"Sean, hentikan!" Rachel berusaha melepaskan cengkeraman talangan Sean pada leher Andrean.
Perlahan Sean mengendurkan cengkeramannya hingga benar-benar terlepas dari leher Andrean. Namun kedua bola matanya masih menatap pria itu tajam.
Andrean mendorong tubuh Sean begitu ia melepaskan cengkeraman tangannya. Pria itu sedikit membenarkan letak dasinya. Salah satu tangannya terangkat dan mengusap salah satu sudut bibirnya yang berdarah.
Sean segera menarik tangan Rachel menjauh dari sana. Orang-orang yang berada disana nampak menyingkir untuk memberikan akses untuk mereka berdua. Sesekali Rachel menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat keadaan Andrean. Tidak lama kemudian seorang pria nampak berlari menghampirinya.
Itu Gema, teman sekelas Andrean.
"Jangan mempedulikannya,"ucap Sean dengan nada dingin. Mendengar itu, Rachel segera menolehkan wajahnya dan menatap Sean. Sementara pria itu tampak menatap lurus ke depan tanpa berniat menolehkan kepalanya ke belakang.
Rachel mengernyit. "Apa mak-"
"Mulai sekarang jangan mempedulikannya," ulang Sean.
"Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak-"
"Lupakan dia."
"Sean, aku tidak paham dengan apa yang kau katakan," ujar Rachel. Dia merasa kalau sikap Sean kali ini benar-benar berbeda dari biasanya.
Sean tidak menggubris ucapan Rachel dan terus menarik gadis itu.
"Setidaknya obati dulu lukamu." Rachel menatap wajah Sean yang dihiasi luka di beberapa bagian.
"Aku baik-baik saja."
Rachel mendengkus. Kemudian dengan sekuat tenaga ia menghempaskan tangan Sean dan menatap pria itu tajam.
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi denganmu. Tapi setidaknya kau harus mengobati lukamu dulu!" tegas Rachel.
Namjoon hanya menatapnya datar.
"Ikut aku." Akhirya Rachel pun membawa Sean ke UKS.
Ia mendudukan pria itu di tepi ranjang sementara dirinya mengambil kotak obat yang berada di dalam sebuah lemari kaca berukuran kecil yang terpajang di salah satu dinding.
"Kau selalu menyusahkanku. Apa kau tidak sadar?" Rachel mulai mengobati luka Sean dengan kedua alis yang menekuk.
Sean tampak diam. Sesekali ia menyipitkan kedua matanya saat merasakan perih di sana.
"Apa pukulan Andrean membuatku bisu?" Rachel menatap ekspresi Sean yang tampak menahan sakit.
"Apa kau bisa diam?!"
Karena kesal, Rachel pun dengan sengaja menekan cutton buds yang dipegangnya itu ke permukaan kulit Sean yang terluka dengan agak keras hingga pria itu mengerang pelan.
"Sakit!!"
"Kalau begitu obati saja lukamu sendiri!" Rachel membuang napas kasar. Gadis itu beranjak dari posisinya. Tapi dengan sigap Sean kembali menahan tangannya.
"Apa kau lupa? Sudah ku bilang aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."
rachel membuang napasnya kasar. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan kembali mendudukan dirinya di sebelah Sean.
"Kalau begitu katakan cepat!" Rachel dengan segera menepis tangan Sean darinya.
"Apa kau masih menyukai Andrean?" tanya Sean.
Rachel menautkan kedua alisnya mendengar pertanyaan konyol itu. "Apa kau hanya ingin menanyakan itu? Kalau begitu aku harus pergi. Ku pikir kau akan mengatakan sesuatu yang penting."
"Jawab saja."
"Aku sama sekali tidak ada hubungannya dengan pria yang bernama Andrean itu. Kami bahkan tidak berteman. Apa kau puas?" Rachel mengepalkan sebelah tangannya tanpa sepengetahuan Sean.
Ia benci mengatakan hal seperti itu. Ia benci saat ada seseorang yang menyinggung masa lalunya.
Rachel hendak melangkahkan kakinya keluar. Namun Sean segera menahan kembali tangannya.
"Sekarang apalagi?" Rachel kembali membuang napas menatap Sean.
"Aku belum selesai."
"Kalau begitu cepat katakan!"
"Apa yang membuat hubungan kalian berakhir?"
Hyemi mengeraskan rahangnya. "Itu sama sekali tidak ada hubungannya denganmu. Dan jika kau ingin menanyakan itu, lebih baik kau tanyakan sendiri padanya," ujar Rachel. Kemudian ia dengan kasar menghempaskan tangan Sean dan segera pergi meninggalkannya.
"Sepertinya Andrean benar-benar belum mengatakan apapun hingga sekarang." Sean menatap pintu UKS yang baru saja ditutup.
***
Rachel menghentak-hentakan kakinya begitu ia keluar dari kelas. Kelas baru saja usai, dan dengan bodohnya ia baru saja ingat kalau ponselnya masih berada di tangan Sean. Sementara jas sekolah milik pria itu sudah ada di tangan pemiliknya.
"Aku harus segera mengambil ponselku sebelum dia benar-benar melihat isinya." Rachel berjalan menyusuri koridor dan mencari kelas Sean.
"Ah, ini dia!" serunya begitu ia sampai di depan ruangan kelas 11 - 4 , kelas Sean.
Saat ia hendak masuk, seseorang keluar dari dalam kelas hingga ia hampir saja menabraknya.
Gadis itu mendongakkan kepalanya melihat wajah pria yang lebih tinggi darinya itu.
"Kau Rachel, 'kan?" tanya pria itu.
Rachel menatapnya malas. "Ya. Jadi bisakah kau menyingkir? Aku ingin bertemu dengan Sean,"
ucapnya ketus.
"Wow ... sikapmu masih saja sama ya."
"Cepatlah menyingkir sebelum aku menendang kakimu lagi!!" Rachel yang mulai jengah karena Satria terus menghalangi aksesnya.
"Oke, oke. Calm down. Tapi sayangnya sekarang Sean sedang tidak ada." Satria meniup ujung-ujung kuku jemari tangannya dan tersenyum miring.
"Apa? Lalu kemana dia?"
"Kau bisa pergi ke perpustakaan. Dia ada di sana."
"Wahh... Sepertinya ada yang mencari Sean di sini," sahut seseorang yang juga baru keluar.
Rachel semakin menatapnya malas. "Bisa kalian hubungi dia supaya datang kemari? Aku malas pergi ke sana," titahnya sembari melipat kedua tangannya depan d**a.
"Ya ampun, kau ini. Kau hanya perlu datang ke sana. Apa susahnya sih?" Pria yang berdiridi sebelah Satria itu kembali berujar.
"Ck! Sudah Ku bilang aku malas ke sana!" Rachel mendengkus seraya membuang muka ke arah lain.
"Meskipun dia di sana sedang bersama mantan pacarmu?"
Kedua mata Rachel mengerjap dan secara refleks ia menoleh pada Satria dan Jimmy, Keduanya tampak menyeringai tipis.
"Sial!" Rachel berdecak dan langsung berlari dari sana.
***
Rachel mencari keberadaan Sean di dalam perpustakaan. Napas gadis itu terengah karena ia harus berlari untuk sampai di sana.
"Semoga saja mereka berdua tidak melakukan hal bodoh lagi seperti tadi!" gumamnya seraya mengatur napas.
Ia mencari ke setiap sudut ruangan namun belum juga menemukannya.
"Hei, apa yang kau lakukan di sini?" ujar seseorang.
Rachel menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Sean di sana. Pria yang sedari tadi dia cari itu tampak duduk di salah satu meja. Ia tidak sendiri, seorang siswa terlihat duduk di depannya. Siswa itu terlihat tengah serius menuliskan sesuatu di sebuah buku.
'Sial! Mereka mengerjaiku!' rutuk Rachel dalam hatinya.
"Aku mencarimu, bodoh! Kedua teman idiotmu yang bernama Satria dan Jimmy berkata kalau kau ada di sini bersama Andrean. Jadi aku langsung kemari," ujar Rachel.
"Jadi kau khawatir padaku?" Sean menaik-turunkan alisnya dengan memasang tampang yang begitu percaya diri.
Rachel membulatkan matanya. "A-apa? Tentu saja tidak! Lagipula aku kemari karena ingin mengambil ponselku!"
Sean terkikih pelan. "Kau manis sekali."
Rachel melotot. "Apa yang kau bicarakan?!" Gadis itu melirik siswa yang duduk berhadapan dengan Sean, sedikit merasa tidak nyaman karena Sean mengatakan kalimat itu di depan orang asing.
Dilihatnya Sean mengambil sesuatu dari salah satu saku celananya. Kemudian ia memberikan sebuah benda tipis berwarna putih kepada Rachel. Gadis itu menerimanya dengan kasar.
"Hei, apa yang kau lakukan di sini? Dan siapa dia?" tunjuk Rachel pada siswa itu. Ia perlahan mendekatinya untuk melihat apa yang sedang dilakukan orang itu dengan sebuah buku catatan dan buku paket. Siswa itu sesekali menoleh padanya layaknya seorang pencuri yang ketakutan tertangkap basah.
"Tunggu-aApa kau menyuruhnya menulis ini semua?!" ucap Rachel tak percaya dengan apa yang dilakukan Sean.
Tak ada jawaban.
"Hei, aku baru saja bertanya padamu!" ulang Rachel dengan nada bicara kian meninggi.
"Aku terlalu malas menulis. Tanganku pegal." Sean menjawab dengan santai.
"Astaga, Sean. Kau harus mengerjakan tugasmu sendiri!!" bentak Rachel. Ia lalu kembali menatap siswayan masih menulis itu. "Hei, kau. Pergilah, biarkan dia mengerjakan tugasnya sendiri," titahnya.
Siswa itu meletakkan pulpen yang dipegangnya dan beranjak berdiri sebelum suara Sean menghentikan gerakannya.
"Siapa yang menyuruhmu berdiri?" Suara Sean terdengar serius.
Rachel menatapnya sebal. "Pergilah, ini sudah sore. Kau harus pulang," ucapnya lagi. Siswa itu langsung membungkukkan badannya dan segera pergi dari sana.
Sean menatapnya tidak percaya. "Apa yang kau lakukan?!" Ia memprotes.
"Apa kau selalu melakukan hal itu? Heh, setidaknya kerjakan tugasmu sendiri. Ya ampun, kau ini."
"Kalau begitu sekarang kau kerjakan tugasku," titah Sean pada akhirnya.
"Apa kau baru saja menyuruhku?!" Rachel menunjuk wajahnya dengan telunjuk.
"Bukankah kau sendiri yang menyuruhnya pergi? Sekarang kau yang harus menyelesaikan tugasku."
"Aku tidak mau! Lebih baik kau selesaikan saja sendiri! Aku harus pulang," ucap Rachel.
"Kalau begitu temani aku di sini."
Langkah Rachel terhenti. "A-apa kau bilang?"
"Aku akan mengerjakan tugasku sendiri, dengan syarat kau menemaniku di sini," jelas Sean.
Rachel perlahan memutar kembali tubuhnya dan menatap Sean. "Aku. Tidak. Mau," ujarnya penuh penekanan.
"Aku juga tidak mau mengerjakan tugasku sendiri."
Rachel berdecak kesal. "Maaf, Sean, tapi aku tidak memiliki banyak waktu."
"Bekerja di sana lagi? Sudah ku bilang aku akan memberikan beberapa kali lipat dari gajimu."
"Aku tidak mau. Terima kasih. Dan maaf, aku harus segera pulang."
"H-hei, tunggu aku!" cegah Sean begitu Rachel sudah membelakanginya. Ia buru-buru memasukkan bukunya ke dalam tas dan segera mengejar Rachel.
"Singkirkan tanganmu!" protes Rachel sembari menepis tangan Sean begitu pria itu merangkul bahunya. Sean tertawa pelan.
Mereka berdua berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi.
"Kau masih menyimpan fotomu bersama Andrean. Aku tidak yakin kalian saling membenci satu sama lain," ucap Sean tiba-tiba.
"Bukan urusanmu." Ucap Rachel. Sekarang gadis itu yakin kalau Sean sudah benar-benar melihat isi ponselnya dan itu membuatnya semakin kesal.
"Ada yang mengatakan kalau Andrean yang mencampakkanmu. Dan mereka mengatakan kalau dia juga memiliki wanita lain. Dan kudengar kalian benar-benar terkenal di sekolah ini."
Rachel seketika menghentikkan langkahnya.
Sean yang menyadari Rachel tertinggal beberapa meter di belakangnya langsung berbalik.
"Ada apa?" tanyanya.
Rachel terdiam selama beberapa saat dengan pandangan yang tertuju pada Sean. "Apa kau hanya akan membicarakan hal-hal tidak penting seperti itu saat bersamaku? Apa yang membuatmu begitu penasaran?"
"Kalian berdua terlihat aneh. Apa kalian tidak sadar?" ujar Sean terus terang.
"Apa maksudmu?"
"Kalian masih sama-sama menyukai. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Lantas apa yang membuat hubungan kalian berakhir? Apa kau tidak berniat menanyakannya pada Andre-"
"Apa kau bisa menutup mulutmu?" potong Rachel. "Kau tidak berhak mencampuri kehidupanku," lanjutnya. Ia berjalan melewati Sean dengan langkah lebar. Ia mengepalkan tangannya kuat.