“Di mana para pelatihnya?” tanya seseorang.
Leo hanya mengedikkan bahunya, tanda enggan menjawab—sebab dirinya sendiri pun tak tahu jawabannya. Dan pertanyaan tersebut juga lah yang merupakan pertanyaan besar yang ada di kepala para pemain yang diajukan sejak lima belas tahun silam dan belum pernah terpecahkan hingga saat ini di Lambeth. Tentu jelas para pelatih saat itu memboikot babak kedua, tapi mengapa?
Canterbury Christ memulai kick off babak kedua. Kalvin Foden langsung menendang bola kick off jauh langsung
menuju kotak penalti Red Circle. Tampaknya Lambeth mencoba bermain dari bawah. Tapi dengan cepat, para pemain dari Golden Spurs langsung memberikan pressing ketat. Nuansa sengit langsung terjadi di awal babak kedua ini. Meski dalam posisi tertinggal jauh, Red Circle masih gigih menjaga ritme permainannya. Bola hendak disalurkan ke tengah, berdiri di sana Andrea Nicki, tapi anak-anak Spurs berhasil menyerobot bola itu dengan cepat. Tampaknya mereka begitu percaya diri dengan keunggulannya. Spurs memulai tekanan di awal babak kedua. Tapi Leo menghadang dengan tangkas dan anak-anak Lambeth kembali berhasil merebut bola dari Golden Spurs, dan menguasainya dengan tenang. Ini akan menjadi menit yang krusial, pertama kalinya Red Circle hendak melakukan serangan pada pertandingan malam ini. Andrea Nicki tidak begitu terlihat permainannya, dia hanya sedikit berperan, tak seperti biasanya. Percobaan yang dia lakukan selalu digagalkan oleh para pemain Golden Spurs. Kini bola ada di kakinya.
“Sialan,” sahut seseorang.
“Pikirku dia akan berpihak pada kita.”
“Selalu begitu. Dia lebih senang jika kita yang memenangkan pertandingan.”
“Tunggu saja sebentar lagi,” kata Nelson.
Baru saja aku melihat lagi kondisi di bench pemain, masih belum tampak kehadiran James Maggie, juga para pelatih yang lain. Sekali lagi aku katakan, ini benar-benar aneh. Ke mana mereka? Kembali pada lapangan pertandingan, water break diberikan kepada setiap tim, dan Nicki mengumpulkan rekan-rekannya, berunding tanpa kehadiran sang pelatih di sana. Kemudian mereka kembali masuk pada lapangan permainan, para pemain menempati posisi masing-masing. Kali ini Lambeth menempatkan Lennon berada di sisi kanan, sedangkan Kalvin berada di sisi sebelah kiri. Tampaknya perubahan terjadi pada kubu Red Circle. Nicki kembali pada posisinya, gelandang serang. Dengan didukung Lennon dan Kalvin yang berada di sisi kanan-kiri. Permainan kembali dimulai, Red Circle memulai dengan umpan-umpan pendek. Mereka perlahan-lahan mencari celah menuju pertahanan Spurs. Awal permainan yang baik yang ditunjukkan oleh Red Circle. Mungkin mereka mulai bangkit.
“Man, dalam posisi unggul jauh seperti itu, mereka masih mengincar kaki-kaki kita,” kata Leo, suaranya agak terdengar pelan.
“Mereka mempunyai sekitar lima orang di antaranya sudah menandatangani kontrak untuk bermain pada Divisi Satu Regional,” kata Denis, dia terpaksa mengenang kembali mimpi buruk di babak pertama. “Empat di antaranya mereka yang berposisi sebagai pemain bertahan. Sedangkan Major League itu setara dengan Divisi Satu tingkat pelajar se-Inggris. Bayangkan jika mental mereka bersaing dengan para pemain yang umurnya sepuluh tahun di atas mereka.”
“Mengenai hal itu, kau tak perlu mengingatkan aku,” kata Nicki dengan datar.
Red Circle akhirnya bangkit. Gemuruh teriakan mereka ketika berunding terdengar luar biasa. Dengan semua pemain yang ada di bench, turut terbakar. Mereka datang. Nicki menguasai bola. Denis dan Kalvin mengiringi di kedua sisinya. Striker mereka membuka celah menjadi seperti benalu yang menempel pada dinding pemain bertahan Spurs. Nicki bergerak sangat cepat. Leo Silva berdiri mantap di belakangnya untuk menyambut bola rebound. Tapi tampaknya, Leo sedang beradu mulut dengan salah seorang punggawa Spurs. Tempo permainan yang menakjubkan. Lihat, Red Circle benar-benar bersemangat sekarang. Mereka saling mendukung satu sama lain. Umpan yang mantap dari kaki ke kaki. Pergerakan yang cepat dan teratur. Ini adalah pertanda baik. T
“Apa kau bilang, Leo?”
“Aku beritahu mereka bahwa jika mereka mendapatkan kaki, mereka akan membayarnya dengan darah di kepala.”
“Hei, kau kalah tiga angka tanpa balas.”
“Memang benar. Kami juga beberapa kali mendengar kalau Leo di babak kedua itu mulai beradu mulut dengan mereka,” kata Denis.
Nicki dalam posisi yang bagus. Melewati satu, dua pemain tengah dari Spurs. Kemudian dia menyodorkan pass kepada Denis. Nicki melesat ke depan. Leo mendekat meminta umpan. Dan ternyata itu hanya pengalihan saja, lalu dengan cepat Denis melesat melewati Left Back pemain Spurs. Kerja sama yang ciamik sekali. Denis terus menggiring masuk ke kotak penalti Spurs. Celah semakin sempit. Para pemain Spurs bergegas berkumpul di zona bertahan. Ruang semakin padat. Denis terdiam cukup lama. Sepertinya dia bingung, mau mengumpan atau mencoba untuk melakukan tembakan jarak jauh. Dan akhirnya dia lebih memilih untuk memberikan umpan silang, dan sayangnya dihalau oleh pemain bertahan Spurs. Bola bergulir ke tanah dan jatuh ke kaki Leo, si jangkar. Para pemain Spurs menyebar, menghadang Leo. Leo mengumpan ke Kalvin. Dan Kalvin hanya memberikan back pass. Kalvin melesat mencari celah ke depan. Situasi semakin runyam. Nicki mendekat meminta bola, sementara pemain Spurs terlambat mengikutinya. Nicki membalikkan badan hendak melakukan akselerasi. Tapi dengan cepat Mahrez menghadangnya. Mahrez adalah salah satu punggawa Spurs yang baru saja terikat kontrak dengan salah satu tim di Divisi Satu Regional, kemampuannya sudah melebih tingkat usianya. Tapi mampukah Nicki melewatinya? Strategi man to man marking yang sangat kokoh dari para pemain Spurs. Nicki masih menimbang. Ya, dia bergerak! Dia menggiring bola dengan kaki kirinya. Tubuhnya condong ke arah kanan, hendak melakukan akselerasi. Dengan cepat dia melakukan drible zig-zag dan mampu mengecoh Mahrez yang ada di depannya! Ya, dia mampu melewatinya! Kini dia semakin dekat ke kotak penalti, waktu terus berjalan. Sayangnya, pemain Spurs datang mengcover Mahrez yang berhasil dilewati. Nicki berhenti sejenak. Apakah dia akan menendang di titik itu? Akan sangat menyayangkan apabila mereka harus mengulang kembali serangan dari awal jika mereka tak mampu memanfaatkan momen ini. Oh, tampaknya dia lebih memilih mencukil bola itu melewati jangkauan kepala para pemain Spurs. Tapi untuk siapa umpan itu? Kalvin! Sejak kapan dia ada di sana?! Dia akan menyambar bola itu. Tapi apakah masih sempat? Penjaga gawang Spurs juga semakin dekat dengan bola. Apakah Lambeth akan mencetak angka pertama?! Dan Kalvin tetap berlari hendak menerjang bola itu untuk sebuah gol pertama! Dan gol! Gol dari Red Circle! Mereka telah kembali!
“Saat kita meraih angka waktu itu, lantas aku berpikir. Sebetulnya senang mencetak gol itu, tapi aku merasa kalau kami tak mungkin bisa mengejar orang-orang ini. Canterbury Christ terlalu bagus untuk kami.”
Nelson memelankan suaranya dan mengatakan, “Pada waktu itu sepertinya mereka gagal menerapkan offside trap.”
“Ya, salah satu pemain bertahannya tidak sejajar dengan rekan-rekannya. Mungkin dia telat,” kata Jurgen Klark.
Rafael mengatakan, “Menurutku tidak. Dia tidak merencanakan jebakan offside itu. Dia satu-satunya pemain yang waspada. Dia tahu bahwa Nicki akan mencukil bola itu. Jadi dia memilih untuk mundur terlebih dahulu dan mengabaikan garis offside.”
“Kau benar. Aku sendiri yang melihatnya. Dia satu-satunya pemain yang bereaksi ketika aku bahkan belum memikirkan akan mencukil bola itu,” kata Nicki.
Mereka membicarakan itu dengan wajah tegang. Seolah-olah pertandingan itu baru selesai satu jam lalu.
“Bagaimana bisa?”
“Dia melihat aku berlari menyelinap pertahanan mereka,” sahut Kalvin.