Dua Puluh Tujuh

1347 Kata
Nelson memelankan suaranya dan mengatakan, “Pada waktu itu sepertinya mereka gagal menerapkan offside trap.” “Ya, salah satu pemain bertahannya tidak sejajar dengan rekan-rekannya. Mungkin dia telat,” kata Jurgen Klark. Rafael mengatakan, “Menurutku tidak. Dia tidak merencanakan jebakan offside itu. Dia satu-satunya pemain yang waspada. Dia tahu bahwa Nicki akan mencukil bola itu. Jadi dia memilih untuk mundur terlebih dahulu dan mengabaikan garis offside.” “Kau benar. Aku sendiri yang melihatnya. Dia satu-satunya pemain yang bereaksi ketika aku bahkan belum memikirkan akan mencukil bola itu,” kata Nicki. Mereka membicarakan itu dengan wajah tegang. Seolah-olah pertandingan itu baru selesai satu jam lalu. “Bagaimana bisa?” “Dia melihat aku berlari menyelinap pertahanan mereka,” sahut Kalvin. “Siapa yang mengatur transisi pertahanan?” tanya Munez. “Aku. Sederhana saja, aku di belakang Nicki, Denis, dan Kavin. Di posisi itu, aku lebih leluasa mengawasi pergerakan pemain mereka. Aku sudah tidak memikirkan lagi apakah tackle-ku bersih atau tidak, itu bukanlah hal yang penting. Pertandingan kala itu bukan lagi pertandingan, tapi sudah menjadi perang besar,” kata Leo. “Di sisi sayap, mereka punya Kylian. Tekniknya lumayan, kemampuan drible-nya membuat seolah bola itu menempel di kakinya. Tapi tak jarang juga dia terbelit ketika melakukan teknik scissor. Biasanya kami memanfaatkan situasi itu,” kata Jurgen Klark. “Ya, dan di babak kedua, dia lah orang pertama yang terpaksa mandi lebih cepat,” kata Denis. “Aku hanya memberikan pelajaran keras buatnya. Mestinya dia tak meremehkan pertahanan kami. Mungkin paling tidak dia harus berada di ranjangnya selama empat pekan,” kata Leo. Beberapa orang menggeleng, termasuk Peter. “Kami duduk di atas tribun dan mendengar suara tabrakan itu.” “Persetan dengan pemain liga regional mereka. Tapi kami benar-benar berpesta. Kami berhasil menghabisi salah seorang dari mereka.” “Beruntung tak dapat kartu.” “Aku tak asal menghabisi seseorang. Itu sudah aku rencanakan. Dia memang dari awal yang aku incar,” kata Leo. “Apa kalian yakin kalau di babak kedua itu mereka tak akan mendapatkan angka lagi?” tanya Munez. “Tak ada dari mereka yang bisa memperoleh angka lagi di babak kedua itu. Ketika mereka pada akhirnya membawa Kylian keluar dari lapangan permainan menggunakan tandu, mereka mendapatkan tendangan bebas yang tak begitu jauh dari kotak penalti,” kata Nelson. “Ya, mereka mempunyai eksekutor yang baik. Dan kita sudah jelas, punya kau,” kata Leo. Red Circle harus membalas dengan dua gol lagi, jika masih ingin pertandingan berlanjut. Sedangkan waktu yang tersisa tak begitu banyak buat mereka. Dan di bench pemain, hanya tampak para pemain cadangan yang gusar. Tak ada tanda-tanda kehadiran James Maggie atau para pelatih lain di sana. Strategi yang sangat berbeda dari sebelumnya. Aku melihat Andrea Nicki dari tadi ikut membantu pertahanan. Dia seperti menahan sedikit ambisinya untuk menggiring bola terlalu banyak. Ya, kerja sama tim lebih baik. Dan dia menguasai keduanya. Baik individual, maupun kolektif. Golden Spurs masih belum goyah. Mereka terlihat masih ingin menambah pundi-pundi gol.            “Tidak untuk satu gol lagi, bodoh,” kata Leo dengan ketus.            “Brian dari dulu ingin melatih tim sepak bola,” ucap Denis. Leo memberikan bola long pass di sisi kanan. Ada Denis di sana. Tapi control bolanya tak begitu mantap. Diambil lagi oleh para pemain Spurs, mereka kembali menyerang. “Aku tak begitu paham kenapa Brian melakukan siaran. Tak ada yang mendengarkan siaran itu. Seisi kota pergi menyaksikan pertandingan itu langsung,” kata Denis yang memang benar terlihat gelisah dari tadi. “Tidak, kau salah. Orang-orang Lambeth mendengarkan siaran itu. Di babak kedua, kami berupaya mencari tahu apa yang sedang terjadi pada Pelatih Maggie, jadi bisa aku pastikan padamu bahwa saat itu para penggemar Lambeth menempelkan radio di setiap telingan mereka.” Bola kembali dikuasai oleh Denis. Kali ini langkahnya mantap. Para pemain Spurs mengatur pertahanan. Nicki mencoba mencari ruang. Kalvin bergeser agak mendekat ke tengah. Transisi luar biasa yang diperlihatkan oleh masing-masing tim. Passing-support yang cepat. Teriakan yang keras. Dan terlihat di sana seorang anak muda dari Canterbury Christ terguncang di lapangan.            “Dialah orangnya,” kata Leo.            “Apa yang kau lakukan?” tanya Munez.            “Dari tadi dia mengincar kaki Denis, dan Nicki. Tapi tak sekalipun peluit wasit berbunyi karena hal itu. Seharusnya sejak dari babak pertama, dia sudah diganjar kartu kuning. Jadi, aku harus mendapatkan kartu kuning pertamaku dengan mengganjar tulang ekornya,” kata Leo.            “Wasit sialan itu bisa saja langsung memberikan kartu merah pada Leo. Pelanggaran yang dilakukannya benar-benar terlihat dilakukan secara sengaja,” kata Denis.            “Sementara, tim medis menyeretnya keluar dari lapangan. Sambil terisak memegangi tulang ekornya. Orang itu benar-benar tampak kesakitan. Aku tak tahu harus bagaimana. Merasa senang karena pada akhirnya satu pengganggu ditarik keluar, atau sedih karena sesama pemain berkewarganegaraan Inggris yang tak ada pilihan selain mengabdi pada tim, harus sampai merelakan tulang ekornya.”            “Keraskan lagi suaranya, Nelson,” pinta Leo. Serangan Red Circle kembali digagalkan. Waktu berjalan semakin cepat. Mau tidak mau, Red Circle harus mengerahkan semuanya untuk mencetak angka. Andrea Nicki membawa bola dari sisi tengah. Meliak-liuk dia. Dibantu dengan beberapa rekannya. Denis dan Leo berdiri di sana. Mencoba membantu dengan mengalihkan pergerakan para pemain Spurs. Nicki melesat. Kali ini performanya sepertinya telah kembali.            “Melesat kepalamu, Brian.”            “Semua seperti sudah sesuai dengan perhitungan kita,” kata Denis.            “Aku cuma ingin melihat pelatih mereka marah besar hingga masuk ke dalam lapangan sambil menceramahi para pemainnya,” kata Munez.            “Dia sudah diberikan peringatan. Karena beberapa kali terdengar mengeluarkan kata-k********r,” kata Nicki.            “Orang itu agak gila. Sedikit mirip dengan Maggie. Semakin banyak angka yang kita peroleh, akan semakin nyaring teriakannya di pinggir lapangan. Prestasi tertinggi bagi seorang pelatih menurutnya adalah diganjar kartu merah hingga dipaksa keluar lapangan.” Kembali ke dalam lapangan permainan. Nicki berada di area p*********n Red Circle. Tampaknya dia memutuskan untuk tak pergi membantu zona pertahanan. Kini bola berada di kaki Leo. Menendang jauh menuju Andrea Nicki di sana. Kedua striker bergerak meminta. Nicki mengumpan pendek, dikembalikan lagi padanya. Dua pemain Spurs siap menghadang. Nicki memilih mencoba menendang di ujung kotak penalti dan, Gol! Gol! Gol! Red Circle Gol! Gelak tawa dari Brian terbawa lebih jauh lagi di malam yang tenang itu. Diego mendekat diam-diam ke arah bangku tribun untuk menyelidiki asal keributan itu. Dia menemukan beberapa orang tengah duduk dan setengah berbaring tak teratur di bangku-bangku. Dia juga mendapati beberapa botol bir, mencium bau asap rokok. Jika di era lain, mungkin dia akan langsung mengusir semua orang itu. Tapi yang sedang di atas sana itu adalah bocah-bocah asuhan Maggie. Mereka semua punya maksud yang sama; menunggu padamnya cahaya. Jika Diego bisa lebih mendekat lagi, mungkin dia dapat mengenali wajah mereka semua satu per satu. Dan mampu menyebutkan nomor punggung mereka. Dan dia bisa mengingat dengan tepat di mana posisi bermain mereka semua. Kemudian Diego menyelinap melalui batangan logam di bawah bangku dan merunduk di bawah para pemain, sambil mendengarkan. Canterbury Christ kembali memulai serangan. Mereka terlihat tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dua gol melesat di gawang mereka bahkan belum ada dua puluh menit babak kedua berlalu. Apakah mereka sendiri yang terlalu lengah karena sudah merasa unggul? Ataukah Red Circle yang kembali pada performa terbaik mereka? Tak ada yang tahu kebenarannya. Yang jelas, kedua tim benar-benar sangat menggila pada pertandingan hari ini. Memberikan suguhan pertarungan yang dramatis. Kita sama-sama dipaksa untuk berdecak menelan ludah beberapa kali. Mengesampingka minuman kita. Membiarkan rokok kita terbakar habis tanpa terhisap. Kita sama-sama tak ingin melewatkan ada satu passing yang tak terekam mata kita. Pertandingan yang luar biasa. Kini Red Circle kembali mampu merebut bola.            Nelson mengecilkan volume boombox itu supaya mereka dapat menikmati salah satu saat-saat terbesar dalam sejarah pertandingan sepak bola Lambeth. Serangan balik itu dilakukan dengan kecepatan dan tempo kehati-hatian yang hebat. Penghadangan dan setiap gerakan dikoreografi James Maggie selama latihan berjam-jam pastinya. Ketika Denis Lennon dikawal ketat dengan dua orang pemain, tepat seperti apa yang diperkirakan sewaktu latihan. “Kita semua bertemu di kotak penalti. Dalam keadaan genting, kotak penalti menjadi area paling sensitif,” kata Maggie dulu, yang kerap diulang-ulang. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN