Keras Kepala

1050 Kata
Kevin pun bertanya, "Daddy! Apa itu, calon bundaku?" Saat itu Kev Baru bangun tidur dan ia belum sadar sepenuhnya. Keyra yang mendengar pertanyaan dari anak kecil itu pun langsung menatap tajam ke arah Anggara. Anggara pun menyadari tatapan itu dan menjawab, "Oh, bukan Kevin. Tante ini hanya teman Daddy." Keyra merasa lega mendengar jawaban Anggara. Ia tidak ingin disalahpahami sebagai calon istri Anggara. Kevin pun menunduk kecil, "Ya sudahlah, kalau begitu. Tapi semoga Daddy nanti bisa memberikan aku bunda ya." Anggara pun tersenyum dan mengangguk. Setelah itu, Kevin pun langsung pergi dari kamar, meninggalkan suasana yang sedikit canggung di antara Anggara dan Keyra. Keyra mengambil pakaiannya yang tidak jauh dari sana. Lalu ia mengatakan kepada Anggara bahwa saat itu ia akan pulang. Namun, Anggara mencoba mencegahnya karena masih pagi, sekitar pukul lima pagi. Keyra tetap bersikeras, "Aku harus cepat pulang karena aku harus segera bersiap-siap untuk bekerja lagi," ucapnya. Anggara pun tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Masih terlalu pagi untuk bekerja. Kamu diamlah di sini, sarapan dulu di rumahku. Aku tidak akan berani macam-macam dan tidak akan menuntut bayaran dari kamu sepeser pun. Kamu harus mengerti, ini masih terlalu pagi untuk pergi," ucap Anggara. Namun, Keyra tetap bertanya ragu, "Benarkah gratis? Kamu tak akan meminta ganti rugi atau bayaran?" Anggara langsung mengangguk, "Ya, tentu saja. Kamu mandi saja. Baju sudah aku siapkan, dan nanti kita sarapan bersama anakku." Keyra tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya, "Kamu sudah punya anak? Bagaimana dengan istrimu? Pasti dia sangat marah kalau mengetahui aku ada disini," ucap Keyra dengan nada khawatir. Anggara dengan tegas menjawab, "Istriku sudah tidak ada, jadi jangan banyak alasan. Cepatlah mandi dan berganti pakaian. Kamu sudah memakai pakaian itu sejak semalam." Setelah itu, Anggara meninggalkan kamar itu, memberikan Keyra waktu untuk bersiap-siap dan membersihkan diri. Setelah Anggara keluar dari kamar, Keyra pun berpikir sendiri. "Tadi katanya istrinya sudah tidak ada, berarti dia seorang duda yang ditinggal meninggal dong. Ah, biarlah gak penting. Lebih baik aku mandi aja sekarang," ucap Keyra sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Di sisi lain Anggara masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan yang agak berkecamuk. "Seharusnya tadi aku bilang saja kepada Kevin jika Keyra itu adalah calon bundanya. Ah, bodoh sekali aku. Nanti saja lah, aku akan mengejar cinta Keyra. Semoga saja Keyra tertarik dan berpikir ulang untuk tidak menolak aku," gumamnya sendiri sambil berjalan ke arah jendela, merenungkan langkah apa yang sebaiknya diambil selanjutnya. Setengah jam kemudian Keyra keluar dari kamar tamu, sudah siap dengan pakaian yang sama seperti semalam. Diwaktu yang sama Anggara yang akan mengajak Keyra sarapan melihatnya dan langsung menegurnya, "Kenapa kamu memakai pakaian yang sama dengan semalam? Aku kan sudah menyiapkan pakaian untukmu," ucap Anggara. Keyra pun langsung menggeleng, "Tidak. Saya ingin memakai pakaian saya saja. Saya tidak mau terus memiliki banyak hutang. Uang 100 juta saja belum saya transfer, sepeser pun. Bagaimana dengan saya memakai pakaian yang disediakan?" ucap Keyra dengan tegas, membuat Anggara semakin kesal. Ia merasa gemas karena Keyra sangat keras kepala. Anggara pun berkata, "Itu baju kan sudah kotor." Keyra menjawab, "Tidak apa-apa. Aku akan pulang dulu untuk berganti pakaian sebelum berangkat kerja." Anggara mengangguk, "Ya sudah, kalau begitu. Ayo, kita sarapan bersama. Anakku sudah menunggu di meja makan." Keyra pun bertanya dengan ragu, "Beneran gratis makanannya, ya?" Anggara menjawab, "Iya, ayo cepat." Keyra mengikuti Anggara hingga keduanya masuk ke ruang makan, dan benar saja, di sana sudah ada Kevin menunggu mereka. "Daddy, lama sekali sih," tanya Kevin tanpa ragu. Anggara pun menjawab pertanyaan dari anaknya, "Iya, Daddy kan harus bersiap-siap dulu." Kevin yang tak sabar langsung berkata, "Daddy, cepatlah. Aku lapar!" Setelah itu, Keyra duduk tepat di depan Kevin, sementara Anggara duduk di antara keduanya. Keyra melihat ada roti berbagai macam selai dan segelas s**u di atas meja. Keyra pun berkata dalam hati, 'Tidak ada nasi di sini. Sepertinya aku benar-benar harus pulang secepatnya. Aku tidak bisa sarapan kalau tidak makan nasi.' Lalu, Anggara, Kevin, dan Keyra pun mulai sarapan bersama. Keyra tampak canggung di sana, namun melihat sikap kekanak-kanakan Kevin, Keyra pun merasa lebih nyaman dan tidak lagi merasa canggung. Keyra melihat sekeliling rumah yang begitu besar ini dan terfokus pada fakta bahwa rumah sebesar ini hanya dihuni oleh dua orang, yaitu Anggara dan Kevin. Saat Anggara masih makan sarapannya, Keyra melihat bahwa Kevin sudah selesai dan hendak pergi ke sekolah. Seorang pengasuh muncul dan memanggil Kevin untuk berangkat, dan Kevin pun berpamitan dengan Anggara dan Keyra. Mereka semua memberikan Kevin salam perpisahan, sambil tersenyum melihat keceriaan anak laki-laki itu. Kevin pun segera berangkat dengan pengasuhnya menuju sekolah. Keyra dan Anggara pun ditinggalkan dalam suasana yang lebih tenang setelah kepergian Kevin. Setelah Kevin pergi, Anggara memutuskan untuk berbicara kepada Keyra. Dengan penuh kerendahan hati, Anggara menawarkan untuk mengantarnya pulang. "Keyra, saya akan mengantarmu pulang." Namun, Keyra dengan tegas menolak tawaran tersebut. "Terima kasih, Tuan. Saya akan pulang sendiri dan tidak ingin merepotkan Anda," tegas Keyra. Anggara merasa sedikit kecewa karena penolakan tersebut, namun ia berusaha tetap menjaga ketenangan. Ia menghormati keputusan Keyra, meskipun dalam hatinya ia merasa agak bingung dengan sikap gadis itu karena terus saja menolaknya. "Mungkin kamu bisa pertimbangkan tawaranku lain kali. Tapi bagaimanapun, aku menghormati keputusanmu," kata Anggara dengan tenang. Keyra hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan, dan suasana pun kembali tenang di antara mereka. Melihat Keyra begitu tegas menolak, Anggara merasa perasaannya semakin rumit. Meskipun dalam hati ia merasa sangat kesal dan frustasi karena tidak tahu bagaimana caranya mendekati Keyra, ia sadar bahwa menunjukkan kemarahannya hanya akan membuat segalanya semakin rumit. Ia ingin menjaga agar tidak semakin menjauh dari gadis itu. Dengan usaha besar, Anggara mencoba meredakan perasaannya yang memuncak. Ia mengambil napas dalam-dalam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan nada tenang, "Baiklah, Keyra. Jika itu keputusanmu, aku akan menghormatinya. Maaf jika aku terlalu insis untuk membantu." Keyra merasa kehadiran Anggara begitu mengganggu, tetapi melihat sikap Anggara yang mencoba menjaga ketenangan, ia juga merasa harus mengendalikan emosinya. "Terima kasih atas pengertiannya, Tuan. Saya benar-benar bisa mengurus diri sendiri," kata Keyra dengan suara datar, mencoba menahan perasaan kesalnya. Mereka berdua akhirnya saling mengangguk, dan suasana kembali menjadi sepi. Meskipun dalam hati mereka berdua penuh dengan perasaan yang rumit, mereka berusaha menjaga ketenangan dan tidak menciptakan ketegangan yang lebih besar di antara mereka. Setelah menghabiskan sarapannya, Anggra berkata pada Keyra, "Aku ada satu permintaan dan kamu tak boleh menolaknya." Keyra menatap Anggara dengan tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN