Setelah menghabiskan sarapannya, Anggara memiliki permintaan yang cukup unik untuk Keyra. "Aku ada satu permintaan, dan kamu tak boleh menolaknya," kata Anggara sambil tersenyum. Keyra memandang Anggara dan bertanya, "Apa? Asal jangan macam-macam saja."
Anggara melanjutkan, "Begini. Mulai detik ini, jangan panggil saya 'Tuan', panggil saya 'Om' saja." Keyra menangkap permintaan tersebut dengan cepat, merasa lega bahwa permintaan itu tidak terlalu aneh. Ia mengangguk setuju.
Namun, Anggara tak berhenti sampai di situ. Ia tersenyum nakal dan berkata, "Dan jika kita sudah menikah, panggil aku 'Mas'."
Keyra melebarkan matanya dengan terkejut, "Ih, siapa juga yang mau nikah sama om?" Keyra menatap Anggara tajam.
Anggara hanya tersenyum lebar melihat reaksi Keyra.
Keyra segera berdiri dan menyatakan niatnya untuk pergi, "Sudah ya, Om, aku mau pulang!"
Anggara dengan tulus menawarkan, "Itu s**u untukmu, belum kamu minum!" Tetapi Keyra hanya melangkah pergi tanpa menanggapi, membuat Anggara tertawa pelan. Ia tidak menyangka bahwa permintaannya bisa membuat Keyra kesal.
Keyra keluar dari kamar tamunya, dan di luar, Anggara sudah menunggunya. Ia mencoba untuk menawarkan sopirnya untuk mengantarnya pulang, "biar sopirku mengantarmu pulang." tetapi Keyra menggeleng.
"Tidak usah, Om, aku bisa pulang sendiri. Aku sudah dewasa, bukan anak-anak," tegas Keyra, menolak tawaran Anggara.
"Terima kasih atas tumpangan menginapnya, Om. Tenang saja, nanti setelah aku gajian, aku akan mentransfer dan mulai menyicil hutangku yang 100 juta untuk perbaikan mobil, Om," ucap Keyra dengan mantap, lalu ia meninggalkan Anggara begitu saja.
Anggara melihat Keyra pergi, merasa frustasi oleh sikap gadis itu yang terus menolaknya. Dalam hatinya, ia berpikir, "Sampai kapan kamu akan tetap cuek seperti ini? Aku akan membuat kamu jatuh cinta padaku."
Setengah jam kemudian, Keyra masuk ke dalam rumahnya, dan di dalam rumah, ia bertemu dengan Adam, kakaknya. Adam tampak sudah siap-siap untuk berangkat kerja.
"Key, kamu masih memakai pakaian kerjamu sejak kemarin?" tanya Adam.
Keyra mengangguk, "Iya."
Adam mengingatkan, "Kamu tahu, kakak harus berangkat kerja sekarang. Takut terlambat."
Keyra menjawab dengan cuek, "Oh ya, Kakak berangkat saja."
Adam merasa khawatir, "Kakak tidak menyiapkan makan untuk sarapan. Kakak kira kamu tidak akan pulang?"
Keyra menjawab, "Oke, tidak apa-apa. Biar aku makan nanti. Beli nasi bungkus saja atau beri sarapan di depan."
Adam mengangguk, "Oke, siap. Kakak berangkat dulu ya."
Setelah itu, Adam pergi untuk berangkat kerja, dan Keyra tinggal sendirian di dalam rumahnya.
Kurang dari satu jam perjalanan Adam sudah tiba di perusahaan tempat ia bekerja, Quantum Global. Ia bekerja sebagai office boy di perusahaan besar tersebut. Saat ia turun dari angkutan kota, Adam dengan samar-samar melihat sebuah mobil mewah yang diketahui sebagai milik CEO perusahaan tersebut. Adam langsung memperhatikan mobil itu dengan penuh kekaguman.
Tiba-tiba, Anggara keluar dari mobil dengan pakaian yang sangat rapi. Seorang asisten pribadi langsung mengikutinya, dan Adam mengenali asisten pribadi tersebut.
Adam berkata pelan, "Tuan Anggara, hari ini saya bertugas untuk menyiapkan kopi untuk Anda di ruang kerja. Semoga saya bisa melakukannya dengan baik." Setelah mengatakan itu, Adam mulai berjalan menuju pintu masuk perusahaan itu dengan rasa bangga.
Setelah mengganti pakaiannya dengan seragam Office Boy, Adam mulai meracik kopi untuk disajikan di ruangan Anggara. Kepala bagian office boy memberinya kesempatan untuk meracik kopi, yang biasanya dilakukan oleh office boy lain.
Anggara baru kali ini diberi kesempatan untuk meracik kopi untuk Anggara. Ia mengikuti komposisi yang telah ditetapkan dengan hati-hati, berusaha keras agar Anggara menerima kopi yang ia buat. Setelah selesai membuat kopi, Adam membawanya menuju ruang kerja Anggara.
Saat masuk ke ruang kerja Anggara, Anggara sedang sibuk dengan ponselnya dan tidak langsung memperhatikan Adam. Adam meletakkan kopi di tempat yang telah ditentukan oleh Kepala Office Boy, lalu setelah itu Adam berjalan ke arah pintu untuk keluar dari ruangan.
Namun, setelah beberapa saat, Anggara menghentikan langkahnya.
"Tunggu, jangan dulu keluar dari ruangan ini," ucap Anggara, membuat Adam berhenti. "Aku akan mencicipi dulu kopi ini. Kalau tidak enak, kamu buat lagi."
Adam tetap berdiri di dekat pintu, tegang karena menunggu penilaian Anggara. Anggara mencicipi kopi yang baru saja disajikan, namun segera meletakkannya dengan ekspresi tidak puas.
"Tidak enak, ganti lagi," kata Anggara.
Adam, dengan sabar mengambil kembali cangkir kopi tersebut dan pergi ke dapur untuk membuatnya lagi. Ia membuatnya hingga empat kali.
Ini adalah percobaan kelima sejak Anggara meminta kopi yang sesuai dengan seleranya.
Setelah sekian kali percobaan, Adam merasa semakin kesal. Ia berpikir, "Baru saja bekerja satu minggu di sini, aku sudah dibuat jengkel seperti ini. Semoga saja ini kopi yang sesuai dengan selera Tuan Anggara."
Dengan hati-hati, ia membawa kopi yang telah dibuatnya ke ruang kerja Anggara. Kali ini, ia berharap agar Anggara puas dengan kopinya. Saat Anggara mencicipi kopinya, Adam menunggu dengan tegang.
Anggara akhirnya tersenyum, "Oke, ini bagus. Aku suka kopi ini."
Adam merasa lega mendengar kata-kata itu, dan dengan hati gembira, Anggara mengibaskan tangannya sebagai tanda Adam diperbolehkan untuk keluar dari ruangan kerjanya.
Di sisi lain Keyra bekerja seperti biasa di restoran, membersihkan meja saat pengunjung keluar dan mendekati meja pengunjung yang baru datang untuk menuliskan pesanan dan menyajikan makanan.
Setelah jam makan siang berakhir, restoran mulai sepi, dan Keyra yang akan membersihkan salah satu meja tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan seseorang.
Keyra melihat seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun masuk ke restoran tanpa pendamping. Setelah memperhatikan anak itu dengan cermat, Keyra yakin bahwa itu adalah anak dari Anggara. Kevin, anak Anggara juga mengenali Keyra.
"Tante, tante yang di rumahku kan?" kata Kevin.
Keyra mendekati Kevin dengan senyum. "Iya, kamu kesini dengan siapa?" tanya Keyra.
Kevin menjawab, "Sopirku ada di depan. Aku mau makan, perutku lapar."
Keyra mengangguk dan menunjukkan meja kosong. "Ya sudah, kamu duduk saja disini. Nanti Tante akan membawa buku menu dulu, ya?"
Kevin mengangguk dengan senang. Keyra mengambil salah satu buku menu dan kembali ke meja Kevin. Ia memperlihatkan buku itu kepada Kevin, membantunya memilih makanan dan minuman sesuai selera. Kevin dengan antusias memilih, dan Keyra berjanji untuk menyiapkan pesanannya.
Kevin tersenyum dan mengangguk, "Tante baik deh."
Setelah itu, Keyra meninggalkan Kevin untuk menyiapkan pesanannya.
Tak perlu menunggu lama, Keyra kembali mendatangi meja yang diduduki oleh Kevin. Dengan ramah, ia menyajikan makanan dan minuman yang telah dipesan oleh anak kecil tersebut.
"Ini makanan dan minumannya sudah siap," kata Keyra sambil tersenyum ramah. "Makan saja sendiri ya. Soalnya Kakak Tante harus bekerja."
Kevin mengangguk dan menjawab dengan sopan, "Iya, baik, Tante. Terima kasih ya."
Keyra tersenyum dan menjawab, "Sama-sama. Selamat makan, ya."
Kevin pun mulai menikmati makanannya dengan antusias, sementara Keyra kembali ke pekerjaannya di restoran.
Setelah berjalan beberapa meter, Keyra kembali ke meja yang duduki Kevin lalu ia bertanya sesuatu.