6. Our Baby

1302 Kata
"Terima kasih," ucap Bagas tanpa mengalihkan pandangannya pada laptop di hadapannya saat Nidya meletakkan secangkir kopi di atas meja, sudah tiga hari ini Bagas bersikap dingin padanya tanpa Nidya ketahui apa penyebabnya. Nidya masih menduga-duga apa mungkin Bagas bersikap dingin padanya karena pertemuan di mall tiga hari lalu saat dirinya bersama Deanova dan Rizky?. "Apa sebaiknya aku berterus terang sekarang?" Tanya Nidya dalam hati. Ia belum siap jika mendapat penolakan dari Bagas terutama tentang Rizky buah cinta mereka berdua. Flashback On "Siapa laki-laki yang menghamili kamu?" Bentak Herman pada Nidya saat mengetahui putri semata wayangnya hamil, Nidya hanya menangis dalam pelukan Tania. Nidya tak mungkin mengatakan jika dirinya hamil dengan siswa tempat ia PKL dulu. "Sudahlah Pa, kasihan Nidya biar Mama aja yang berbicara pada Nidya," jawab Tania masih memeluk putrinya yang menangis tersedu dalam pelukannya. "Papa kecewa, kamu telah mencoreng nama baik Papa dan keluarga kita, Papa ini seorang hakim Nak, siapa laki-laki itu?" Herman semakin marah saat Nidya tetap membisu. "Baik, Papa akan mencari tahu sendiri siapa laki-laki itu." lanjut Herman dengan amarah memuncak. "Pa, Mama mohon biarkan Nidya tenang dulu," rayu Tania. Pyar.. Herman pergi setelah membanting gelas ke lantai dengan keras lalu pergi entah ke mana. Tania membawa Nidya ke kamarnya lalu dengan terisak Nidya menceritakan semuanya dari awal dia mengenal Bagas hingga saat menghabiskan waktu bersama di Bali. "Kita akan mencarinya bersama Sayang, maafkan Mama karena Mama kamu harus berpisah dengan laki-laki yang kamu cintai," Tania membelai lembut rambut Nidya dengan sayang. Flashback Of "Tolong kamu print kan berkas ini, rangkap dua!" perintah Bagas yang seketika membuyarkan lamunan Nidya. "Baik Pak!" Jawab Nidya lalu beranjak ke luar kantor menuju ruang print. Dengan kasar Nidya menyeka air matanya yang tiba-tiba jatuh, luka di hatinya seakan menganga kembali. Mengapa di saat dirinya bahagia dengan kehidupan barunya bersama Rizky ia harus bertemu kembali Bagas. Tapi cepat atau lambat Rizky pasti akan menanyakan ayah kandungnya suatu hari nanti. "Bapak ada waktu? Saya ingin berbicara sebentar," Tanya Nidya ragu-ragu pada Bagas sambil meletakkan dokumen yang telah ia print. "Silahkan! Yang penting bukan masalah pribadi," jawab Bagas tanpa memperhatikan raut kecewa Nidya. "Maaf klo gitu lain kali saja Pak, maaf sudah mengganggu waktu Bapak," balas Nidya dengan mata berkaca, Nidya ke luar kantor menuju toilet, ia butuh tempat untuk meluapkan segala sesak di hatinya. Melihat Nidya ke luar Bagas terpekur, ia tak bisa membohongi hatinya jika dia memang masih mencintai gadis itu, pikirannya melayang pada sosok anak laki-laki yang ia temui waktu itu, banyak berseliweran pertanyaan tentang hubungan antara Nidya dan Deanova. "Aku akan menanyakannya langsung setelah Nidya kembali," tekat Bagas dalam hati. Sepuluh menit berlalu Bagas risau saat Nidya tak juga kembali ke kantor. Klik.. Sebuah pesan masuk ke handphonenya. "Maaf Pak saya izin pulang dulu, saya sedang tidak enak badan," pesan Nidya melalui Whattshap. Bagas menarik nafas panjang lalu menyandarkan tubuhnya. Bagas berusaha menenangkan dirinya untuk melanjutkan pekerjaan yang harus ia selesaikan hari itu juga. Tok... Tok... "Masuk!" jawab Bagas dari dalam ruangan. "Loh ngapain kamu tiba-tiba datang?" Tanya Bagas berdiri dengan tersenyum lalu memeluk adik sepupunya, Najwa datang di waktu yang tepat. Selain sebagai sepupu Najwa adalah satu-satunya orang yang mengetahui hubungan Bagas dengan Nidya. "Mana sekretaris cantik kamu?" Tanya Najwa sambil menunjuk kursi Nidya yang kosong. "Ia izin pulang, katanya sakit," jawab Bagas tak bersemangat. Najwa menatap curiga pada kakak sepupunya itu lalu duduk di sofa. "Jadi kamu belum berterus terang padanya?" Tanya Najwa dengan menyelidik. Bagas hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban. "Dia sudah memiliki kekasih dan mungkin seorang anak!" Ucap Bagas pura-pura tak peduli padahal mengatakannya saja hatinya terasa sakit. "Kita lunch bareng ya? Aku delivery order dulu," potong Bagas mengalihkan pembicaraan Najwa. "Kamu yakin Mas?" Kembali Najwa ke dalam topik semula, Najwa kesal dengan sikap Bagas yang gengsian padahal dulu Bagas tak seperti itu, semenjak lulus SMA Bagas tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Najwa sampai bosan mengenalkan teman-teman wanitanya pada Bagas yang selalu ditolak. Dulu Najwa dan Bagas dijuluki kembar siam saat di sekolah, tiga tahun mereka selalu bersama bahkan tidak ada satu pun cowok yang berani mendekati Najwa karena selalu ada Bagas di sampingnya. Namun semenjak kuliah mereka hanya sesekali bertemu atau jalan bareng saat ada waktu luang atau liburan semester. Mereka harus terpisah karena Najwa harus melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran di UM Malang sedangkan Bagas melanjutkan studinya di fakultas management bisnis di Unesa Surabaya. "Gimana kerjaan kamu Dek?" Tanya Bagas berusaha mengalihkan pembicaraan. "Baik Mas, bulan depan aku dilamar dokter Bryan loh." Najwa tersenyum bahagia karena akhirnya cintanya terbalas, dua tahun Najwa memendam perasaan pada dokter Gio, dokter jaga di rumah sakit tempat ia bekerja. "Alhamdulillah adikku sold out juga," goda Bagas seraya membuka kotak makan yang baru saja datang. "Ih Mas Bagas sold out emangnya aku barang dagangan." Najwa memasang wajah cemberutnya yang membuat Bagas tertawa lalu menyentil kening Najwa. Setelah makan siang bersama dan berbincang cukup lama akhirnya Najwa berpamitan, tujuannya datang ke kantor Bagas adalah ingin mengundang Bagas beserta keluarga dalam acara pertunangannya. "Oya Mas, kutunggu kabar baiknya, jangan terlalu banyak mikir nanti Miss Nidya keburu diambil orang!" Ledek Najwa lalu menutup pintu dengan tawa lebarnya saat Bagas melemparnya dengan bulpoint. Setelah kepergian Najwa perasaan Bagas sedikit lebih tenang, lalu melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 13.30 Bagas segera beranjak dari kursi dan menuju kamar pribadinya. *** Di apartemen, Nidya menyibukkan diri dengan membersihkan dan menata kamar, kamar ini rencananya akan di tempati Rizky, putranya. Sejak memutuskan bekerja di Surabaya Nidya juga akan memboyong Rizky untuk tinggal bersama di apartemennya, untuk sementara Rizky tinggal bersama kedua orang tua Nidya, yang kebetulan sekali Herman dipindah tugaskan ke Surabaya juga. Papa Nidya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) tepatnya seorang Hakim. Selama menjalani profesinya sebagai Hakim, Herman sudah beberapa kali dipindah tugaskan ke kota-kota besar. Ting Tong.. Suara bel pintu apartemen Nidya berbunyi. Nidya segera meraih jilbab instan sambil berjalan tergesa menuju pintu depan. Klek.. Pintu terbuka. "Pak Bagas, ngapain ke sini?" Tanya Nidya terkejut. Ia buru-buru merapikan bajunya yang memang berantakan setelah membersihkan rumah. "Silahkan masuk, sebentar Pak saya ganti baju dulu!" Nidya mempersilakan Bagas masuk lalu ia beranjak ke kamar. "Nggak usah ganti baju, saya hanya mampir sebentar untuk mengantar tas kamu yang ketinggalan!" Ucap Bagas sambil menatap Nidya yang memakai baju terusan di bawah lutut dan cardigan. "Guruku satu ini masih saja tampak imut," ucap hati Bagas sedikit tersenyum menatap Nidya yang justru terlihat imut dengan pakaiannya. "Ya Allah Pak saya sampai lupa klo tas saya ketinggalan." Nidya memukul kepalanya sendiri dengan telapak tangan. Ia benar-benar lupa dan tak menyadari jika tasnya tertinggal di kantor. "Bapak tadi tidak perlu repot-repot, Bapak bisa telpon saya biar saya sambil sendiri," balas Nidya dengan rasa sungkan. "Mau kopi atau jus?" Tawar Nidya menutupi rasa gugupnya karena Bagas menatapnya dengan tatapan tak terbaca. "Orange jus aja," balas Bagas singkat lalu menatap Nidya yang bergegas berjalan ke arah dapur. Bagas mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruang tamu yang telah tertata rapi, tak seperti saat pertama kali ia datang ke apartemen. Semua bernuansa cream dan merah maroon, ternyata warna kesukaan Nidya masih sama seperti dulu. Bagas berdiri menghampiri sebuah lemari kaca tempat pernak-pernik tersusun rapi, di dalam juga banyak terdapat foto keluarga Nidya terpajang pada frame, tiba-tiba pandangannya terpaku pada sebuah foto berframe hitam, dalam foto itu tampak Nidya sedang memeluk seorang anak kecil berumur sekitar dua tahunan, wajah anak kecil itu cukup familiar baginya. Bagas sedikit heran karena tak menemukan satupun foto Deanova ataupun ayah dari anak itu. "Ini anak yang aku temui bersama Nidya di mall waktu itu," ucap Bagas dalam hati. Perasaannya mulai bergemuruh saat melihat satu persatu foto-foto tersebut. "Silahkan Pak di minum!" ucap Nidya yang seketika membuat Bagas terkejut. Nidya tak kalah terkejut juga saat melihat di tangan Bagas terdapat foto dirinya bersama Rizky, putra mereka. "Ini siapa?" Tanya Bagas sambil mengulurkan foto itu ke arah Nidya. Deg..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN