"Assalamualaikum anak-anak!" sapa bu Melly pagi itu kepada para siswa kelas 12 IPA-1.
"Waalaikumsalam," jawab para siswa serempak sambil berdiri memberi hormat lalu duduk kembali.
"Saya akan memperkenalkan guru pengganti selama saya pergi," terang Bu Melly pada para siswa. Para siswa saling berpandangan karena penasaran.
"Mis Nidya silahkan masuk!" Panggil Bu Melly kepada Nidya yang sudah menunggu di depan kelas. Bu Melly mempersilakan Nidya untuk memperkenalkan diri lalu ke luar kelas. Semua siswa terpana pada Nidya terutama Bagas, ia tersenyum kagum mengamati Nidya. Tanpa sadar Bagas mengangkat tangannya ingin bertanya.
"Miss Nidya sudah punya pacar belum?" Tanya Bagas yang seketika menambah kehebohan di dalam kelas.
"Ehem... " Nidya berdeham tanpa menjawab pertanyaan Bagas.
"Maaf sebelumnya, saya di sini nanti akan menggantikan Bu Melly mengajar Matematika selama 1 bulan, saya harap kita bisa bekerjasama dengan baik nantinya," terang Nidya dengan ekspresi datarnya.
Bagas mengamati tubuh mungil Nidya yang menurutnya hanya mencapai 155 cm dengan tersenyum, meskipun Nidya memakai hight heels setinggi 7 cm, dengan celana bahan dan blazer menutupi kemeja junkisnya ia tetap lebih pantas menjadi siswi kelas 10 daripada seorang guru. Rambut panjang lurus Nidya dibiarkan tergerai mirip iklan sampo di televisi semakin membuat Bagas tak mengedipkan mata.
"Oya di sini saya hanya membantu Bu Melly untuk sementara, tugas saya sebagai guru PKL adalah mengajar di kelas 10 jadi kelas saya di sini hanya di hari Senin dan Rabu," terang Nidya sambil mengedarkan pandangannya pada siswa seluruh kelas.
"Oya ketua kelas 12 IPA-1 ini siapa ya? mungkin nanti saya membutuhkan bantuan!" Tanya Nidya yang langsung dijawab serempak oleh siswa sekelas.
"Bagas..!"
Dengan tersenyum lebar Bagas berdiri dengan tubuh yang tinggi menjulang. Wajah ala oppa-oppa Korea mendominasi wajahnya.
"Mis dia kembaran saya loh," celetuk Najwa dari bangku sebelah Bagas, siapa yang tak kenal mereka berdua, seantero sekolah mengenal mereka dengan julukan si Kembar Siam, Bagas sendiri menjadi most wanted di sekolahnya. Selain menjabat ketua osis Bagas juga kapten tim basket yang selalu di elu-elukan siswi di sekolah itu.
"Oh begitu.." Jawab Nidya singkat dengan wajah datar dan dingin. Bagas tersenyum pada Nidya dengan seringai jail.
"Dengar ya guys...misal miss Nidya jadi pacarku cocok nggak?" Ucap Bagas dengan suara lantang yang seketika membuat seisi kelas semakin gaduh.
"Dasar ya mata keranjang, awas ya klo Loe berani ninggalin gue," protes Najwa sambil menonyor belakang kepala Bagas.
"Tenang Najwa Sayang, loe tetap jadi ratu di hati gue, kan Miss Nidya yang jadi permaisurinya," balas Bagas sambil menjawil dagu Najwa, seketika kelas semakin heboh.
"Ok, kita mulai pelajaran hari ini!" Sela Nidya tegas untuk menguasai kelas, ternyata mengajar kelas 10 lebih mudah dari pada mengajar kelas 12.
Nidya mulai menerangkan pelajaran dengan antusias, sesekali membuat permainan yang semakin membuat kelas terbakar semangat. Kali ini Nidya memerintahkan semua siswa berdiri lalu mengajak berhitung dengan acak dan tidak boleh mengulang angka yang sudah diucapkan temannya. Waktu yang diberikan hanya 5 detik untuk menjawab, jika tidak menjawab dari waktu yang ditentukan dan mengulang jawaban teman maka mendapatkan hukuman.
Permainan dimulai beberapa teman Bagas mendapat hukuman berupa soal yang harus dikerjakan dalam waktu 5 menit dengan benar. Sekarang giliran Bagas yang mendapatkan hukuman, dengan santai Bagas maju, hanya membutuhkan waktu 1 menit Bagas menjawab soal dengan benar. Nidya terkejut karena soal yang menurutnya sulit itu bisa dengan mudah diselesaikan oleh Bagas.
"Ni anak ternyata otaknya encer juga," ucap hati Nidya, padahal tadi ia sengaja memberi soal sulit untuk mengerjai Bagas agar ia malu karena tidak bisa menjawab pertanyaannya. Dari awal perkenalan tadi Nidya sudah tidak menyukai gaya Bagas yang sombong dan sok ganteng itu.
****
"Hari ini kita kuis! Siapkan kertas dan bulpoint kalian!" Ucap Nidya setelah membuka pelajaran di pertemuan ketiganya.
"Miss kok main kuis aja sih?" Protes Rinto temen sekelas Bagas yang memang nilai Matematikanya selalu di bawah KKM. Bagi sebagian siswa seperti Rinto pelajaran matematika menjadi menakutkan jika diadakan kuis mendadak seperti ini.
"Loe toxic deh dalam kelas kita, kelas 12 IPA-1 kan is the best ngapain juga Loe dulu bisa masuk kelas ini?" celetuk siswa lain sedang Rinto hanya menjulurkan lidah membalas ejekan mereka.
"Ok, kita mulai kuisnya! perhatikan slide yang saya tampilkan, 1 soal waktu pengerjaannya hanya 5 menit, dan tidak ada pengulangan," terang Nidya tegas sambil memulai menyalakan LCD untuk memutar slide yang sudah ia siapkan.
Tiga puluh menit berlalu...
"Silahkan dikumpulkan di meja saya sekarang juga!" Perintah Nidya yang membuat seisi kelas mengeluh. Dengan santainya Bagas maju dan mengumpulkan pekerjaannya.
"Pasti 100 Miss!" Ucap Bagas sambil menyerahkan lembar kuisnya, Nidya menatap Bagas dengan geram. Setelah Bagas kembali ke bangkunya Nidya mencoba mengoreksi hasil kuis Bagas sekilas, kali ini Nidya ternganga lagi karena 10 soal yang ia berikan mampu dijawab Bagas dengan mudah. Bagas tersenyum saat melihat Nidya terkejut dan menatapnya dingin.
"Miss Nidya ada?" Tanya Bagas pada teman PKL Nidya, pada saat jam istirahat sekolah Bagas nekat mendatangi posko mahasiswa PKL yang terletak di samping Laboratorium IPA.
"Nid ada yang mencarimu nih!" Panggil Fera namun matanya masih menelisik wajah tampan siswa di hadapannya.
"Siapa Fer yang mencariku?" Tanya Nidya mendatangi Fera dan Bagas yang berada di depan posko.
"Ini buat Miss!" Bagas menyerahkan sekotak brownis kepada Nidya. Fera memperhatikan Nidya dan Bagas dengan senyuman geli.
"Kamu nggak usah repot-repot Gas... Mmm tapi makasih loh ya!" Balas Nidya dengan tersenyum lembut menerima bingkisan dari Bagas. Hati Bagas seketika berbunga-bunga karena mendapatkan senyum manis dari Nidya.
"Nggak perlu berterimakasih sama calon pacar sendiri Miss," lirih Bagas lalu bergegas pergi sebelum Nidya melemparnya dengan brownis itu. seketika tawa Fera dan teman se-PKL Nidya tertawa keras di balik Nidya yang masih berdiri mematung di ambang pintu.
***
"Jawab pertanyaanku Nid, ini siapa?" Tanya Bagas dengan suara tertekan karena menahan amarah. Emosi yang ia tahan sejak tiga hari lalu akhirnya meledak. Tidak hanya tiga hari tapi 5 tahun Bagas menahan rasa sakit dan kecewa karena kepergian Nidya.
"Siapa!" Bentak Bagas yang seketika membuat tubuh Nidya menjingkat karena terkejut dengan air mata yang mulai menggenang di kelopak matanya. Ia menatap netra Bagas yang dipenuhi oleh amarah.
"Dia putra kita?" Jawab Nidya dengan suara bergetar, ia tak menyangka reaksi Bagas akan menakutkan seperti tu. Air mata Nidya mengalir deras tak bisa terbendung lagi.
"Bagus, kau bilang ini anak kita!" Bentak Bagas dengan senyuman sinis dan bertepuk tangan. Nidya menangis tergugu, ia tak bisa berkata-kata lagi sekarang.
"Lalu kenapa kau meninggalkanku begitu saja? Ah! " Bagas menjambak rambutnya sendiri dengan kasar lalu kedua tangannya meraih bahu Nidya dengan kasar.
"Aku mencintaimu Nidya..," ucap Bagas terhenti dengan suara parau. Hatinya sakit karena tak pernah sekalipun mendengar pengakuan cinta dari Nidya ditambah tiba-tiba Nidya mengatakan bahwa Rizky putra mereka.
"Tapi itu dulu, sekarang aku membencimu!" Bentak Bagas lalu melepaskan tangannya dari bahu Nidya dengan kasar. Nidya hanya bisa menangis mendengar luapan hati Bagas, tak hanya Bagas ia pun merasakan sakit yang sama, bahkan Bagas tak pernah mengerti bagaimana penderitaan Nidya ketika mengandung Rizky, merasakan kemarahan papanya dan cibiran tetangga, belum lagi ia harus cuti kuliah yang hanya tinggal 2 semester lagi ia selesaikan.
"Dengarkan aku Gas!" Sela Nidya di tengah tangisannya. Inilah alasan Nidya tidak siap berterus terang, ia takut dengan penolakan yang kembali harus ia rasakan. Penolakan Herman, papanya dulu terhadap Rizky sudah cukup menyakitinya dan sekarang harus menerima penolakan dari Bagas, ayah kandung Rizky.
"Apa kau yakin Rizky anakku? Bisa saja kan setelah tidur bersamaku kau tidur dengan laki-laki lain," ejek Bagas menatap Nidya dengan kilat kebencian.
Plak... Tangan Nidya melayang di pipi Bagas dengan keras. Kata-kata Bagas sudah cukup melukainya, Bagas memegang pipinya dan tersenyum mengejek Nidya.
"Cukup! Kau boleh menghinaku sesuka hatimu tapi jangan pernah kau menghina darah daging mu sendiri!" Balas Nidya sambil menyeka air matanya dengan kasar, ia tidak akan menyia-nyiakan lagi air matanya demi laki-laki b******k di hadapannya. Sakit hatinya tak seberapa dibandingkan dengan penyangkalan Bagas terhadap Rizky.
"Sekarang kau pergi dan jangan pernah kau menemui Rizky, dia putraku!" Ancam Nidya lalu mendorong tubuh Bagas ke luar dari apartemennya. Setelah pintu tertutup, tubuh Nidya merosot ke lantai dengan tangisanya yang kembali pecah.