Keyra mengusap kepalanya karena merasa pusing, "dasar om om aneh!"
"Ah. Ingin sekali aku segera sampai di rumah dan merebahkan tubuhku di atas ranjang."
"Keyra." Ia segera menoleh dan terkejut melihat Anggara berdiri di depannya.
Jika tadi di restoran Anggra memakai setelan jas, kali ini Anggara mengenakan kaos berkerah. Tanpa ragu, Anggara berkata pada Keyra, "Ayo, biar aku mengantarmu pulang."
Keyra berdiri dengan wajah tak senang, dan ia menggeleng, "Tidak usah."
Anggara menegaskan bahwa ini bukan tawaran, "Ini bukan tawaran. Aku sudah datang ke sini, sudah jauh-jauh. Tidak boleh ditolak."
Keyra menebalkan bibirnya dengan ekspresi tidak senang, merasa kesal karena Anggara datang lagi dan mengganggu kehidupannya.
Keyra melihat bus yang dia tumpangi masih diperbaiki. Ia mendekati kondektur bus dan bertanya, "Berapa lama lagi perbaikannya?"
Kondektur itu menjawab, "Kalau seperti ini, mungkin akan sangat lama."
Keyra mengangguk dan menjauh dari bus. Ia kemudian mendekati Anggara yang ada di dekatnya. Keyra merasa bahwa ia sebaiknya pulang karena sudah larut malam. Keyra berkata dalam hati, "Sepertinya aku memang harus segera pulang. Sudah terlalu larut malam untuk berada di luar rumah."
Anggara tanpa ragu langsung menarik tangan Keyra, "Ayo, masuk ke dalam mobilku."
Keyra sedikit terkejut oleh tindakan tegas Anggara, namun ia akhirnya mengikuti dan masuk ke dalam mobilnya.
Setelah tarikan tangan Anggara, Keyra kini berada di dalam mobil mewah Anggara. Keyra memegang sandaran tangan di belakang dan melihat ke sekitar interior mobil yang sangat mewah. Ini adalah kali pertamanya dia menaiki mobil sekelas ini. Keyra merasa agak canggung.
Anggara kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk dibalik kemudi. Dia langsung bertanya pada Keyra, "kemana kamu akan pulang? Di mana rumahmu?"
Keyra memikirkan jawaban dan ingat bahwa ia sudah meminta izin untuk menginap di rumah bibinya pada Adam kakaknya. "Ke taman kota saja, aku pulang ke daerah sana," jawab Keyra.
Anggara mengangguk dan mulai mengemudikan mobilnya. Meskipun ke taman kota terletak cukup jauh dari lokasi, Anggara tetap bersedia mengantarkan Keyra.
Di dalam mobil, Anggara pun bertanya pada Keyra, "Siapa namamu? Nama lengkapmu, ucapannya."
"Namaku Keyra Adila," jawab Keyra.
Anggara pun menjawab, "Namaku Anggara. Berapa usiamu?" katanya.
Keyra menjawab, "Aku 22 tahun."
Anggara menjawab, "Oh, oke. Usia kita tidak jauh berbeda, ya?"
Jawaban Anggara membuat Keyra mengerutkan kening dan melihat ke arah Anggara dengan ekspresi heran. "Memangnya om berapa tahun sebetulnya?" tanya Keyra.
"Om sepertinya sudah cukup tua," tebak Keyra tanpa ragu.
Anggara mengerutkan kening.
"Aku ini masih muda, baru mau mencapai kepala empat," lanjut Anggara dengan nada lega, sementara Keyra merasa geli oleh pernyataan Anggara. "Sudah kuduga," ucap Keyra dalam hati dengan sedikit sindiran.
Anggra hanya sedikit tersenyum. Keyra tak memungkiri jika lelaki di samping itu sudah punya usia cukup matang.
Karena sangat lelah dan mengantuk, Keyra pun menguap beberapa kali. Anggara menyadari hal itu, namun ia tidak mengatakan apapun.
Beberapa saat kemudian, Keyra tertidur. Anggara tersenyum dan tidak berniat untuk membangunkannya. Ia menepikan mobilnya dan sedikit menggeser jok mobil ke belakang sehingga Keyra bisa tidur dengan nyaman di sana.
Anggara melihat wajah tenang Keyra dalam tidurnya dan memperhatikan kecantikan alami gadis ini tanpa makeup. Meskipun Keyra terlihat cuek dan memiliki gaya tomboynya, Anggara merasa ada hal yang menarik pada dirinya yang apa adanya.
Setelah memastikan posisi Keyra nyaman, Anggara kembali duduk di belakang kemudi dan melanjutkan perjalanannya.
Ketika ia tiba di taman kota, ia berpikir bahwa tidak akan benar jika ia membangunkan Keyra yang baru saja tidur beberapa menit.
"Lebih baik aku bawa gadis ini pulang saja."
Dalam perjalanan menuju rumahnya, Anggara langsung menelpon seorang pegawai di rumahnya.
"Siapkan kamar tamu paling luas dan pakaian perempuan."
Pegawai itu dengan cepat menjawab,"Siap, Tuan."
Setelah itu, Anggara menutup teleponnya dan melirik sebentar ke arah Keyra. Beberapa menit kemudian, mobil mewah Anggara memasuki gerbang masuk rumahnya yang megah.
Setibanya di rumah, Anggara langsung menggendong Keyra ke kamar tamu yang telah dipersiapkan oleh pegawainya. Di sana, semua yang diperlukan untuk Keyra sudah tersedia, termasuk pakaian tidur dan perlengkapan lainnya. Anggara dengan lembut menidurkan Keyra di atas ranjang yang luas dan mewah.
Ia melihat Keyra yang tertidur, dan tanpa ragu membuka sepatunya serta menutupinya dengan selimut. Anggara merasa aneh dengan dirinya sendiri, karena tindakannya ini begitu berbeda dari kebiasaannya. Ia bahkan dengan rela membantu seorang wanita.
Anggara berjalan ke tepi ranjang, dan dengan lembut berkata, "Selamat tidur," lalu meninggalkan kamar tamu dengan perasaan campur aduk. Keyra tersenyum dalam tidurnya, menarik selimut lebih erat hingga ke leher.
Keesokan paginya Keyra mengerjapkan matanya perlahan-lahan, dan saat matanya terbuka sepenuhnya, ia merasa sangat terkejut. Kekhawatiran menghampirinya saat ia menyadari bahwa dirinya berada di dalam sebuah kamar yang tidak dikenalnya. Ia merasakan kepanikan menggelitik di dadanya.
Panik semakin memenuhi dirinya, dan Keyra pun menundukkan tubuhnya. Ia melihat sekeliling kamar dengan penuh kebingungan, mencoba mengingat apa yang telah terjadi.
"Di mana aku?" ucap Keyra dengan suara yang agak gemetar, mencoba mencari jawaban atas situasi yang membingungkannya. Keyra, yang baru saja bangun, memilih untuk turun dari ranjang dengan perasaan bingung. Seiring ingatannya kembali, ia mulai mengingat kejadian semalam, di mana ia diantar pulang oleh Anggara.
Keyra melihat ke arah pakaiannya yang masih utuh dan rapi. Rasa lega seakan membanjiri dirinya, "Semoga tidak ada yang terjadi semalam. Aku benar-benar takut." Keyra merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat saat merenungkan kejadian semalam. Ia menyesali keputusan untuk menyetujui permintaan Anggara untuk mengantarnya pulang.
"Seharusnya aku menolak saja permintaan Om 100 juta itu. Bisa saja kan dia melakukan hal yang tidak-tidak," batin Keyra dengan ketakutan di pikirannya. Ia merasa cemas dan terus mengulang-ngulang dalam pikiran mengenai situasi yang baru saja dialaminya dengan Anggara.
Tiba-tiba, seseorang membuka pintu kamar, dan Keyra langsung menoleh ke arah pintu. Di sana, terlihat Anggara yang masih mengenakan piyama tidur. Wajahnya terlihat seperti baru bangun tidur, dan rambutnya yang masih acak-acakan tampak sangat lucu di mata Keyra. Keyra mencoba menahan senyumnya, Keyra merasa sedikit tersenyum di dalam hati.
"Apa, Om? Macam-macam padaku?" tanya Keyra pada Anggara dengan sedikit kecurigaan. Anggara menggelengkan kepalanya dan mendekati Keyra, "Kamu tenang saja. Aku tidak berbuat apa-apa padamu. Semalam, kamu tidur, dan aku tidak tega untuk membangunkan kamu. Jadi aku bawa pulang saja," ucap Anggara seakan-akan Keyra adalah suatu barang yang bisa dibawa pulang.
Tiba-tiba, saat percakapan serius berlangsung, pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan seorang anak kecil masuk dengan riang. "Daddy!" seru anak laki-laki berusia tujuh tahun itu dengan wajah ceria.
Anggara tersenyum pada anaknya, Kevin.
Kevin pun bertanya, "Daddy! Apa itu, calon bundaku?"