7. SOLID

1545 Kata
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Lirih terdengar ucapan salam berulang dalam ruang sempit serba berbahan kayu itu sebagai pertanda jika seseorang telah menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Pria itu mengubah posisi duduknya dari tahiyat akhir menjadi bersila setelah kedua tangannya mengusap wajah. Sayup terdengar suara merdu dari bibir pria bernetra hazel itu kala melantunkan kalam-kalam ilahi dengan penuh penghayatan. Doa-doa itu bergulir indah sebagai hadiah untuk orang-orang yang disayanginya. Tok tok tok "Mas Dokter, Mas Dokter!" Suara ketukan pintu yang berulang mengharuskan Azka untuk segera mengakhiri rayuannya pada Sang Pencipta. Pria itu bergegas bangkit dari atas sajadahnya yang tergelar di atas tikar berbahan daun pandan. Lalu segera menuju pintu. "Ada apa Joko?" ujar pria itu menyambut kedatangan pria yang mengetuk pintu rumahnya, Azka menatap heran pria bernama Joko yang terlihat panik dengan napas memburu di hadapannya. "Anu Mas, emmm Mbak Ratih perutnya sakit. Sepertinya dia akan segera melahirkan," terang Joko dengan terbata. "Sebentar saya ambil peralatan medis dulu," jawab Azka dengan tenang. Dengan cepat Azka melepaskan sarung dan peci lalu meletakkan di atas amben. Joko yang tengah menunggu Azka di ambang pintu tak lepas memperhatikan gerak-gerik Azka yang terlihat tenang. Tak seperti dirinya yang diselubungi rasa panik yang berlebihan. "Kata Pak Wanto urusan persalinan biasanya ada bidan dusun sebelah yang menangani kan?" ujar Azka seraya menutup pintu rumahnya. Tampak luar ia memang terkesan tenang tapi di dalam hatinya justru kebalikannya. Azka gusar karena ini adalah kali pertama dirinya akan membantu persalinan secara mandiri. Dulu saat masih dalam masa koas ia sering terlibat dalam proses persalinan secara sesar, hanya sebagai asisten bukan dokternya. Maka tak heran jika Azka merasa gugup dan gusar karena sebentar lagi ia akan menangani proses persalinan normal secara langsung. Tanpa asisten ataupun tenaga medis yang lain. "Bidan yang biasa menolong warga melahirkan sedang pergi ke kota untuk mengikuti pelatihan. Jadi kami bingung harus meminta tolong kepada siapa lagi selain Mas Dokter," jawab Joko yang mulai melangkahkan kaki bersama Azka. "Anisa, mari ikut kami. Saya membutuhkan bantuan kamu," ujar Azka saat melihat Anisa ke luar dari dalam rumah. Gadis itu terlihat bingung tetapi mematuhi ucapan Azka. Ada perasaan sedikit lega di hati Azka saat melihat Anisa. Karena kehadiran Anisa nantinya pasti akan membantunya. Kalau bukan karena sumpahnya sebagai dokter pastilah Azka akan menolak. Di Kota, hanya dokter spesialis kandungan dan bidan yang menangani proses persalinan. Sedangkan Azka baru akan menjalani pendidikan dokter spesialis kebidanan dan kandungan setelah masa pengabdiannya di dusun terpencil tersebut usai. Langkah lebar Azka dan Joko membuat Anisa tertinggal beberapa meter. Kaki kecilnya tentu saja tidak mampu mengejar langkah dua pria dewasa di depannya. Bahkan hanya demi mengurai jarak, Anisa harus berlari kecil dengan napas ngos-ngosan. Hingga tak lama sampailah mereka pada sebuah rumah kecil yang tentu saja senada dengan rumah warga sekitar, serba berbahan kayu. Tampak seorang lelaki yang Azka ketahui sebagai suami dari perempuan bernama Ratih yang kini tengah menahan rasa sakit demi buah hati pertama mereka berjalan mondar-mandir di depan rumah menunggu kedatangannya. "Silahkan masuk Mas Dokter, Ratih ada di dalam!" sapa pria itu dengan wajahnya yang pucat karena panik dan khawatir akan keadaan istrinya. Azka menganggukkan kepala lalu sedikit membungkukkan tubuh demi masuk ke dalam rumah tersebut yang ikuti oleh Wahyu. "Anisa ikut saya masuk!" panggil Azka. Gadis itu terdiam dengan tatapan bingung ke arah pria besar itu lalu menunjuk pada dirinya sendiri. "Iya kamu Anisa, bantu saya!" tegas Azka yang seketika membuat Anisa melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah dengan terpaksa. Wajah Anisa seketika berubah pucat pasi saat melihat wanita tak berdaya di atas amben tengah merintih kesakitan sembari memegang perut besarnya. Azka segera meletakkan tasnya di atas meja lalu mengeluarkan peralatan medis untuk memeriksa kondisi Ratih. segera melakukan tindakan dengan mengukur tekanan darah, denyut nadi, dan suhu tubuh serta memeriksa detak jantung janin dalam rahim Ratih. Namun, saat Azka hendak melakukan pemeriksaan panggul, untuk mengetahui sampai sejauh mana proses kontraksi ia sedikit ragu. "Anisa sini!" panggil Azka yang masih tak berhasil membuat Anisa tak bergeming di tempatnya. "Anisa jangan diam saja di situ!" Suara bernada tinggi milik Azka sukses menarik kesadaran Anisa. "Iya, iya apa yang bisa saya bantu Mas Dokter?" Anisa tergugu seraya mendekati amben tempat Ratih berada. "Kamu buka kedua kaki Bu Ratih. Lalu tekuk, setelah itu perhatikan di dalamnya," titah Azka yang kini mengambil posisi di samping Ratih. "What?" pekik Anisa tak percaya. "Tidak, saya tidak bisa Abang!" jujur Anisa dengan kedua tangan terangkat menolak perintah Azka. Tampak kedua tangan mungil itu bergetar hebat dengan keringat mulai memenuhi dahinya. "Tolong, sakit!" rintih Ratih seraya menatap penuh iba pada Anisa. Gadis itu menggelengkan kepala secara berulang. "Lakukan perintah Abang!" titah Azka lembut tetapi penuh penekanan sembari menatap dalam ke manik hitam legam milik Anisa. "Ok ok. I will do it," kesal Anisa lalu segera mengikuti instruksi Azka untuk membuka kedua kaki Ratih. Terlihat beberapa kali Anisa menarik napas dalam seraya menutup mata rapat sebelum benar-benar melihat jalan lahir milik Ratih. "Apa yang kamu lihat?" Azka menatap Anisa yang tengah menatap ke dalam jalan lahir Ratih dengan ekspresi ngeri. "Maksud Abang? Ya jelas itu..." aku Anisa seraya mengalihkan pandangannya pada Azka dengan tatapan tajam. Bagaimana mungkin Azka menanyakan sesuatu yang ada di dalam kain penutup tubuh bagian bawah Ratih. Azka menepuk dahinya dengan keras. "MasyaAllah Anisa bukan itu maksud Abang." Azka kesal sekaligus mengakui kebodohannya dalam hati. Mana mungkin gadis belia itu mengerti dengan semua perintahnya, Anisa hanya gadis biasa dan pasti minim pengetahuan tentang medis. "Apa sudah ke luar cairan bening?" sambung Azka sembari segera memutus perdebatan dalam hatinya. "Iya Bang, udah, trus ini gimana?" kesal Anisa yang justru terdengar manja di telinganya. Azka terdiam sejenak kala menyadari panggilan Abang meluncur dari bibir gadis itu. Hatinya menghangat seketika. "Abang kok malah bengong sih!" panggilan Anisa kali ini berhasil menyadarkan Azka. "Fase transisi," gumam Azka lalu mengalihkan tatapannya dari wajah cantik Anisa ke arah Ratih. "Ikuti instruksi saya ya Bu?" Wanita bernama Ratih itu menganggukkan kepala dengan cepat. "Tarik napas dalam-dalam. Hembuskan secara perlahan melalui bibir." Sekuat tenaga Ratih mengikuti instruksi Azka. "Bagus, ibu ulang lagi." "Tolong jangan mengejan dulu, ikuti sesuai instruksi saya!" Azka mencegah Ratih saat hendak mengejan. "Apa Bu Ratih merasa mulas dan ingin buang air besar?" ucap Azka yang hanya mendapatkan anggukan kepala Ratih. Wahyu yang sedari tadi memperhatikan kedua orang yang tengah menolong istrinya hanya bisa mematung dengan tak henti berdoa untuk keselamatan istri dan buah hatinya. "Anisa apa kamu melihat kepala bayi mulai kelihatan?" Anisa terkejut karena malah memperhatikan Ratih yang tengah kesakitan. "Eh... Iya Bang. Kelihatan. Kelihatan!" girang Anisa yang langsung membuat Azka melakukan tindakan cepat. "Bu Ratih tenang, tetap tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Sebentar lagi, tolong jangan mengangkat tubuh biar tidak terjadi perobekan pada servik." Azka berpindah posisi di sisi Anisa, mengecek sendiri kondisi Ratih. "Kamu tetap di sini!" sergah Azka saat Anisa hendak berpindah posisi. Azka menatap ke dalam jalan lahir Ratih. "Tahan dulu." Azka berucap seraya menatap Ratih. "Tarik napas. Hembuskan. Tarik napas. Hembuskan. Sekarang lakukan!" Ratih mengejan sesuai instruksi Azka dan tak lama suara tangisan bayi menggema memenuhi rumah sempit tersebut. "Alhamdulillah!" Ucapan hamdalah terdengar bersahutan dari dalam maupun luar rumah. Para saudara dan tetangga yang menunggu di halaman rumah turut merasakan kebahagiaan yang luar biasa setiap kali menyambut kehadiran warga baru di dusun mereka. Azka mengisap darah, lendir, serta cairan ketuban dari mulut dan hidung bayi dengan alat khusus. Tangisan bayi yang tadinya terdengar serak kini terdengar melengking. Lalu setelah tubuh bayi ke luar sempurna Azka meletakkan bayi itu ke atas d**a Ratih untuk melakukan inisiasi menyusui dini. "Ambilkan itu!" Azka menyenggol bahu Anisa yang masih terpaku pada bayi merah tersebut. "Maaf." Anisa segera mengambil peralatan yang dibutuhkan Azka. Selama melakukan inisiasi menyusui dini Azka mengeluarkan plasenta beserta darah dari dalam rahim Ratih. Dengan membaca basmalah Azka memotong dengan gunting tali pusar bayi tersebut lalu menyerahkan pada Anisa untuk di bungkus kain. Bu Narti masuk dengan tergopoh-gopoh untuk membantu Anisa. Sedangkan Azka kini tengah membersihkan darah di tubuh Ratih. "Bu Tolong." Azka menunjuk kain bersih untuk menggantikan kain penuh darah yang menutupi tubuh Ratih. Anehnya, Azka yang awalnya panik dan bingung kini justru tampak tenang dan cekatan melakukan penanganan medis. "Bu Narti biar Pak Wahyu mengumandangkan azan terlebih dulu pada si bayi," ucap Azka seraya melepaskan pelindung dari kedua tangannya. Azka berjalan menuju kamar mandi yang berada di belakang rumah untuk membersihkan diri lalu tak lama kembali masuk ke dalam rumah. "Pak Wahyu ini tolong dibersihkan!" Azka menyerahkan plasenta yang telah berada dalam kendil untuk dibersihkan. Laki-laki itu tersenyum menerima kendil berisi plasenta dengan binar bahagia yang terpancar dari kedua matanya. Di suasana bahagia itu tanpa semua orang sadari seorang gadis tengah membisu dengan wajah pucat pasi. Setelah kelahiran bayi tadi mendadak keringat bercucuran di tubuh Anisa. Aroma anyir yang menyengat masuk ke dalam indera penciumannya tiba-tiba menghadirkan rasa sakit yang luar biasa di kepala hingga secara perlahan tubuh gadis itu terasa melayang bersama kegelapan yang menyergap kesadarannya. ________________&&&________________ Jadwal update 3 cerita on-going di bulan April 2021. 1. My Sexy Doctor : Senin-Selasa 2. Night With(out) You : Rabu-Kamis 3. Second Marriage : Jumat/Sabtu Jangan lupa follow and tap love.Oya insyallah 3 cerita ini akan aku update secara gratis hingga tamat. Kecuali sistem yang mengunci. Komentar kalian adalah mood booster aku untuk menulis. Jadi jangan sungkan-sungkan meninggalkan jejak pada setiap part yang aku update. Thanks you for my beloved readers.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN