Rahasia

1011 Kata
Setengah jam kemudian, Adam dan Keyra duduk makan bersama dalam keheningan malam. Makanan mereka habis dengan pelan, sementara suasana nyaman dan akrab mengisi ruangan. Setelah makan selesai, Adam akhirnya mengatakan sesuatu yang membuat Keyra terdiam sejenak. Dengan nada lembut, Adam mengungkapkan, "Key, calon ayah mertua kakak ingin aku lebih cepat menikahi anaknya. Bulan depan kakak akan menikah." Keyra merasa kaget dan tertegun oleh kabar tersebut. Dia hanya diam, merenung dalam pikirannya. Sementara itu, Adam melanjutkan, "Kalau kamu tak setuju, aku akan bilang pada calon mertua kakak." Ketika mendengar hal itu, Keyra merasakan kekhawatiran di hatinya. Dia ingat beberapa kali kakaknya gagal dalam hubungan sebelumnya, dan dia tak ingin melihat kakaknya kecewa lagi. Dengan hati-hati, Keyra akhirnya berkata, "Aku setuju, kak." Adam memberi senyuman ringan sebagai tanda terima kasih atas dukungan adiknya. Namun, dia tak berhenti di situ. Adam melanjutkan, "Tapi aku harus tinggal di sana, di rumah orang tua calon mertua. Aku tahu jaraknya sangat jauh dari sini." Keyra merespons dengan senyuman ramah. Dia menjawab dengan penuh keyakinan, "Jangan terlalu khawatir. Aku sudah besar dan tahu mana yang baik dan tidak. Kakak santai saja, aku akan baik-baik saja." Adam merasa lega mendengar kata-kata dari adiknya. Dia tersenyum dengan tulus, merasa beruntung memiliki adik yang begitu pengertian. "Terima kasih, Key. Aku benar-benar beruntung punya kamu," ucap Adam dengan penuh rasa syukur. Mereka berdua saling tersenyum, merasakan kehangatan hubungan mereka sebagai saudara. Keputusan Adam untuk menikah dan langkah Keyra untuk mendukungnya menunjukkan betapa kuatnya ikatan keluarga di antara mereka. Seminggu kemudian. Pagi hari yang cerah, Anggara keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Air masih menetes dari rambutnya yang basah saat ia berjalan menuju ranjang. Dengan langkah tenang, ia meraih ponselnya dari meja. Setelah melihat layar ponselnya, ekspresi wajahnya berubah menjadi cemas. "Dia belum juga mengirim pesan padaku," gumam Anggara kepada dirinya sendiri. Dengan perasaan gelisah, ia tahu ada sesuatu yang harus ia lakukan. Dengan cepat, ia meletakkan ponselnya di meja dan bergegas memakai pakaian. Dalam beberapa saat, ia sudah berpakaian dan siap meninggalkan rumah. "Dia harus ada di restoran tempatnya bekerja," Anggara berpikir keras. Ketidakpastian membuat hatinya berdegup lebih cepat. Ia tidak ingin melupakan gadis itu atau menyia-nyiakan kesempatan untuk menyelesaikan apa yang harus diatasi. Setelah pulang dari kantor, Anggara memutuskan untuk pergi ke restoran tempat Keyra bekerja. Saat Keyra sedang sibuk menyajikan makanan kepada salah satu meja pengunjung, langkahnya terhenti ketika dihalangi oleh Anggara. Keyra tampak terkejut oleh kehadiran pria itu. "Anda kemari lagi?" tanya Keyra dengan nada ragu. Anggara menganggukkan kepala dan dengan lembut mengajak Keyra untuk duduk di salah satu meja yang kosong. Namun Keyra menolak dengan sopan, "Maaf, Tuan. Saya sedang bekerja." Anggara tidak ingin memaksa, dan dia pun berkata, "Hanya sebentar, ini tentang 100 juta yang harus kamu bayar." Keyra akhirnya mengangguk setuju, dan keduanya berjalan ke meja yang telah disiapkan, lalu duduk. Anggara melihat Keyra dengan tatapan serius, "Mengapa kamu belum juga menghubungiku?" Keyra menjawab dengan tenangnya, "Aku belum gajian. Waktu Anda datang kemari, saya baru saja bekerja. Dan hari ini, saya baru bekerja selama satu minggu. Tolong bersabar, saya masih perlu tiga minggu lagi untuk mendapatkan gaji." Anggara merenung sejenak. Dia akhirnya mengerti situasinya dan bisa merasakan kejujuran dalam kata-kata Keyra. Meskipun perlahan, ada senyuman tipis di wajah Anggara. "Baiklah, aku akan menunggu. Tapi aku ingin memastikan semuanya baik-baik saja," kata Anggara dengan penuh pertimbangan. Keyra tersenyum mengerti, merasa bahwa Anggara lebih berhati-hati dari yang ia bayangkan. Meskipun demikian, mereka telah mencapai titik pembicaraan yang lebih baik daripada sebelumnya. Anggara merasa bahwa ada hal yang ingin dia pastikan, dan dengan penuh kehati-hatian, dia berkata, "Bolehkah aku melihat ponselmu sebentar?" Keyra yang penasaran, memperlihatkan ponselnya dan bertanya, "Untuk apa, Tuan?" Anggara mengangguk dan menjawab, "Hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah menyimpan nomor teleponku atau belum." Keyra pun mengangguk dan memberikan ponselnya pada Anggara. Dengan hati-hati, Anggara mulai mengetik nomor teleponnya. Namun, begitu layar ponsel Keyra terbuka, ekspresi wajah Anggara berubah drastis. Matanya melebar dan dia tampak terkejut oleh apa yang ia lihat. Dengan takjub, Anggara melihat bahwa nama kontaknya dalam ponsel Keyra diberi label "Om 100 Juta." Keyra melihat reaksi Anggara dan tak bisa menahan senyuman. "Ya, Tuan. Agar saya tidak lupa mengapa saya harus bekerja keras," ucapnya sambil tertawa kecil. Anggara tersenyum, meskipun agak malu. "Kamu memang unik," katanya sambil mengembalikan ponsel tersebut kepada Keyra. "Aku yakin kamu akan melunasinya dengan sungguh-sungguh." Keyra mengangguk sambil tersenyum. Pertemuan ini jelas memberi kesan yang lebih positif di antara mereka berdua, dan mungkin, di balik lelucon itu, ada tanda-tanda hubungan yang bisa berkembang lebih jauh. Anggara menatap Keyra dengan pandangan tajam, "Baiklah, aku mengerti. Tapi sekali lagi, bisakah kamu memberitahuku berapa gaji yang kamu terima di sini?" Keyra menjawab dengan tegas, "Maaf, Tuan. Pendapatan saya adalah rahasia pribadi. Saya bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan saya sendiri, dan saya merasa tidak perlu membagikan informasi tentang gaji kepada siapa pun." Anggara mengangguk, mengakui keteguhan pendirian Keyra. "Aku menghargai privasimu, Keyra. Kamu memiliki hak untuk melindungi informasi pribadimu." Keyra mengangguk tegas, "Iya, Tuan. Pendapatan saya adalah hal pribadi dan tidak perlu diceritakan kepada siapapun. Saya akan memenuhi kewajiban saya dan melunasinya." Anggara menghela nafas, tampaknya menghargai sikap teguh Keyra. Namun, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mencoba lagi. "Bagaimana jika kamu bekerja di tempat saya saja? Pendapatanmu pasti bisa lebih baik." Keyra melihat Anggara dengan tatapan serius, "Tuan, saya sangat menghargai tawaran Anda. Namun, pekerjaan saya di restoran ini tidak hanya soal pendapatan. Saya merasa nyaman dan bahagia di sini. Jika Anda memang ingin membantu, saya lebih menghargai jika Anda memberikan kesempatan kepada orang lain yang membutuhkan pekerjaan." Anggara tersenyum sambil mengangguk, mengakui ketegasan Keyra. "Kamu benar, Keyra. Terima kasih karena membagi pikiranmu denganku." Keyra menjawab dengan ramah, "Tidak ada masalah, Tuan. Sekarang jika sudah cukup, saya harus kembali bekerja." Anggara mengangguk mengerti, lalu bangkit dari kursi. "Tentu saja. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu. Semoga harimu menyenangkan." Keyra tersenyum, "Terima kasih, Tuan. Semoga harimu juga menyenangkan." Setelah itu, Keyra kembali fokus pada pekerjaannya, sementara Anggara meninggalkan restoran dengan kesan yang berbeda tentang gadis itu. Saat Anggara keluar dari restoran, ia menghentikan langkahnya karena melihat sesuatu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN