Keyra merasakan tekanan berat dalam situasi ini. Dia menutup mata sejenak, mencoba merenung dan merangkul semua pikiran yang berputar di dalam kepalanya.
Setelah sejenak berdiam diri, Keyra akhirnya membuka mata dan dengan suara mantap berkata, "Saya minta kartu nama Anda, Tuan. Saya akan membayar 100 juta yang Anda minta."
Anggara tampak terkejut dan sedikit tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Keyra melanjutkan, "Harga diri saya tak ternilai harganya, Tuan. Jangan merendahkan saya. Saya akan membayar walau harus menyicilnya hingga saya melunasinya."
Kata-kata Keyra menggambarkan tekad dan keberanian yang tulus. Dia menunjukkan bahwa dia tidak ingin merasa terjebak dalam situasi ini dan siap menghadapi konsekuensi apapun. Keyra tahu betapa pentingnya harga diri dan integritasnya, dan dia tidak akan membiarkan dirinya dihinakan oleh situasi atau tuntutan apapun.
Anggara merasa terpana oleh sikap tegar Keyra. Dia tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya terhadap gadis ini yang begitu berani berbicara dan berdiri teguh di hadapannya.
Dalam hatinya, Anggara merasa bahwa Keyra adalah wanita yang berbeda dari yang pernah ditemui sebelumnya. Meskipun tawaran malam bersama ditolak, Keyra telah menunjukkan bahwa dia memiliki prinsip dan harga diri yang kuat.
Keyra menatap Anggara dengan tegas dan berkata, "Berikan kartu Anda, saya tak akan kabur."
Anggara merasa terdiam sejenak oleh sikap tegas Keyra, namun dia kemudian mengeluarkan dompet dari saku celananya. Dengan gerakan perlahan, Anggara memberikan kartu namanya kepada Keyra.
Keyra menerima kartu itu dan dengan tulus berkata, "Terima kasih, Tuan. Jika saya sudah gajian, saya akan segera mulai menyicilnya."
Anggara hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan. Keyra tidak menunjukkan rasa takut atau canggung dalam menghadapi situasi ini, dan itu membuatnya semakin terkesan dengan Keyra.
Setelah memberikan ucapan terima kasih, Keyra memberi salam perpisahan, "Saya permisi. Saya akan bekerja kembali."
Dengan mantap, dia meninggalkan Anggara dan kembali ke tugasnya. Anggara merasa seperti dia baru saja mengalami pengalaman yang benar-benar berbeda. Tidak hanya dia ditolak dengan tegas, tetapi Keyra juga tidak terpesona dengan ketampanannya.
Dalam hati, Anggara merenung tentang kejadian ini. Dia merasa tertarik dan penasaran dengan Keyra yang memiliki kepribadian yang kuat. Meskipun awalnya niatnya mungkin berbeda, Anggara merasa bahwa Keyra adalah seseorang yang berbeda dari yang lain, dan perasaan itu hanya menambah rasa ingin tahu dan ketertarikannya lebih lanjut terhadap gadis tersebut.
Anggara tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Keyra saat dia melihat gadis itu masuk ke dalam restoran. Keyra terus berjalan dengan mantap, mengenakan pakaian kerja yang rapi, dan dia sepertinya benar-benar fokus pada tugasnya.
Dalam hatinya, Anggara merasa campuran perasaan. Keyra telah menunjukkan karakter yang berbeda dari yang dia harapkan sebelumnya, dan itu membuatnya semakin penasaran tentang gadis itu. Dia merenung sejenak dan akhirnya berkata dalam hati, "Setidaknya nanti dia akan menghubungiku."
Anggara memasuki mobilnya, memutar kunci, dan membiarkan mesin mobil menyala. Dengan hati yang masih dipenuhi dengan pikiran tentang pertemuan dengan Keyra, dia melajukan mobilnya keluar dari area restoran.
Di dalam hati, Anggara merasakan keinginan untuk melihat Keyra lagi, walaupun dia tidak tahu apakah pertemuan mereka berikutnya akan menjadi seperti apa. Dengan pandangan yang tetap terfokus di depan, Anggara menjalani perjalanan dari restoran, menyisakan banyak tanya di benaknya tentang gadis bernama Keyra.
Setelah tiba di rumah, Anggara memutuskan untuk langsung masuk ke kamarnya. Namun, saat dia baru saja akan memasuki kamar, suara manis seorang anak laki-laki memanggilnya, "Daddy!" Seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun berjalan dengan gembira mendekatinya. Anggara berbalik dan melihat ke arahnya.
Sorot mata Anggara yang tadinya mungkin masih dipenuhi dengan pikiran-pikiran tentang pertemuan dengan Keyra, segera berubah menjadi hangat saat dia melihat anak laki-lakinya yang datang menghampirinya. Anak itu adalah sinar terang dalam hidupnya, mengingatkannya tentang tanggung jawab dan cinta yang dia miliki sebagai seorang ayah.
"Daddy, aku menggambar ini untukmu!" kata bocah itu dengan riang, sambil memberikan sebuah gambar yang tampaknya dia buat dengan penuh cinta. Anggara tersenyum dan meraih gambar tersebut, melihat dengan penuh bangga karya seni yang dihadiahkan oleh anaknya.
"Daddy sangat senang dengan gambarmu, Nak," kata Anggara sambil memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Bocah laki-laki itu tersenyum lebar, bahagia mendapatkan perhatian dan kebahagiaan dari ayahnya.
Anggara memandang Kevin dengan penuh kelembutan saat dia mengatakan, "Kevin sayang, ayo ke kamar Daddy. Daddy ingin mengobrol denganmu." Kevin dengan cepat mengangguk, menyadari bahwa Ayahnya ingin berbicara tentang sesuatu yang penting. Keduanya masuk ke dalam kamar yang luas, dan duduk di tepi ranjang.
Setelah mereka duduk, Anggara tiba-tiba bertanya dengan lembut, "Kevin, apa kamu ingin punya ibu?" Kevin terlihat sedikit terkejut oleh pertanyaan itu, tetapi dengan cepat dia mengangguk dengan tegas, "Mau. Tapi aku mau ibu tiri yang baik ya, Daddy."
Anggara mengerutkan keningnya, merasa sedikit penasaran dengan tanggapan Kevin. Kevin melanjutkan dengan polosnya, "Kata teman-temanku, ibu tiri di film-film banyak yang galak. Jadi temanku bilang kalau Daddy nikah lagi, aku yang harus menilai dan bilang boleh enggaknya."
Anggara terkekeh mendengar penjelasan Kevin yang lucu dan tak terduga. Dia merasa terharu dengan perhatian Kevin terhadap dirinya. "Terima kasih sudah mengingatkan Daddy, Nak," kata Anggara dengan penuh kehangatan. "Daddy berjanji akan selalu memilih yang terbaik untuk kita berdua, termasuk jika Daddy memutuskan untuk menikah lagi."
Kevin tersenyum dengan bangga, merasa diperlakukan sebagai bagian penting dalam keputusan keluarga. Dia merasa lebih tenang setelah berbicara dengan Ayahnya, dan tahu bahwa Ayahnya akan selalu mendengarkan pendapatnya. Dalam momen ini, mereka merasakan kebahagiaan dan keakraban yang semakin menguatkan ikatan mereka sebagai keluarga.
Sementara itu di rumah Keyra. Malam harinya, jam menunjukkan pukul delapan Keyra tiba di rumahnya. Kakaknya, Adam, sudah menunggunya di ruang tengah. Adam pun bertanya dengan penuh perhatian, "Bagaimana pekerjaanmu?" Keyra pun mengangguk dengan senyum lebar, "Baik. Semuanya berjalan dengan lancar."
Adam tersenyum lega mendengar kabar baik dari adiknya. Dia berkata, "Bersihkan dirimu dulu. Kakak akan menyiapkan makanan untukmu ya!" Keyra mengangguk sambil menyunggingkan senyuman, "Kakak memang yang terbaik!"
Adam hanya tersenyum dan mengangguk, merasa senang bisa memberikan perhatian dan dukungan pada adiknya. Dia tahu betapa pentingnya perannya sejak ayah mereka, Surya, meninggal dunia. Adam adalah sosok yang merangkap sebagai kakak dan ayah bagi Keyra, dan dia dengan senang hati melakukannya.
Keyra adalah gadis yang tak terlalu pandai dalam urusan memasak, dan dia tahu itu. Sebaliknya, Adam adalah ahli dalam hal itu, sehingga dia dengan senang hati membantu adiknya. Meskipun demikian, mereka memiliki hubungan yang kuat dan saling mendukung satu sama lain.
Setengah jam kemudian, Adam dan Keyra makan bersama dalam keheningan malam. Setelah makanan mereka habis, Adam mengatakan hal yang membuat Keyra terdiam.