Sacha meletakkan tubuh mungil Lia di atas kasur dengan gerakan begitu pelan, seolah dia tahu bahwa Lia adalah sebuah kaca yang mudah retak seperti hatinya. Lelaki mengambil gawainya di atas nakas lalu melihat ada pesan singkat dari Inez, namun Sacha mengabaikannya. Lelaki itu memilih mengabari dokter Agnia. “Ke rumah secepatnya, Lia pingsan lagi.” Lalu Sacha memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. Sacha mendudukan tubuhnya lalu menghela napasnya pelan saat melihat wajah cantik Lia yang pucat pasi. Di dalam hati lelaki itu terselip rasa kasihan, namun perasaan itu buru-buru ditepisnya. Tidak berselang lama. Agnia pun datang dengan peralatan medis yang dibawanya. Sacha langung mengantarkan wanita itu ke dalam untuk memeriksa keadaan Lia. “Maaf, bisa kamu keluar sebentar?” pinta