Dua Puluh Delapan

1238 Kata
Canterbury Christ kembali memulai serangan. Mereka terlihat tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dua gol melesat di gawang mereka bahkan belum ada dua puluh menit babak kedua berlalu. Apakah mereka sendiri yang terlalu lengah karena sudah merasa unggul? Ataukah Red Circle yang kembali pada performa terbaik mereka? Tak ada yang tahu kebenarannya. Yang jelas, kedua tim benar-benar sangat menggila pada pertandingan hari ini. Memberikan suguhan pertarungan yang dramatis. Kita sama-sama dipaksa untuk berdecak menelan ludah beberapa kali. Mengesampingka minuman kita. Membiarkan rokok kita terbakar habis tanpa terhisap. Kita sama-sama tak ingin melewatkan ada satu passing yang tak terekam mata kita. Pertandingan yang luar biasa. Kini Red Circle kembali mampu merebut bola.            Nelson mengecilkan volume boombox itu supaya mereka dapat menikmati salah satu saat-saat terbesar dalam sejarah pertandingan sepak bola Lambeth. Serangan balik itu dilakukan dengan kecepatan dan tempo kehati-hatian yang hebat. Penghadangan dan setiap gerakan dikoreografi James Maggie selama latihan berjam-jam pastinya. Ketika Denis Lennon dikawal ketat dengan dua orang pemain, tepat seperti apa yang diperkirakan sewaktu latihan. “Kita semua bertemu di kotak penalti. Dalam keadaan genting, kotak penalti menjadi area paling sensitif,” kata Maggie dulu, yang kerap diulang-ulang.  “Coba kita dengarkan lagi,” kata Denis. Memanfaatkan siswa waktu yang kurang dari tiga puluh menit, para pemain Canterbury Christ mengandalkan bakat individualnya masing-masing. Entah kenapa, gol kedua dari Red Circle itu membuat kerja sama mereka menjadi berkurang. Kepercayaan di masing-masing pemain runtuh seketika. Jika salah satu pemain Spurs memegang bola, dia akan menimbang berulang-ulang untuk mengumpan ke rekannya. Itu pun jika mereka beruntung, kalau tidak, dengan cepat para pemain Red Circle akan merebut bola itu. Pertahanan yang rapi, pola p*********n yang terstruktur tiba-tiba lenyap. Langkah-langkah mereka menjadi tak semantap babak pertama. Bola di kaki mereka sering dicuri bahkan sebelum menyentuh kotak penalti Red Circle. Beberapa pemain kerap terjatuh karena memaksakan diri untuk melewati lawan. “Aku senang saat-saat itu,” kata Munez. “Saat-saat apa?” “Saat-saat di mana teriakan pelatih mereka semakin kencang karena ulah para pemain yang berkepala besar.” Masuk pada menit tujuh puluh, para pemain Red Circle tak henti-hentinya menggempur pertahanan Spurs. Permainan yang hebat, umpan yang taktis, support yang rajin dari para pemain Red Circle. Kini bola ada di kaki Leo, Leo mengumpan jauh ke depan langsung menuju Jurgen Klark yang tengah mengalami pressing ketat, dia berduel dengan Mahrez. Mahrez memenangkan duel dan bola mental kembali ke kaki Nicki. Nicki dengan cepat menggiring bola itu, meliuk-liuk. Cepat sekali! Denis di sisi kanan mencoba mencari celah. Nicki memberikan through pass, bagus sekali! Aaah! Namun sayangnya masih terkena kaki Kante di sana. Kaki yang sangat panjang dari Kante Junior. Usaha yang bagus dari para pemain Red Circle, namun masih mampu digagalkan. Kini serangan balik dari para pemain Spurs. Kante menggiring bola dengan cepat ke depan. Melewati hadangan Denis, pemain Red Circle bernomor punggung 7 itu, yang kini assistnya telah mampu mencapai angka 139. Sungguh kontribusi yang luar biasa. “Aku tak biasa melihat cara pressing yang segila itu. Kaki meraih kaki. Ketika bola sudah diumpan, mereka menabrakkan tubuhnya. Tapi mereka tak pernah melakukannya pada Leo,” kata Nicki. Pemandangan ironis terjadi lagi. Kante Junior meringis kesakitan di atas lapangan. Dia terjatuh ketika hendak melewati Leo Silva. Para pemain mengerumuninya. Hati-hati untuk Leo Silva, di pertandingan ini dia sudah mengantongi satu kartu kuning. Mau tidak mau, dia harus berhati-hati kalau dia tidak ingin mandi lebih cepat. Di sisi lain, Red Circle benar-benar membutuhkannya untuk pertandingan ini. Ya, kita baru saja lihat ada sedikit cek-cok di lapangan permainan. Terlihat sepertinya Leo hendak menyarankan supaya Kante dibawa keluar lapangan permainan. “Kami sama sekali tak ingin membuang-buang waktu. Kami membutuhkan dua gol lagi. Jadi aku tarik dia, memaksanya untuk bangkit berdiri, atau aku menyuruh mereka untuk menyeretnya keluar dari lapangan,” ketus Leo. “Apa yang kau lakukan saat itu padanya?” “Tak ada yang serius. Hanya benturan biasa saja,” kata Leo. “Itu sudah tak biasa jika kau yang melakukannya, Leo,” kata Nicki. Para pemain Red Circle menyusun pagar betis. Peman bertahan Spurs naik hingga setengah lapangan. Hal itu memaksa para pemain Red Circle untuk turun ke daerahnya. Tendangan dilakukan. Berbahaya! Tapi beruntung masih ada penjaga gawang yang mampu menghalau bola. Kita lihat, bola akan jatuh ke kaki siapa kali ini. Oh, lihat! Empat pemain Red Circle tiba-tiba sudah berada di zona pertahanan Spurs. Ternyata empat pemain itu di antaranya adalah tiga pemain yang menjadi pagar betis tadi, dan satunya lagi adalah Nicki yang berada di depan. Sulit dipercaya! Keempat-empatnya memilih untuk maju ke zona pertahanan Spurs, daripada membantu pertahanan! Kali ini bola ditendang jauh ke depan oleh Leo. Kalvin menyambut bola itu dengan control yang sangat baik. Para pemain Spurs terbirit-b***t kembali ke zona mereka. Serangan balik yang cepat! Kali ini Kalvin masih berlari menggiring bola. Denis membuka ruang di kanan. Sedangkan Nicki berlari dari sisi kiri. Mereka semua tak berhenti. Jurgen Klark dikawal oleh Mahrez. Siapa yang akan mendapat umpan? Waktu terus berjalan, tersisa lima menit di penghujung waktu normal. Paling tidak, mereka harus mencetak satu gol lagi. Nicki memilih untuk mendekat, meminta umpan. Kalvin langsung menyodorkannya. Umpan pendek yang sangat bagus. Nicki melakukan penetrasi ke tengah. Diikuti oleh satu pemain bertahan Spurs. Tidak! Pressing yang sangat bagus dari pemain Spurs. Nicki memilih melakukan through pass ke Denis. Denis berlari mengejar bola, masih tetap dengan pengawalan yang sangat ketat. Ya, Denis meraih bola itu. Mencoba melewati… Dan sayangnya bola masih terbentur ke kaki Harry. Denis masih mencoba mengejar bola. Di sisi lain, para pemain Spurs sudah kembali ke zonanya. Semakin padat ruang bagi Red Circle kali ini. Dan ya! Denis mampu meraih bola, umpan satu-dua dengan Andrea Nicki, Nicki mengembalikan, Denis siap untuk melakukan cross, dan… Jurgen Klark menyundul bola! Gol! Red Circle, Gol! Gol! Benar-benar sulit untuk dipercaya. Strategi sangat liar yang baru saja ditunjukkan oleh para pemain dari Lambeth ini. Nicki dari sisi kiri, kemudian berlari hingga ke sisi yang lain. Sungguh perjuangan tak kenal lelah yang luar biasa! “Aku ingat, kalian sempat berdiskusi ketika pemain itu sedang sekarat di atas lapangan. Apa yang kalian bicarakan?”  “Kami membereskan semuanya. Mereka meminta untuk mempercayakan serangan itu pada mereka berempat. Mereka tidak akan membantu pertahanan, jadi mereka akan tetap di sana dan berlari ke depan,” kata Leo. “Bukankah itu sesuatu yang tidak pasti? Maksudku, bisa saja bola itu mampu dijangkau oleh para pemain Spurs meski hanya melenceng dan keluar lapangan.” “Bisa juga begitu. Tapi mereka berempat merasa benar-benar yakin kalau kami bisa menghalau tendangan bebas itu. Ini adalah soal kepercayaan. Dan mereka bereempat tak punya masalah dengan itu, mereka percaya dengan kami, para pemain bertahan. Dan kami merasa bahwa kami harus menjaga kepercayaan itu. Kami mampu menghalau bola itu, sekalipun harus berduel dengan para pemain mereka yang posturnya relatif lebih tinggi dari kami.” Keheningan menyergap. Seakan-akan rasa tidak percaya itu masih membekas. “Satu lagi, kami juga sempat membicarakan suatu rahasia.” “Rahasia soal apa?” tanya Peter. “Soal Maggie.” “Oh, ya. Bukankah dia kembali menampakkan batang hidungnya saat itu?” “Saat itu, kami tak melihatnya. Tapi sesaat setelah teriakan gol itu, baru ada berita mengenai munculnya Maggie sudah kembali. Kami melihatnya. Dia ada di dekat bench bersama para pelatih yang lain. Masih tetap dengan baju merah mereka. Dengan gestur tubuh yang dingin. Tangan di dalam saku sambil seolah masih mengawasi anak asuhnya bermain. Detik itu juga, kami merasa benci melihat mereka.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN