“Maaf,” kata seorang lelaki yang menabrak Kia ketika dia sedang belanja di los ikan sebuah supermarket besar yang lengkap.
“Tidak apa-apa,” jawab ya Kia sedang mengambil fillet ikan untuk dia masukkan di plastik agar bisa dia timbang. Dia perhatikan sosok yang menabrak trolly miliknya.
“Bapak belanja juga?” tanya Kia saat sadar siapa yang menabraknya.
“Eh, kamu pegawai baru itu kan?”
“Kia Pak Hendra, saya Kia,” balas Kia menyebut nama panggilannya karena calon bossnya menyebut dengan panggilan pegawai baru.
“Oh, panggilanmu Kia dari Rizkia?” tanya Hendra, rupanya dia yang “secara tak sengaja” menabrak trolly belanjaan Kia.
“Benar Pak. Saya Kia,” jawab Kia mengangguk sopan.
“Mborong apa kamu?” tanya Hendra sambil melihat keranjang belanjaan gadis yang membuatnya tak enak makan dan tak enak tidur itu.
“Ini Pak, mau masak ikan asam manis. Kebetulan kakak mau datang, saya mau masak buat dia,” jawab Kia.
“Bapak sendiri dapat pesanan dari nyonya mungkin? Sehingga hari gini belanja?” tanya Kia basa basi. Dia lupa kalau Wahyu memberitahu boss dan big boss mereka belum ada yang menikah.
“Oh bukan, bukan pesanan dari nyonya, tapi dari nyonya besar! Barusan ibu saya bilang ada beberapa bumbu kuenya yang kehabisan dan dia butuh cepat. Ibu saya tukang kue, kalau ada pesanan harus cepat dia buat dan kebetulan dia tak bisa meninggalkan rumah sehingga dia titip saya untuk mencarikan beberapa bahan yang kurang,” jelas Hendra.
“Wah enak sekali bisa bikin kue. Andai saya bisa berkenalan dengan ibu Bapak dan belajar padanya. Saya suka masak. Saya ingin bisa bikin kue karena saya sama sekali buta soal kue. Hanya belajar tentang menu lauk saja,” jawab Kia jujur.
“Kamu suka masak? Berarti ibumu hebat ya pintar masak dan mengajarkan kamu,” ucap Hendra tak berpikir itu menyakitkan untuk Kia.
“Tidak saya tidak belajar dari ibu saya, sejak kecil saya dekat dengan koki di rumah, juga dengan baby sitter. Saya belajar dari mereka,” jawab Kia getir, mengingat dia tak pernah punya ibu sama sekali.
“Baik saya permisi dulu ya,” jawab Hendra. Dia tidak mau kelihatan sedang memata-matai Kia.
‘Padahal sejak tahu namanya Rizkia, aku ingin panggil dia Ichy, so sweet dan cute banget kalau aku panggil Ichy, beda dari semua orang. Rupanya panggilan dia adalah Kia.’ batin Hendra sambil melangkah ke jalur lain, tempat rak bumbu aneka bahan kue.
‘What ever-lah, pokoknya panggilan dari aku Ichy!’ batin Hendra.
Hendra lalu asal ambil saja bumbu yang entah dipakai atau tidak oleh ibunya, karena ibunya tak pesan apa pun. Tadi masuk supermarket hanya sekedar mengikuti Kia saja, ingin tahu apa yang dicari gadis itu.
Hendra pun pun keluar lebih dulu dari supermarket tersebut. Dia tak mau terlihat mengikuti Kia, dia tunggu Kia di mobil saja.
“Rupanya di sini dia tinggal. Oke aku tinggal cari nomor berapa apartemennya,” Hendra langsung melajukan mobilnya mengarah ke rumah orang tuanya.
“Kamu mimpi apa beli ginian?” tanya Shakira atau Ira ibunya saat Hendra memberikan beberapa bumbu kue.
“Aku tadi ketemu teman, nggak enak kalau aku ikutin dia tanpa belanja. Ya sudah aku ambil saja semua yang aku lihat. Aku nggak tahu Ibu butuh apa tidak,” ucap Hendra jujur.
Shakira hanya tersenyum, mungkinkah harapannya akan segera terwujud? Hendra sedang mendekati seorang gadis?
‘Semoga saja!’ kata Shakira dalam hatinya melihat apa saja yang belikan.
“Ada apa Kak? Kenapa wajahnya ditekuk? Bukannya bersyukur aku sudah masakin ikan asam manis kesukaanmu. Padahal tadinya aku pikir aku pengen masak telur balado saja,” ucap Kia saat dia dan Alkaff sudah selesai makan malam.
“Kamu kenapa sih pelit banget? Sendirian saja pakai masak? Kenapa enggak beli aja. Praktis dan enggak cape.” jawaban Alkaff, bukan menjawab inti pertanyaan adiknya tadi.
“Aku puas kalau aku bisa masak. Lagi pula, aku nggak problem kok walaupun sendirian aku masak. Aku satu kali masak untuk dua atau tiga kali makan, tapi biasanya sih minimal aku buat satu kali masak porsi kecil itu aku bikin bisa untuk tiga atau empat kali makan. Aku masukkan di tempat kecil, kapan aku mau makan tinggal aku keluarkan sesuai keinginan dan kebutuhanku. Aku paling masak saat libur kuliah seminggu sekali. Aku masak satu menu untuk empat kali makan, lalu besoknya aku masak lagi untuk empat kali makan. Jadi tiap hari aku tinggal keluarin saja semua kebutuhan makanku, nggak perlu aku belanja atau masak setiap hari. Karena boros gas dan boros waktu. Kalau aku kan santai.” ucap Kia.
“Masak itu juga bikin lebih sehat kan? Nggak perlu harus mikirin segala macam bumbu yang tidak perlu aku pakai juga kolesterol dan apalah pokoknya, dan pasti sesuai seleraku.”
“Untung ya kamu bisa masak,” balas Alkaff.
“Aku bisa masak karena aku punya ibu di rumah. Kalau aku nggak punya ibu tentu aku akan jadi anak broken home atau anak nakal. Untungnya ibu dan Mbakku telaten sehingga aku bisa dialihkan membantu mereka masak,” ucap Kia tanpa beban.
Ibu yang dimaksud Kia adalah para chef dan Mbak adalah para babby sitternya sejak dia lahir hingga berumur delapan tahun. Karena mereka tahu sejak kecil dia itu tidak pernah disentuh oleh Shafa, sehingga mereka yang memeluk dan mendidik Kia.
Dari mereka lah Kia menjadi pintar masak dan segala macam pekerjaan perempuan, tidak seperti Amira yang bahkan jenis bumbu saja tidak tahu sama sekali.
Walau banyak orang bilang zaman sekarang perempuan itu nggak perlu masak. Tinggal modal ponsel pesan apa pun yang diinginkan. Tapi tentu saja kepuasan batin itu tak bisa dibeli oleh apa pun. Dengan masak Kia bisa berkreasi dan mengekspresikan diri.
“Kakak kenapa tiba-tiba datang ke Jakarta? Bukankah sekarang lagi ekplorasi tambang baru?
“Kakak sudah mundur dari tambang,” jawab Alkaff datar.
“Ada apa Kak?” tanya Kia. Hanya pada Kia Alkaff mau berbagi cerita.
“Papa sudah nggak waras,” jawab Alkaff keqi.
“Bukannya sejak dulu dia nggak waras?” jawab Kia lebih kejam. Karena memang sejak dulu papa mereka tak waras.
“Ya benar. Sejak dulu dia nggak waras. Kakak suruh pegang pabrik kosmetik kita di Cibitung, sedang pabrik itu kamu tahu sendiri kan dipegang kak Mira.”
“Aku bilang sama papa kenapa posisi CEO tambang kosong setelah kamu menolak bukan kakak saja yang diangkat di sana? Kakak tetap manager perbekalan. Kenapa dia membedakan Kakak dengan kamu, juga dengan Mira,” jelas Alkaff.
“Apa papa pikir kamu lebih hebat dari aku?” Dia tak takut Kia marah karena mengatakan soal jabatan CEO yang diincar Alkaff.