"Pa hari ini sibuk nggak? Mama pengen maen ke rumah sahabat Mama, sudah lama banget Mama nggak ketemu dia," ucap Marni saat sarapan pagi ini.
"Papa sibuk Ma, diantar supir aja ya?" Jawab Abimana lalu menggenggam jemari Marni lalu mencium punggung tangan Marni, hal seperti ini sudah biasa dilakukan Abimana di depan Bagas dan Hasna. Anak-anak mereka pun sudah terbiasa dengan kemesraan kedua orang tuanya justru dengan begitu artinya mereka baik-baik saja, kadang saat Marni merajuk seisi rumah menjadi hening seperti kuburan. Saat marah Marni akan tahan puasa bicara hingga 3 hari lamanya bahkan lebih dan itu akan berimbas pada seluruh penghuni kediaman Lasmana.
"Emang siapa sih Ma?" Tanya Abimana sambil melanjutkan sarapannya.
"Tania Pa," jawab Marni singkat namun sontak membuat Bagas membeku, seketika selera makannya hilang, ia sudahi sarapannya lalu pamit berangkat ke kantor. Hasna pun ikut berpamitan berangkat ke sekolah.
"Tania, lagi jenguk Nidya ya?" Tanya Abimana.
"Sudah 3 hari Tania tinggal di Surabaya, kan Herman dipindahtugaskan di sini, jadi otomatis Tania pindah ke sini," terang Marni dengan mata berbinar, akhirnya ia bisa bertemu kembali dengan sahabat SMA-nya. Meskipun berjauhan Marni dan Tania tidak pernah putus kontak, mereka selalu saling memberi kabar. Beberapa kali Bagas memejamkan mata mendengar Marni membicarakan orang tua Nidya, seandainya Bagas tak melukai perasaan Nidya kemarin pastilah ia akan langsung melamar Nidya.
"Kamu kenapa Gas, sakit Nak?" Tanya Marni khawatir karena melihat wajah pucat Bagas, ia letakkan punggung tangannya di kening Bagas untuk mengecek suhu tubuh Bagas.
"Normal, kamu jangan terlalu capek Nak, kalau kamu sibuk terus kapan kamu nikahnya?" Celetuk Marni sambil merapikan dasi Bagas. Setelah dirasa rapi Marni membelai bahu Bagas dengan sayang.
"Bersenang-senanglah, jangan bekerja terlalu keras!" usap Marni dengan mata berkaca, ia rindu senyuman hangat Bagas, ia rindu kejahilan Bagas, bahkan ia merindukan kenakalan putranya tersebut..
"Ehem.. Aku cemburu nih, biar Bagas nyari istri sana!" Protes Abimana sambil meraih tangan Marni dari d**a Bagas.
"Dasar bucin!" cibir Bagas sambil berlalu dari ruang makan. Marni dan Abimana hanya tertawa keras mendengar ucapan Bagas. Kini Abimana mengerti siapa gadis yang membuat putra sulungnya bersikap aneh akhir-akhir ini.
*****
Di kantor Bagas jadi tidak bersemangat karena tidak bisa melihat Nidya setiap saat seperti biasanya. Kantor Bagas dan Abimana berada dalam satu lantai tetapi jika ingin bertemu Nidya ia harus memiliki alasan yang kuat untuk menemui Abimana karena urusan pekerjaan. Tanpa pikir panjang Bagas beranjak dari kursinya, ke luar menuju arah kantor Abimana. Sesampainya di depan kantor Abimana Bagas menarik nafas panjang sebelum mengetuk pintu.
Klek... Belum sampai Bagas memegang handel pintu, pintu terbuka munculnya Abimana dengan raut terkejut.
"Ada apa?" Alis Abimana terangkat sebelah sambil menatap Bagas tajam, Bagas tak menjawab justru mata Bagas mengedar ke dalam ruang Abimana.
"Klo kau mencari Nidya percuma, dia hari izin tidak masuk kantor," terang Abimana sembari menepuk bahu Bagas.
"Jangan kamu campur adukkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi Gas!" tegur Abimana dengan tegas. Sebelum Bagas menjawab telunjuk Abimana terangkat tanda ia tak mau dibantah. Bagas mundur perlahan memberi jalan untuk Abimana melewatinya.
*****
"Bu Dokter anak saya sakit apa ya?" tanya Nidya pada dokter muda cantik di hadapannya dengan cemas. Dokter itu masih tersenyum sambil mengecek hasil termometer yang diberikan asistennya.
"Anak ibu hanya demam karena kelelahan, habis perjalanan jauh ya?" tanya dokter muda cantik tersebut dengan ramah.
"Iya Dok, baru tiga hari pindah ke sini, pindahan dari Samarinda trus langsung minta jalan-jalan," terang Nidya dengan tangannya tak berhenti mengelus kening Rizky.
"Buka mulutnya Sayang," rayu Najwa pada Rizky dan menyuruh menirukannya untuk menjulurkan lidah, Najwa menyalakan senter kecil ke arah mulut Rizky lalu memeriksa ke dalam rongga mulut balita tersebut.
"Anak pintar, namanya siapa Sayang? Ganteng banget sih!" Rayu Najwa agar Rizky merasa rileks, ia perhatikan sejak masuk ruangannya Rizky menempel pada gendongan Nidya tanpa mau melepaskan sedikitpun.
"Liski Aditya Lasmana," jawab Rizky malu-malu dengan ejaan yang belum fasih. Deg... Najwa terkejut namun dengan cepat ia bersikap normal kembali.
Najwa menatap Rizky sambil tersenyum, terjawab sudah rasa penasarannya sejak melihat Rizky untuk pertama kalinya tadi, Rizky mirip sekali dengan Bagas, sepupunya saat masih kecil. Nama belakang mereka pun sama, Lasmana.
"Miss Nidya tidak mengenali saya?" Tanya dokter itu tersenyum sambil tangannya bergerak menulis resep obat di atas kertas. Nidya menelisik wajah cantik di hadapannya. Wajah itu tampak familiar namun ia masih tak bisa mengenali siapa perempuan cantik, putih dengan riasan flowless, dan rambut panjang dengan gelombang di ujungnya itu.
"Saya kembarannya Bagas Miss," jawab Najwa dengan suara sengaja dipelankan.
Deg.. Nidya bergeming, ia amati wajah perempuan itu, perempuan itu Najwa dan dia juga perempuan yang makan siang bersama Bagas saat hari pertamanya bekerja tempo hari. Seketika Nidya menutup mulutnya dengan tangan.
"Iya, saya Najwa," jawab Najwa sambil tersenyum karena menyadari jika Nidya telah mengenalinya dengan benar.
******
Saat Tania dan Marni asyik bercerita tentang kenangan masa lalu mereka tiba-tiba Nidya datang sambil menggendong Rizky. Tampak wajah Rizky memerah karena suhu tubuhnya yang tinggi.
"Loh cucu Eyang sudah datang? gimana Nid kata dokter?" tanya Tania meraih tubuh Rizky dari gendongan Nidya lalu menciuminya. Marni terpaku menatap Nidya yang menyalami dan mencium tangannya, pandangannya berganti ke arah Rizky. Lama Marni mengamati wajah Rizky yang familiar itu, ia mencoba mengingatnya namun tak juga berhasil.
"Kenalin Jeng ini Rizky putranya Nidya, umurnya 4 tahun." Tania memperkenalkan Rizky yang seketika membuat Mirna syok, ternyata Nidya sudah memiliki anak padahal ia berencana menjodohkan Bagas dengan Nidya.
"Oh..Nidya sudah punya anak? Kamu nggak pernah cerita klo Nidya sudah menikah!" Tanya Marni masih bingung dengan apa yang ia lihat di hadapannya.
Deg.. Tania dan Nidya saling berpandangan, bingung bagaimana caranya menjawab pertanyaan Marni.
"Nid ajak Rizky istirahat dulu, kasihan badannya masih panas, kasih minum obat dulu ya Nak agar demamnya segera turun!" Perintah Tania berusaha mengalihkan pertanyaan Marni karena tidak mungkin Tania menjelaskan keadaan Nidya yang sebenarnya pada Marni. Bahwa Nidya single parent.
Karena jam sudah menunjukkan pukul 1 siang Marni berpamitan meskipun banyak pertanyaan bersarang di pikirannya tentang Rizky, ia akan mencari tahu sendiri nanti, setelah di rumah.
Pukul 4 sore Abimana pulang lebih awal ia ingin mengajak istrinya makan malam di luar, sudah lama ia tidak mengajak istrinya makan malam romantis. Namun Abimana terkejut saat mendapati Marni yang tengah menangis sesenggukkan di dalam kamar sambil memeluk sebuah figura. Abimana mendekat lalu memeluk Marni, dengan terisak Marni menyerahkan foto Bagas saat berusia 4 tahun, lalu Marni menceritakan tentang pertemuannya dengan Nidya bersama Rizky tadi siang.
"Sudah Ma, kan bisa saja mereka berdua hanya mirip! lagian mereka juga baru bertemu setelah sekian tahun," Tegur Abimana karena ia pun tak percaya dengan apa yang dibicarakan istrinya, setahunya Bagas tidak pernah memiliki pacar. Mungkin hanya kebetulan saja Bagas dan Rizky memliki kemiripan wajah.
******
"Nid tidak adakah kesempatan untukku, aku sangat mencintaimu, aku janji akan berusaha membahagiakanmu dan Rizky!" Ucap Deanova lalu menggenggam jemari Nidya. Malam ini untuk ke sekalian kalinya Deanova menyatakan cintanya pada Nidya.
"Maaf Dev, aku butuh waktu," jawab Nidya lembut sambil membalas genggaman tangan Deanova, Nidya tahu selama ini hanya Deanova yang selalu ada di sampingnya, laki-laki itu pula yang selalu memberikan kasih sayang seorang ayah bagi Rizky, tapi entah mengapa hampir 3 tahun berlalu Nidya tetap tidak mampu membuka hati untuk laki-laki itu.Nidya hanya menyayangi Deanova layaknya saudara.
"Berapa lama lagi Nid aku harus menunggu?" Tanya Deanova dengan tatapan sendu. Nidya tidak mampu menjawab, ia hanya membisu dan menangis di hadapan Deanova. Deanova berdiri lalu berpamitan pulang, untuk kesekian kalinya hatinya hancur berkeping-keping karena penolakan Nidya.
"Aku akan selalu menunggumu Nidya!" Ucap Deanova di depan unit apartemen Nidya sambil mengelus pipi Nidya, Nidya hanya bisa menangis perasaan bersalahnya kian bertambah. Deanova meraih tubuh Nidya dan memeluknya erat. Disaat bersamaan tak jauh dari sana, Bagas tengah berdiri mematung menyaksikan perempuan yang ia cintai dalam pelukan laki-laki lain. Tangan Bagas mengepal kuat dan suara giginya gemerutuk, hatinya hancur berkeping-keping.