Tujuh

1473 Kata
Pulau buatan Palm Tree merupakan tempat yang pertama kali mereka kunjungi di Qatar. Mereka menginap di salah satu hotel di tempat wisata tersebut. Pemandangan yang sangat indah di malam hari sepanjang mata memandang. Di setiap gedung bertingkat dihiasi lampu yang berbeda antara gedung satu dan yang lainnya. Mereka akan beristirahat malam ini sebelum melanjutkan pekerjaan besok. Ada satu mall besar di tempat ini dan Zayn mengenal pengelolanya. Terlebih pamannya merupakan pemilik mall tersebut yang dia yakin akan mampu memudahkan jalan untuk Belva memasukki produk The R2 Company. Sesampai di lorong kamar hotel, mereka pun berpisah untuk masuk ke kamar masing-masing. Belva terpukau dengan pemandangan di hadapannya, gorden jendela sengaja dibukanya. Atmosfir tempat ini sangat berbeda dengan tempat-tempat yang pernah dia kunjungi sebelumnya. Belva menerima panggilan dari Renata yang langsung di loudspeaker karena dia mau membuka bajunya. “Ya, ini baru sampai kamar hotel,” ucap Belva. “Sudah makan malam?” tanya Renata. “Belum, nanti minta di antar ke kamar saja, aku mandi dulu ya,” ujar Belva yang diiyakan oleh Renata. Mereka memutuskan panggilan telepon itu. Belva menuju kamar mandi, menikmati kemewahan dari tempatnya mandi. Bathtub yang dia isi air dan juga dia taburkan parfum beraroma terapi untuk menenangkan saraf-sarafnya. Belva melepas pakaian terakhirnya yang menutupi tubuhnya. Dia mencelupkan kaki ke bathtub itu dan berendam. Rasanya nyaman sekali, mungkin dia akan tertidur dengan lelap malam nanti. *** Sama seperti nama tempatnya, bahkan di dalam Mall ini ada banyak pohon palm menghiasi setiap sisi. Design mall yang sangat mewah dan luas. Zayn dan Belva naik ke lantai teratas di mana terdapat kantor pengelola mall tersebut, juga ada ruangan khusus milik paman Zayn. Sayangnya sang paman masih ada urusan sehingga tidak bisa menyambut Zayn dan mengutus staff kepercayaannya untuk berbincang dengan Belva. Pria dengan brewok tipis di sekitar wajahnya tersenyum menyambut Zayn, sebagai keponakan pemilik mall tentu mereka pernah bertemu sebelumnya. “Apakah dia adik kamu? Wajah kalian mirip sekali?” tanya teman Zayn yang bernama Rasyid dengan bahasa arab. Belva hanya menyimak pembicaraan yang sebenarnya tidak dia mengerti itu. “Bukan, dia calon istri saya,” ucap Zayn seraya terkekeh. “Wah kapan kalian akan menikah? Apa dia berasal dari Turki sama sepertimu?” “Bukan, dia berasal dari Indonesia, dan kami masih merencanakan pernikahan kami jadi belum tahu waktunya.” “Yang penting ingat aku ya, aku akan datang ke pernikahan kalian,” ucap teman Zayn. “Zayn apa yang dia katakan?” bisik Belva. “Dia berkata wajah kita mirip seperti adik kakak, tapi selama di Indonesia aku pernah mendengar katanya kalau wajah sepasang kekasih mirip mungkin itu pertanda kalau kita jodoh,” kekeh Zayn membuat Belva mencibir dan menggeleng geli. “Aku putuskan akan jadi translator kalian,” ucap Zayn. Teman Zayn mengajak mereka duduk di ruangannya, Belva sudah mengeluarkan proposal dan menyiapkan slide presentasi untuk ditunjukkan ke teman Zayn tersebut. “Maaf sebelumnya, apakah kita bisa menggunakan bahasa inggris? Untuk mengurangi kesalahan dalam penyampaian?” tanya Belva dalam bahasa inggris. Dia khawatir jika Zayn yang menjadi translator ada beberapa hal yang mungkin sulit disampaikan dan menjadi missed komunikasi. “Sure, i can speak english,” ucap teman Zayn itu. Zayn hanya tertawa padahal tadi dia hanya ingin menggoda Belva namun teman Zayn rupanya tidak peka. Dan karena hal itu membuat Zayn mendapat tatapan sebal dari Belva. Belva dan Rasyid langsung membahas tujuan Belva datang ke mall tempatnya bekerja dalam bahasa inggris, percakapan mereka tampak lancar. Zayn mulai merasa jenuh, bertepatan dengan panggilan masuk dari pamannya yang mengatakan bahwa sang paman sudah berada di ruangannya dan meminta Zayn ke ruangan itu. Zayn berpamitan kepada Belva dan Rasyid untuk membiarkan mereka membahas beberapa hal, dan menuju ruangan orang nomor satu di tempat ini, ruangan yang sangat luas dan mewah. Pamannya memeluk Zayn dan mengajak Zayn duduk. “Di mana bibi?” tanya Zayn. “Bibi kamu sedang di Turki, ada acara pernikahan temannya,” jawab sang paman, mereka menggunakan bahasa arab dalam percakapannya. “Wah padahal aku merindukannya,” ucap Zayn. “Bibi kamu juga menyesali hal itu, dia sangat ingin bertemu calon istri kamu,” ucap sang paman. “Bibi akan terkejut melihatnya,” kekeh Zayn. “Kenapa?” “Bibi menyukai wanita berambut panjang, namun tidak dengan kekasihku, rambutnya di potong seperti laki-laki,” ucap Zayn. “Sepertinya kamu mau menabuh genderang perang ya?” goda pamannya. “Sedikit, wanita ini cinta pertamaku paman, dan aku tidak mau melepasnya lagi, aku akan memperjuangkannya apapun alasannya.” “Paman jadi penasaran ingin bertemu dengannya.” “Setelah presentasi, aku akan meminta dia ke sini,” ucap Zayn. “Kamu bersungguh-sungguh ingin menikah dengannya?” tanya paman Zayn. “Tentu, itu salah satu impian aku paman.” “Jika itu yang kamu mau, paman akan mendukung kalian, paman akan menyetujui permintaannya memasarkan produk perusahaannya, bahkan paman akan membantu mempromosikan ke kerabat paman, pemilik Mall di tempat lain di negara ini.” Zayn tersenyum senang dan mencium punggung tangan pamannya, “paman memang yang terbaik, Belva pasti akan jatuh cinta padaku,” tutur Zayn. “Dia belum mencintai kamu?” “Ehmm sudah, maksudku dia akan lebih mencintaiku setelah ini,” ralat Zayn untuk meyakinkan sang paman bahwa hubungannya dengan Belva serius. Setelah banyak berdiskusi dengan Rasyid, Belva pun di antar ke ruangan paman Zayn yang langsung menyambutnya dengan senyuman, paman Zayn sedikit terkejut melihat wajah Belva dan membandingkan dengan wajah Zayn. “Kamu yakin dia dari Indonesia? bukan berdarah Turki?” tanya sang paman. “Tentu dia dari Indonesia, memangnya kenapa?” tanya Zayn. Pamannya menggeleng dan tersenyum pada Belva. “Selamat datang dan mulai besok sepertinya kamu akan mulai langsung melakukan pekerjaan dengan staff saya,” ujar paman Zayn dalam bahasa inggris membuat Belva tersenyum senang. “Suatu kehormatan untuk saya bisa bekerja sama dengan bapak,” ujar Belva seraya membungkuk hormat. “Panggil saja saya paman, sebentar lagi kan kamu juga akan jadi keponakan saya,” ucap paman Zayn membuat wajah Belva bersemu sementara Zayn cengengesan dibalik punggung pamannya. Siang ini Zayn dan Belva makan bersama di salah satu restoran Mall. Memesan hidangan khas negara itu yang rasanya sangat memanjakan lidah Belva yang memang menyukai berbagai menu dari belahan dunia lain. “Zayn mulai besok mungkin aku akan sibuk membahas banyak hal dengan Rasyid,” ucap Belva. “Lalu?” tanya Zayn sambil menyuap makanannya. “Aku takut kamu bosan saja.” “Tenang saja, besok juga aku ada janji dengan beberapa klien, aku sudah jelaskan sebelumnya kan? karena itu, sebaiknya kita habiskan hari ini dengan berjalan-jalan. Banyak tempat yang ingin aku kunjungi dengan kamu,” ucap Zayn. “Boleh,” jawab Belva seraya tersenyum tipis. *** Ke Qatar tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi safari gurun. Karena itu Zayn mengajak Belva ke tempat yang didominasi dengan gurun pasir tersebut. Pemandu menanyakan kendaraan apa yang akan mereka naiki, ada unta, mobil khusus dan lain sebagainya. Dan Zayn tentu memilih naik ke punggung unta. Belva juga menyetujui ide itu. Di sore hari ini mereka berkeliling dengan unta tersebut sampai puas. Hampir malam mereka menuju Souq Waqif. Tempat itu merupakan tempat bersejarah yang kelestariannya masih diabadikan sampai sekarang. Pusat perbelanjaan tradisional ini memang merupakan destinasi wisata yang terus dipertahankan oleh pemerintah, meskipun di kelilingi bangunan tinggi dan mewah, namun tempat ini tetap dijaga designnya seperti dulu kala. Souq Waqif adalah pasar tradisional yang dituju para wisatawan untuk membeli oleh-oleh khas Qatar, beberapa orang menunggangi kuda terlihat berlalu lalang di tempat itu. Tidak melewatkan kesempatan, Belva membeli beberapa pernak pernik dan mencoba aneka makanan di tempat itu. Semakin malam mereka pun menuju The Corniche, udara malam yang segar membuat tempat itu kian terasa indah. Alam terbuka bebas yang memperlihatkan laut. Mereka berdua berjalan di sepanjang tepian pantai yang dibuat melengkung sambil menikmati suasana yang sangat romantis. Tempat ini cukup ramai dikunjungi wisatawan yang sebagian besar merupakan pasangan. “Setelah urusan kita selesai, kita wajib ke Burj Khalifa. Kamu tahukan gedung pencakar langit tertinggi yang menjadi icon negara ini?” ujar Zayn. “Ya aku pernah mendengar sejarahnya, dulu karena pembangunan gedung itu Qatar sampai terlilit hutang yang sangat besar. Namun mereka beruntung karena gedung itu menarik para wisatawan dan membuat negara ini terlepas dari hutang. Salut dengan arsitekturnya, bisa-bisanya berpikiran membangun gedung tertinggi di dunia,” ucap Belva sambil menggeleng. “Mereka melewati krisis dengan baik, sama seperti roda kehidupan yang terus berputar,” ucap Zayn, tangan mereka tak sengaja bersinggungan ketika berjalan, jemari kelingking Zayn menyentuh kelingking Belva, tak ada penolakan ketika jemari kelingking mereka bertaut. Hingga Zayn memberanikan diri menggenggam tangan Belva. Dia tidak akan di smackdown di tempat ramai ini kan? Belva terus berjalan meski bibirnya mengatup, merasakan debaran jantungnya yang berpacu cepat ketika jemari besar itu menggenggam tangannya. Apakah ini kenyamanan yang selama ini didambakan Belva? Mengapa rasanya dia tak mau melepas genggaman tangan ini? Jemari mereka diciptakan untuk saling menggenggam erat. ***      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN