“Kenapa sih kalau ke sini tuh mukanya bete gitu?” tanya perempuan yang membukakan pintu apartemen buat Asran.
“Kamu sudah tahu kan apa niatku ke sini, yaitu menghilangkan beban pikiranku jadi jangan pernah menegur aku seperti itu,” ucap Asran kesal.
Perempuan itu membukakan jas Asran dan dia gantung dengan hanger baju lalu dia gantung di dinding belakang pintu.
Asran langsung masuk kamar dan berbaring, dia kesal menghadapi Kia dan Alkaff yang memberontak padanya. Mereka tak bisa menurut seperti Mira. Walau Mira tak takut padanya, setidaknya Mira tak pernah melawannya.
Asran menikmati saja semua perlakuan perempuan yang mulai membuka seluruh pakaiannya. Dia hanya mendesah ketika ujung senapannya masuk ke mulut perempuan yang ia datangi ini.
Ini yang Asran suka, penat dan kesal pikirannya akan langsung teralihkan berganti dengan penat tubuh.
Tak cukup satu kali, sejak siang sepulang dari gedung wisuda Kia hingga saat ini hampir tengah malam sudah berapa posisi yang mereka lakukan. Tentu saja perempuan ini sekarang sudah mahir, karena dulu awal-awal Asran akan memberi tutorial dengan menonton aneka gaya yang ingin mereka coba agar perempuan polos yang menyerahkan selaput dara padanya secara sukarela itu jadi mahir memuaskannya.
Asran tidak mengerti, hanya perempuan ini yang lama dia openi , bahkan sampai dia sewakan apartemen. Tentu dia tak mau membelikan! Tapi hanya disewakan, sehingga bila dia ingin tendang, dia tak rugi-rugi amat.
Asran memang paling pelit kepada para wanita yang dia kencani. Dia tak akan memberikan rumah atau mobil seperti para pengusaha lain. Kalau hanya jajan tas, sepatu, atau jalan-jalan ke luar negeri itu masih dia beri. Tapi kalau untuk beli mobil atau apartemen Asran sama sekali tak mau. Dia merasa rugi memberi semua itu buat perempuan teman tidurnya.
Tapi dengan perempuan satu ini Asran telah cukup lama. Satu-satunya perempuan yang bisa lebih dari satu bulan dia kencani! Perempuan ini sudah enam tahun jadi teman tidurnya. Baik siang maupun malam saat dia jenuh, saat dia marah, dan saat dia depresi seperti saat ini. Hanya perempuan ini yang bisa meredam amarahnya. Perempuan yang segelnya dia buka saat kencan pertama mereka dulu. Bukan dengan paksaan, tapi sama-sama mau.
Perempuan ini bukan perempuan tua, perempuan ini adalah sahabat Amira saat SMA. Mereka bertemu ketika Ursula atau Ully main ke rumah Amira. Di situlah mereka berkenalan.
Asran ingat ketika suatu hari dia pulang ke rumah, dia lihat Ully sedang menunggu taksi yang dipanggilnya. Ini entah sudah ke berapa dia melihat gadis itu main ke rumahnya. Tak pernah ada rasa apa pun pada teman anaknya itu.
“Sini Om antar saja kalau memang taksinya nggak datang,” entah mengapa malam itu, Asran yang sedang bete menawarkan diri mengantar kawan putri sulungnya. Dia kesal dengan semua kelakuan Shafa, tapi tak bisa marah pada istrinya.
”Iya Om dari tadi mereka selalu men-cancel panggilanku mungkin karena mereka berpikir alamatku jauh, nanti mereka baliknya rugi karena kosong,” ucap gadis tersebut.
“Sudah malam lebih baik kamu Om antar saja,” kata Asran. Asran berpikir setidaknya dia ada teman ngobrol sesaat untuk membuang jenuh.
Gadis yang baru masuk kuliah di semester satu itu tak keberatan. Selain mahasiswi dia juga calon bintang, karena sudah beberapa kali membintangi iklan walau bukan bintang utama. Tapi setidaknya dia sudah punya penghasilan kecil-kecilan.
“Masih banyak jobmu?” tanya Asran memulai obrolan mereka agar suasana cair. Dia cari teman ngobrol, bukan hanya sekedar ngantar teman putrinya. Dia butuh teman bicara.
“Enggak Om, enggak terlalu banyak job. Memang sih kemarin ada yang nawarin untuk menjadi bintang utama di iklan, tapi saya tolak,” ucap gadis manis itu.
“Kenapa kamu tolak?” tanya Asran. Bukankah gadis itu butuh income?
“Kemarin penawarannya, saya bisa jadi bintang iklan utama iklan bila mau tidur dengan direkturnya Om. Jadi saya masih mikir dulu,” jawab gadis itu polos.
“Memang berapa income dari nilai kontrak itu keseluruhan?”
Asran cepat berpikir saat mendengar tawaran buat calon bintang iklan, yang buat dia tak seberapa. Main beberapa kali dengan perempuan bayaran, nominal sebesar itu bahkan lebih bisa dia gelontorkan.
Enam tahun lalu, kontrak sebesar 50 juta itu tentu sangat besar untuk seorang bintang baru, padahal productnya juga tak terlalu bagus namanya. Tapi nominal itu ibarat hanya buat beli cendol oleh Asran.
“Kalau begitu bagaimana kalau kamu sama Om saja, daripada kamu sama direktur iklan itu. Sama dia kamu dapat 50 tapi hanya satu kali, sehabis itu sudah. Kamu harus cari iklan lagi agar dapat uang.”
“Maksud Om apa?” tanya Ully tak mengerti apa maksud papa temannya. Selama ini dia menghormati om Asran. Tak pernah ada pandangan ganjen atau menggoda dari papa Amira ini.
“Kamu temani Om tidur, Om akan kasih kamu pertama 25 juta. Lalu tiap bulan kamu akan dapat jatah bulanan tanpa perlu mikir kontrak pemotretan lagi. Tapi kamu tetap boleh pemotretan hanya tak perlu cari yang harus tidur dengan orang lain.”
“Om jangan bercanda seperti itu Om. Aku kan temennya Mira,” ucap Ully kala itu.
“Lalu apa salahnya kalau temannya Mira? Nggak boleh gitu?”
“Ya nggak enak sama tante dan Mira lah,” jawab Ully cepat.
“Pastinya nggak usah tahu mereka. Bodoh saja kalau kamu cerita sama mereka,” kata Asran.
“Om serius?” tanya Ully memastikan. Sejak pertama melihat papanya Mira memang dia suka dengan postur gagah papa temannya itu. Tapi tak pernah berharap akan jadi teman dekatnya.
“Serius lah. Mau kan?” kata Asran. Dia lihat perempuan gadis itu menunduk.
“Jawab. Kalau kamu jawab kan Om langsung alihkan mobil ini ke arah hotel,” desak Aran.
“25 juta Om?” tanya Ully tak percaya. Sedang seharusnya dia diminta tiga kali tidur dengan direktur dengan bayaran 10 juta tiap tidur, baru dikontrak. Ully ragu, kalau sudah tidur tidak dikontrak, itu sebabnya dia minta waktu berpikir. Sekarang langsung dapat janji 25 juta satu kali tidur, siapa yang tidak mau?
“Ragu? Mau Om transfer sekarang?” tantang Asran.
“Eh enggak Om. Saya percaya kok, kalau Om sampai bohong kan saya tinggal cerita sama Mira dan Tante,” jawab Ully.
Tanpa menunggu jawaban Asran langsung membelokkan mobilnya mencari hotel. Sejak itulah Ully menjadi peliharaannya. Kapan pun dia mau dia tinggal menghampiri apartemen Ully atau janjian di tempat yang mereka sepakati. Bahkan kalau Ully ada pemotretan di luar kota, mereka akan janjian di kota itu.
Asran sudah memberitahu tak boleh ada cinta antara mereka. Walau di luar Ully, Asran tetap saja bermain dengan semua perempuan yang dia inginkan, Ully tidak boleh marah, karena itu perjanjian. Sebaliknya Ully tak boleh jualan pada siapa pun atau semua jatah dihentikan oleh Asran.