Chapter 10

1603 Kata
Rachel memandangi gaji yang diberikan Vincent dengan nanar. Sesekali ia terisak. Bahkan uangnya sudah sangat jauh dari kata lembaran. "Dasar b******k! Dia pikir dia siapa?!" Rachel mengentakkan kakinya ke permukaan lantai dengan wajah kelewat masam. "Aku tidak mungkin meminta lagi pada Kak Vincent,” ucapnya sembari menggembungkan kedua pipinya. Kemudian ia segera merogoh tas miliknya yang juga berada di atas meja. "Eh? Kemana ponselku." Ia mulai mengeluarkan barang-barangnya. Bahkan di saat tasnya sudah kosong, Rachel belum juga menemukan ponselnya. Rachel bahkan mencarinya di laci dan juga ranjang miliknya. Kemudian ia segera keluar dari kamarnya dan pergi ke ruang tamu, tepatnya ke sofa. "Aish.. sepertinya tadi aku melihatnya di sini,” ucapnya. Kemudian matanya teralih pada dua buah mangkuk yang berada di atas meja. "Astaga! Apa mungkin ponselku dibawa oleh laki-laki itu?! Aish.... “ Rachel mengacak rambutnya. Kemudian ia segera mendudukan dirinya di sofa. Ia ingat kalau kalau Sean memasukan ponselnya kedalam saku celananya. "Ponselku ada padanya, dan jas sekolahnya ada padaku. Bagus sekali,” ucap Rachel sebal. Ia tidak bisa menebak apa yang akan terjadi padanya besok saat di sekolah. Sean POV Aku memainkan ponsel milik Rachel. Apa aku keterlaluan padanya? Ah, entahlah. Aku hanya berusaha membantunya. Dia hidup sendirian di Jakarta, bekerja setiap hari dan dia selalu pulang larut malam. Aku hanya khawatir padanya. Apa dia tidak pernah mengantuk saat di sekolah? Terbuat dari apa syaraf-syarafnya itu? Aku melihat wallpaper yang tertera di layar ponsel miliknya dan melihat kembali foto dirinya bersama pria yang tadi menemuinya di UKS. Aku yakin pria ini yang bernama Andrean, mantan pacarnya. Mereka berdua terlihat bahagia. Apa yang membuat mereka putus? Pria yang bernama Andrean itu tidak mungkin memutuskan Rachel begitu saja mengingat gadis itu adalah gadis yang sangat baik. Dia tidak mungkin menyia-nyiakan Rachel begitu saja kan? "Dan yang lebih mengejutkan lagi, kudengar Andrean mencampakkan Rachel." "Tidak hanya itu, aku juga mendengar kalau Andrean memiliki wanita lain. Dan sampai sekarang mereka berdua terlihat seperti dua orang asing yang baru bertemu." Aku mengingat dengan jelas ucapan Satria  dan Elang tadi sore. Orang asing? Ya, mungkin itu cocok sekali untuk mereka. Rachel bahkan membuang pandangannya saat pria itu datang menemuinya. Kemudian aku membuka galeri foto pada ponsel Rachel dan melihat ada banyak sekali foto dirinya bersama teman-temannya. Aku juga menemukan kembali foto dirinya saat bersama dengan Andrean, walaupun tidak banyak. Gadis ini masih menyimpan foto mereka berdua. Apa dia masih menyukai Andrean? Astaga, pria ini bodoh jika dia memang mencampakkan Rachel begitu saja dan memilih wanita yang bahkan aku yakini tidak sebaik Rachel. Author POV Sean kemudian mengirimkan beberapa foto Rachel ke ponselnya. Entah kenapa ia begitu penasaran dengan gadis bernama Rachel itu. Dia belum pernah seperti ini sebelumnya pada wanita yang didekatinya. Apa mungkin seorang Sean Erlangga benar-benar menyukai Rachel? Kemudian Sean menyentuh ikon messages yang tertera pada layar home pada ponsel milik Rachel. Memang tidak sopan karena membuka privasi milik orang lain. Tapi Sean tidak peduli. Ia hanya ingin mengetahui apa saja yang dilakukan Rachel selama ini. Sean melihat sederetan pesan yang Rachel terima dan kirimkan. Pesan biasa. Dari teman-teman dan juga dari keluarganya yang berada di Daegu. Sampai akhirnya pandangannya terhenti pada salah satu pesan di mana di sana tertera nama Andrean. Sean pun segera membukanya. From : Andrean • Apa kau masih marah padaku? Sean mengernyit saat membaca tanggal pesan itu dikirim. "Ini dikirim tiga hari yang lalu. Dan Rachel sama sekali tidak membalasnya," gumamnya. Kemudian ia men-scroll ke atas. Melihat pesan Rachel yang lain. Kali ini Sean semakin terkejut. Semua pesan yang lainnya dikirim oleh Rachel dengan jumlah yang tidak sedikit. • Ndre? • Apa yang sedang kau lakukan? • Sudah belajar? • Jangan lupa makan :) • Ndre? • Andrean? • Bisa kita bicara besok? • Mari bertemu di perpustakaan. • Ndre? • Bisa kau kau jelaskan padaku? :) • Jawab teleponku • Andrean, katakan sesuatu! Dan masih banyak lagi pesan yang Sean baca. Pesan itu dikirim Rachel sekitar lima bulan yang lalu. Dan dapat Sean pastikan saat itu adalah saat di mana hubungan Rachel dan Andrean berakhir. "Rachel mengirim pesan sebanyak ini lima bulan yang lalu dan tidak ada satu pun yang dibalas Andrean. Tapi Andrean tiba-tiba mengirim pesan padanya tiga hari yang lalu. Apa lelaki bernama Andrean itu mengkhawatirkan Rachel? Elang bilang mereka bersikap tak acuh satu sama lain semenjak mereka putus. Ini aneh. Mereka berdua seperti  menyembunyikan sesuatu. "  *** Rachel menatap sebal jas sekolah yang berada di atas mejanya. Ia memperhatikan sebuah name tag yang tertera di sana. Sean Erlangga "Hei, kau kenapa?” tanya seseorang. Rachel menoleh dan mendapati Megan yang duduk berseberangan dengannya. Gadis itu perlahan menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Rachel. "Kau tampak tidak bersemangat. Ada apa?” tanya Megan. Rachel menghela napasnya berat. Kemudian ia menunjuk sebuah jas sekolah yang berada di atas mejanya dengan ujung dagunya. Megan mengikuti arah pandang Rachel. Kedua matanya lantas berkedip dua kali. "Hei, bukankah itu milik Sean Erlangga? Kenapa bisa ada padamu?” tanya Megan. "Menurutmu,” ucap Rachel malas. Ia kemudian menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangannya yang ia lipat di atas meja. "Karena kemarin itu? Kudengar Erika melukaimu saat di perpustakaan. Apa sekarang kau baik-baik saja?" Rachel mengangguk samar. "Hei.. Gema bercerita padaku kalau Sean saat ini sedang berusaha mendekatimu. Jadi itu benar, ya,” ucap Megan. Rachel menghela napasnya. Lagi. Dan Megan tahu artinya. Itu berarti 'iya'. "Kau tahu Rachel, Sean tidak akan menyerah begitu saja saat mendekati wanita yang diincarnya. Lantas apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Megan. "Aku tidak tahu, Megan. Dia selalu menggangguku dan itu sangat membuatku tidak nyaman. Dia juga bahkan menungguku dan mengantarku pulang saat bekerja di kafe milik Kak Vincent." Megan membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana dia bisa tahu kau bekerja di sana?" "Dia tidak sengaja pergi ke sana bersama teman-temannya dan kami bertemu saat aku ingin menanyakan pesanan mereka." Rachel mengubah posisi kepalanya menjadi menyamping, menghadap ke arah jendela. Membelakangi Megan yang sedang mengajaknya bicara. Megan menghela napasnya pelan.  "Kurasa Andrean masih menyukaimu." Ia berkata dengannada lirih namun masih bisa terdengar jelas oleh lawan bicaranya. Rachel diam. "Gema bilang dia marah saat melihatmu bersama Sean. Sepertinya Andrean memang masih belum melupakanmu," ujar Megan lagi.  "Rachel.. Aku tahu kalau kau juga—" "Lalu aku harus apa?" Rachel memutar kembali tubuhnya dan menatap Megan. "Kau ingin aku melakukan apa? Memohon-mohon di kakinya agar kembali padaku? Begitu,” ucap Rachel kemudian tertawa miris. "Rachel.... “ Rachel menghentikan tawanya. "Dia sendiri yang memintaku begini. Apa aku salah? Untuk apa aku membuang tenagaku hanya untuk memohon-mohon kepada  pria sepertinya,” ucap Rachel. Megan menatap Rachel miris. Dia bukan lagi Rachel yang dia kenal. Dia berbeda. "Bisa kita bicara sebentar?" Tiba-tiba suara berat membuyarkan pikiran kedua gadis itu. Mereka segera menoleh dan mendapati Sean yang sudah berdiri disebelah bangku Rachel. 'Kapan dia kemari?' batin Megan. "Aku tidak tertarik berbicara denganmu. Ambilah, dan kembalikan ponselku,” ucap Rachel sembari menyodorkan jas sekolah milik Sean. Megan sama sekali tidak mengerti apa yang telah terjadi diantara mereka berdua. Apalagi saat mengetahui kalau ponsel milik Rachel berada pada Sean. Bukannya menerima jas sekolah yang diberikan Rachel, Sean justru menarik lengan Rachel dan bawa Rachel pergi dari kelas. "Hei! Kau akan membawanya kemana?!" teriak Megan begitu mereka sudah menghilang dibalik pintu. "Lepaskan tanganku!" Rachel mencoba melepaskan diri namun lagi-lagi dia mengalami kesulitan karena kalah dalam hal tenaga. "Sudah ku bilang aku ingin membicarakan sesuatu denganmu," ucap Sean dingin tanpa menolehkan kepalanya ke belakang. "Kau bisa membicarakannya di kelasku! Sekarang cepat kembalikan ponselku!" "Apa kau bisa diam?! Kau hanya tinggal menurutiku!"  Grepp Tiba-tiba langkah Sean terhenti begitu ia merasakan ada sesuatu yang menahan pergerakannya. Rachel menoleh ke belakang saat merasakan ada seseorang yang menahan pergelangan tangannya. "A-Andrean.... “ lirihnya. "Dia sudah bilang kalau dia tidak mau,” ucap Andrean. Sean menatapnya tajam. "Jangan mencampuri urusanku." "Lepaskan dia,” ucap Andrean tak kalah dingin. Sean tersenyum miring. "Aku tidak punya urusan denganmu, Andrean." "Ini adalah urusanku. Dan bisakah kau berhenti mengganggu kehidupannya." Andrean mengeratkan cengkeraman tangannya pada pergelangan tangan Rachel, sementara gadis itu terdiam menatap kedua pria ini bergantian. "Kau tidak berhak menyuruhku. Dan siapa kau berani mengatakan kalau ini urusanmu,” ucap Sean sembari menggertakan giginya. "Kau juga tidak berhak memaksanya. Kau juga tidak berhak mencampuri kehidupannya. Kau. Hanya orang asing,” balas Andrean. Sean tersenyum miring. kemudian ia tertawa pelan. "Lalu kau sendiri? Kau pikir kau siapa? Kau hanya masa lalunya." Andrean mengeraskan rahangnya. Ia mengepalkan salah satu tangannya yang berada di sisi tubuhnya. Rachel merasa aura mengerikan menyelimuti dirinya. Ia melihat kedua pria itu saling menatap satu sama lain dengan tatapan membunuh. Sreettt BRAAKKKK Andrean menarik Rachel kuat hingga pegangan Sean terlepas. Pria itu langsung berjalan mendekati Sean dengan tatapan mautnya dan dengan gerakan cepat ia mendorong tubuh Sean ke dinding koridor dengan keras dan langsung mencengkeram kerah kemejanya. Beberapa siswa yang melihatnya terlihat membelalakkan mata mereka. "Sial! Kita terlambat!" ucap Jimmy. Ia datang bersama dengan Elang dan Satria  begitu mendengar ucapan beberapa siswa yang berkata kalau Sean dan Andrean bertengkar. "Kita harus menghentikannya!" Satria segera memberikan usulan. Namun Elang dengan cepat segera memberi isyarat agar tidak mendekati mereka berdua. "Kita hanya akan memperumit keadaan jika kita ke sana,” ucap Elang. BUUGGHH "Andrean!!!" Andrean memukul Sean hingga tubuh pria itu terhuyung. "Aku sudah cukup bersabar. Jadi jangan memaksaku agar mematahkan seluruh tulang rusukmu di sini!" Sean segera menegakkan tubuhnya. Ia mengusap salah satu sudut bibirnya yang terasa perih yang ia yakini berdarah. Kemudian Sean tertawa. "Kau tidak akan bisa mematahkan rusuk ku jika hanya dengan pukulan seperti itu. Aku juga bahkan bisa meremukan kerangka otakmu,” ucap Sean. Kemudian ia mendorong tubuh Andrean dan langsung memukul wajah pria itu.Keduanya menatap nyalang satu sama lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN