Dua Puluh

1094 Kata
Mereka berhenti menapak di jajaran batu nisan. Denis memutari beberapa nisan itu seperti hendak mencari sesuatu. “Ini,” katanya sambil menunjuk. “Doni van de Bek. Anggota Red Circle pertama yang tewas di Myanmar.” Nicki langsung menyorot batu nisan yang dimaksud. Terpampang foto Van de Beek di sana. Jika dilihat dari fotonya, tampak masih berusia enam belas tahun. Berpose bukan dengam mengenakan seragam militer Inggris, melainkan berbalut seragam merah-putih kebanggan Red Circle, bernomor punggung 11. Dilahirkan di dunia pada tahun 1950, dan tewas terbunuh pada tahun 1968. “Aku kenal dengan adik bungsunya,” ujar Denis. “Doni lulus pada bulan Mei, kemudian masuk dalam kamp pelatihan dasar pada bulan Juni. Tiba di Myanmar pada bulan Oktober, tewas terbunuh sehari setelah Festival Glastonbury. Ketika itu usianya mengingjak delapan belas tahun lebih dua bulan.” “Tepat dua tahun sebelum kita dilahirkan.” “Ya, seperti itu. Dan ada satu orang lagi yang masih belum bisa ditemukan. Seorang bocah kulit hitam, Bukayo Rowe. Orang itu dipastikan hilang bersama dengan tugas pada tahun 1970.” “Aku sedikit ingat tentang orang itu. Maggie pernah membicarakannya,” kata Nicki. “Ya, Maggie senang sekali dengan adanya bocah itu. Dan hingga kini, orang tuanya masih tetap menyaksikan setiap pertandingan, dan kau mungkin penasaran dengan apa yang ada di pikiran mereka.” “Aku sudah sangat bosan mendengar berita tentang kematian,” kata Nicki. “Sebaiknya kita pergi.” *** Nicki tak begitu ingat kalau ada sebuah toko buku di Lambeth, pun tempat untuk membeli espresso atau biji kopi mentah yang telah diimpor dari Vietnam. Berdasarkan sejarah Vietnam, bisa dianggap bahwa Dewa bermanifestasi pada satu biji kopi yang mampu memberikan kemakmuran dari segi ekonomi bagi Vietnam. Vietnam bisa disebut masih relatif baru dalam hal perdagangan kopi internasional, tapi dengan cepat dia menjadi salah satu pemasok kopi terbesar di dunia. Pada sekitar tahun 1980, Partai Komunis benar-benar mempertaruhkan ekonimi negara pada kopi. Dan sepuluh tahun berselang, produksi kopi di Vietnam pun meningkat 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Angka yang luar biasa. Nel’s Place saat ini menyediakan ketiganya, lengkap beserta majalah cerutu, buku-buku klasik, CD, greeting card, sebuah teh herbal yang entah diimpor dari mana, sup vegetarian dan serasi dengan roti isi. Juga terdapat sebuah tempat pertemuan untuk para penulis puisi dan penyanyi serta beberapa calon bohemian lokal. Tempatnya ada di sekitar alun-alun, tidak begitu jauh dari bank Denis, dalam bangunan yang menjual bahan pakan dan pupuk saat Nicki masih belia. Saat itu, Denis harus menangani pinjamin kredit, oleh karenanya Nicki menjelajah sendiri. Nelson Gallagher merupakan midfielder terburuk sepanjang sejarah sepak bola Red Circle. Dia tidak memiliki kemampuan long pass yang akurat. Kemampuan menggiring bolanya juga masih bermasalah dalam setiap sentuhannya. Dan umpan pendek yang sering kali tersendat. Seorang midfielder atau yang akrab disebut pemain gelandang dalam permainan sepak bola, minimal harus menguasai tiga teknik itu: passing-control, drible, dan long pass. Apabila ketiga teknik itu tidak benar-benar dikuasai, alangkah baiknya pergi ke running track dan berlari sepanjang hari di sana hingga kakimu patah. Dengan Nicki yang juga menjadi pemain gelandang serang, sosok yang seperti Nelson tidak begitu diperlukan. Beberapa kali kesalahan umpan dan ketidakhati-hatian dalam menggiring bola, membuatnya beberapa kali menciptakan blunder yang sangat merugikan tim. Dan kesalahan fatal itu adalah salah satu percikan yang paling sering ditonton melalui video oleh para pendukung. Leo pernah bersaksi bahwa pada suatu pertandingan, Nelson menggantikan Leo pada menit ke-70. Sedang Red Circle memimpin pertandingan dengan skor 1-0. Mereka hanya butuh beberapa menit lagi untuk memenangkan pertandingan. Kemudian dengan maksud memberikan nuansa beda dalam tim, Maggie memasukkan pemain yang lebih segar, dan Maggie memberikan kepercayaan pada Nelson untuk melakukannya, bersamaan dengan kondisi Leo yang memang sudah tidak memungkinkan karena kakinya mengalami kram. Pertandingan semakin sengit, lawan semakin percaya diri untuk terus menyerang karena merasa gelandang jangkarnya sudah ditarik keluar. Bencana terjadi di masa injury time, bola yang saat itu berada di kaki Nelson, dicuri oleh pemain lawan yang pada akhirnya menjadi gol. Akibat skor kedudukan imbang di babak kedua, maka pertandingan terpaksa memasuki perpanjangan waktu. Bersamaan dengan kondisi para pemain yang agak sedikit lelah. Karena mereka harus bertanding dalam beberapa ajang dalam satu musim. Ketika istirahat turun minum, Maggie menghadiahi Nelson dengan gelar control terburuk. Terburuk dalam tahun ini. Di kelas sepuluh, Nelson mencoba bermain sebagai libero—bek atau pemain bertahan—tapi dia tidak mau mengambil risiko dengan kepalanya, di mana posisi itu identik menghalau bola-bola tinggi menggunakan kepala. Di sisi lain dia juga benci melakukan sliding tackle. Di kelas sebelas, dia pernah mencoba menjadi striker, tapi masalahnya tetap saja, dia tidak mau ambil risiko dengan menghalau bola tinggi walaupun itu bisa saja membuahkan gol. Sedikit pemain Maggie yang pernah dikutuk dengan bakat minim seperti itu. Etalasenya dipenuhi dengan buku, iklan kopi, makanan siang. Pintunya berdecit, terdengar seperti suara genta bergemerincing, sejenak Nicki melangkah mundur menyusuri bau. Dan dia mencium keharuman sekilas, dan mendapatkan Nelson di sana, Dan tampaknya, dia sendiri yang mengelola tempat ini. Nelson terlihat sedang mengangkat setumpuk buku, melangkah di antara dua rak, dia tersenyum usai merasakan ada pelanggan yang mendekat ke arahnya. “Selamat pagi. Ada yang sedang kau cari…” Begitu melihat sosok yang ada di dekatnya, Nelson terpaku dan buku-buku yang semula berada di gempitan tangannya, berjatuhan ke lantai. “Andrea!” Dia menerjang dengan ekspresi yang tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya, sama seperti dia tidak percaya dengan gol pertamanya di tahun 1992. Keduanya berpelukan mesra. “Senang bisa bertemu denganmu lagi,” seru Nelson, dan sedetik kemudian matanya basah. “Senang juga bisa melihatmu,” balas Nicki yang agak malu-malu mengucapkannya. Beruntungnya, pada waktu itu, hanya satu pelanggan lain yang tersisa. “Sepertinya kau heran dengan anting-antingku, ya?’tanya Nelson sambil memunguti buku-bukunya yang jatuh di lantai tadi. “Well, ya, koleksimu lumayan juga.” Setiap daun telinga Nelson dikerumuni sekitar lima anting-anting perak. “Anting laki-laki pertama yang ada di Lambeth. Hebat, bukan? Dan ini...” Sambil mengibaskan rambutnya. “Ekor kuda laki-laki pertama yang ada di Lambeth. Juga pedagang tengah kota yang eksplisit mengatakan homo. Kau bangga padaku?” Nelson memamerkan semua itu. “Tentu saja. Kau terlihat begitu sehat.” Nelson memandangi Nicki agak lama. Dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, matanya memancar seolah dia habis menenggak secangkir espresso. “Gimana lututmu?” Pada akhirnya tatapan mata Nelson berhenti di lutut Nicki. “Hilang untuk selamanya. Tamat,” kata Nicki. “Aku mengingatnya.” Mata Nelson seolah memancarkan reaksi bahwa dirinya sedang menyelam ke masa lalu. “Kau mau kopi? Aku punya kopi dari Brasil yang rasanya sangat luar biasa.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN