ketika dia mulai jadi pegawai PH ini. Dina merupakan staff umum. Padahal Wahyu menyukai Azkadinasera. Tapi gadis itu lebih silau pada Hendra.
”Jadi untuk Rizkia tidak perlu ada test apa pun Pak?” tanya Wahyu kembali memastikan.
“Sekarang masih pagi. Tapi Anda sudah tidak konsentrasi. Tadi saya sudah bilang dia langsung diterima TANPA SELEKSI. Apa kurang jelas? Artinya kan tanpa test!” jawab Hendra keras.
“Besok langsung kasih training tentang tugasnya saja, tanpa test. Pelamar yang selebihnya semua harus test sesuai dengan prosedur yang berlaku,” jawab Hendra.
“Baik Pak. Ada lagi?” tanya Wahyu.
“Tidak. Selesaikan langsung sekarang dan beritahu langsung pada Rizkia!”
“Baik Pak,” jawab Wahyu. Dia pun langsung keluar dari ruangan bossnya.
‘Yang mana sih yang namanya Rizkia? Aku sendiri tidak tahu karena aku hanya mensortir berkas, tentu tidak memperhatikan wajah. Yang aku perhatikan adalah prestasi,’ Kata Wahyu dalam hatinya.
“Ada yang bernama Rizkia Khairana?” Wahyu menatap berkeliling sambil memberi panggilan.
“Saya Pak,” jawab seorang gadis manis dengan rambut sebahu mengenakan outfit sopan. Celana kain dan kemeja modis hampir pas badan, tak ketat tapi tak kedombrongan. Sepatu lancip dengan hak lima senti. Yang pasti semua yang dia kenakan sangat sederhana dalam model tapi sangat mewah di kantong. Sebagai orang yang biasa bergaul dengan para artis, tentu Wahyu hafal harga pakaian, sepatu dan tas para wanita.
“Kamu ikut ke ruangan saya,” perintah Wahyu.
Tentu saja Kia bingung, tapi karena dia di situ sedang melamar dia tak berani membantah, walau dua nomor lagi adalah urutan dia untuk tanya jawab dengan peugas seleksi.
Kia langsung mengikuti Wahyu menuju ruangan manager HRD. Banyak pelamar tentu melihat bagaimana Rizkia dipanggil manager HRD.
Gadis tersebut menggunakan celana panjang sopan juga kemeja panjang bukan seperti beberapa pelamar lain yang menggunakan rok pendek sehingga duduk saja sulit karena roknya ketarik sampai ujung pangkal paha.
“Kamu tahu kenapa saya panggil ke sini?” tanya Wahyu sambil memandang sosok wanita yang terlihat lugu, duduk sopan dihadapannya. Dan hebatnya gadis itu berani menatap matanya tanpa ragu.
“Tidak Pak. Saya tidak tahu,” jawan Rizkia.
“Apa kamu kenal dengan pemimpin perusahaan ini?” selidik Wahyu.
“Saya tidak tidak kenal, saya hanya tahu namanya dari profil perusahaan pemimpinnya adalah Pak Aryasatya Saptana, sedang yang mengoperasikan adalah Pak Danendra Shahzada Pratama, itu data yang saya lihat di profil perusahaan Pak,” jawab KIA dengan gamblang. Dia menjawab lugas karena dia taki=ut ini merupakan test masuk. Bagaimana seorang calon karyawan tak tahu siapa pemimpinnya.
“Kalau kamu tidak kenal dengan Pak Hendra, mengapa dia tahu nama lengkap kamu dan dia minta saya menarik kamu menjadi sekretaris pribadinya?” cecar Wahyu.
“Tidak Pak saya tidak melamar untuk sekretaris, dan saya tidak mau. Saya mau melamar jadi marketing sehingga waktu kerja saya bebas. Yang penting saya bisa mencapai target.” Kia menggeleng. Dia tak mau full bekerja di kantor, karena dia harus menyelesaikan kuliahnya.
“Kamu diangkat jadi sekretaris pribadi wakil CEO lho, kok malah nolak,” Wahyu tak percaya, pelamar ini malah menolaj jabatan yang diincar oleh banyak gadis.
“Kamu belum lihat kharisma boss kita, kamu belum tahu besarnya salary untuk jabataan itu, tapi kamu sudah menolaknya!”
“Jelas saya menolak Pak. Saya cari kerja tapi bukan untuk full time seperti menjadi sekretaris. Saya akan melanjutkan S2 saya, sehingga saya butuh kerja yang fleksibel seperti marketing. Yang penting target tercapai. marketing bukan waktu kerja yang dipentingkan , tapi pencapaian target,” ucap Kia.
“Dan maaf, soal kharisma bakal boss. Saya di sini cari kerja Pak. Bukan cari suami,” balas Kia. Dia benci mahluk bernama lelaki. Awalnya dia benci laki-laki karena sejak kecil dia tahu papanya sering honta ganti pasangan selain sang mama yang diam bertahan. Ditambah lagi makin kesal dengan lelaki setelah tahu kelakuan Alano Ramadhan Zhafran, mantan kakak iparnya.
“Wah kalau begitu ini persoalan besar, karena Pak Hendra yang memanggil saya untuk meminta kamu diangkat jadi sekretaris pribadinya,” ucap Wahyu sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Maaf Pak. Saya menolak. Lebih baik saya tidak diterima daripada saya harus terbeban dengan tugas saya, karena saya masih ingin melanjutkan studi saya,” kata Kia. Dia bersiap berdiri dan pamit.
“Kalau begitu saya pamit Pak. Mohon maaf,” lanjut Kia lagi.