Rachel tampak berjalan menyusuri rak-rak buku yang berukuran besar. Ia tampak melihat satu per satu buku yang tertata rapi di sana. Hingga ia mengambil sebuah buku yang bertuliskan 'Courant & Hilbert'.
Gadis itu segera melangkahkan kakinya menuju salah satu meja yang berada di sana disaat ia telah merasa menemukan buku yang dicarinya.
Perlahan ia membuka satu demi satu halaman buku itu. Kemudian ia juga membuka buku catatan miliknya.
Di detik berikutnya gadis itu terlihat sudah sibuk berkutat dengan bukunya. Ia terlihat serius. Bahkan ponselnya yang bergetar di atas meja pun tidak dihiraukannya. Ia masih terlihat sibuk dengan kegiatannya.
"Sedang apa?” tanya seseorang.
"Mengerjakan tugas,” ucap Rachel singkat. Ia bahkan tidak menolehkan kepalanya sama sekali.
Namun beberapa detik kemudian ia segera mendongakkan kepalanya.
"Kau?!"
Orang itu hanya tersenyum lebar dan segera mendudukan tubuhnya di kursi yang berada di depan gadis itu.
"Aku beberapa kali menelponmu dan tidak kau angkat. Rupanya kau sedang sibuk,” ucap orang itu.
Rachel kembali melanjutkan aktifitasnya.
"Maaf. Aku bahkan tidak menyadari kalau tadi kau menelponku,” ucap Gadis itu.
"Ya, it's okay. Selama kau tidak sedang dengan pria lain."
Rachel kembali mendongak. Kedua alis gadis itu bertaut.
"Apa maksudmu?" tanyanya. Namun pria yang duduk di hadapannya ini tidak menggubrisnya sama sekali dan memilih untuk meraih ponsel milik Rachel yang tergeletak di atas meja.
"Siapa pria ini?” tanyanya saat melihat wallpaper ponsel milik Rachel.
Gadis itu membulatkan kedua matanya dan dengan cepat segera merebut ponselnya yang berada ditangan Sean.
"T-tidak sopan melihat ponsel milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya!" Ucap Rachel. Kemudian ia mematikan layar ponselnya dan memasukkan benda itu kedalam saku almamaternya.
"Kenapa kau begitu terkejut? Aku kan hanya bertanya,” ucap Sean.
Rachel menelan ludahnya. Ia sedikit meremas pulpen yang tengah dipegangnya.
Sean menyadari gelagat aneh Rachel.
"Yak.. Apa dia.. pacarmu?” tanya Sean.
Rachel menatapnya ragu.
"A-apa maksudmu? Tentu saja bukan!" Ucapnya. Ia melihat ke sekelilingnya dan mendapati beberapa orang tengah meliriknya sembari berbisik satu sama lain.
's**t! Pasti setelah ini ada gosip lagi tentangku!'
Batin Rachel.
"Lalu siapa di—"
"S-simpan buku ini!!" Titah Rachel tiba-tiba sembari menutup buku paketnya.
"Apa?"
"Ku bilang simpan buku ini!" Ucap gadis itu lagi sembari menyodorkan buku itu pada Sean. Pria itu tampak terkejut.
"Hei.. Aku bahkan tidak tahu darimana kau mengambilnya,” ucap Sean seraya beranjak dari tempatnya.
"K-kau cari saja! Di sana ada beberapa buku yang sama. Simpan saja di sana!" Ucap Rachel.
Sean hanya mengernyit melihat tingkah aneh Rachel. Namun perlahan pria itu juga melangkahkan kakinya menyusuri setiap rak-rak buku yang ada di sana.
Rachel membuang napasnya.
"Astaga, kenapa dia harus melihatnya?!" Gumamnya sembari mengacak rambutnya pelan. Ia pun segera membereskan buku miliknya yang berada di atas meja.
Hingga samar-samar ia melihat seseorang berdiri di depannya. Rachel segera mendongakkan kepalanya.
Sean terus menyusuri rak-rak buku dengan teliti.
"Astaga, aku bahkan tidak tahu buku apa yang diambilnya ini!" Gerutunya sembari memperhatikan cover buku paket yang tengah di dipegangnya.
"Ah, ini dia,” ucapnya beberapa detik kemudian saat ia melihat ada beberapa buku yang sama seperti yang dipegangnya. Ia pun segera menyelipkan buku itu diantara buku-buku lainnya.
"Aish.. kurasa otak gadis itu terlalu pintar. Apa dia kuat membaca buku setebal itu,” ucapnya sembari menatap sederetan buku dengan jumlah halaman yang tidak sedikit. Kemudian ia segera melangkahkan kakinya ke tempat Rachel.
"Hei.. bagaimana mungkin kau bis—"
Langkah Sean seketika terhenti.
Napasnya tercekat melihat pemandangan di depannya.
Dilihatnya Rachel yang tergeletak di lantai dengan keadaannya yang sudah kelewat berantakan. Almamaternya terlihat lusuh dan rambut yang tadinya tertata rapi dengan sebuah bando berwarna biru muda itu kini terlihat kusut. Bahkan benda itu lenyap dari kepalanya entah ke mana.
Buku-buku milik gadis itu juga terlihat berserakan di mana-mana. Orang-orang terlihat memperhatikannya tanpa ada niat untuk menolongnya.
Rahang Sean mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat hingga buku kukunya tampak memutih.
"APA-APAAN SEMUA INI?!!!"
Bentaknya sehingga membuat kegiatannya nista di depannya terhenti. Orang-orang menoleh padanya.
"Sean ... Aku hanya memberi jalang ini pelajaran karena dia sudah berani merayumu,” ucap salah seorang dari mereka sembari berdiri dari posisinya.
Sean melangkahkan kakinya lebar. Ia menatap wanita di depannya tajam.
"Ayo kita berbaikan. Aku tidak ingin hubungan kita berakhir begitu saja,” ucap wanita itu sembari berjalan mendekati Sean.
Sean semakin menatapnya tajam.
"Kau tahu, Erika?”
"Ya?”
"Satu-satunya jalang yang harus diberi pelajaran adalah KAU!!!! Kau pikir apa yang kau lakukan, hah?! Kau ingin aku kembali padamu dengan cara seperti ini? Cih.. Bahkan tidak dalam mimpimu, Erika.”
Pria itu segera berjalan melewati Erika. Ia bahkan sedikit menubruk bahu gadis itu hingga tubuhnya terhuyung. Gadis itu menoleh ke belakangnya dan melihat Sean tengah membantu Rachel berdiri.
Wajahnya memanas melihat pemandangan itu.
"Sean, aku akan mendapatkanmu kembali bagaimana pun caranya!!" Bentak Erika.
Sean menatap Rachel khawatir. Ia membenarkan letak rambut Rachel yang menutupi sebagian wajahnya. Napas gadis itu terengah. Kedua matanya tampak sayu.
Sean pun segera membantu Rachel berjalan keluar dari perpustakaan.
Erika semakin panas melihatnya.
Ia mengepalkan tangannya kuat.
Sean merogoh saku celananya dan segera mencari kontak seseorang.
"Elang, pergi ke perpustakaan sekarang juga. Tolong bereskan buku yang berserakan di sana dan bawalah. Aku akan mengambilnya nanti,” ucap Sean. Setelah itu ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan kembali memfokuskan dirinya membantu Rachel. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya sepanjang koridor.
"Apa kau baik-baik saja?” tanyanya.
"Bodoh. Apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja?!" Umpat Rachel. Sesekali ia tampak meringis saat merasakan beberapa bagian tubuhnya nyeri.
Sean semakin melihatnya khawatir.
"Hari ini aku membawa mobilku. Akan kuantar kau pulang,” ucap Sean sembari terus memapah Rachel.
"Andwae. Hari ini masih ada jam. Aku tidak bisa pulang begitu saja,” ucap gadis itu.
"Tapi kau tidak bisa belajar dengan keadaanmu yang seperti ini. Kau pasti tidak akan bisa berkonsentrasi."
"Tapi aku tidak mau pulang."
Sean membuang napasnya kasar.
"Tapi aku juga tidak mau membiarkanmu seperti ini terus. Kau perlu istirahat."
Kali ini giliran Rachel yang membuang napasnya.
"Baiklah. Kalau begitu sekarang antar saja aku ke UKS. Rasanya aku ingin merebahkan diriku di sana."
"Baiklah. Tapi nanti aku yang akan mengantarmu pulang sekolah."
"Apa? Hei—"
"Tidak ada penolakan." Tegas Sean.
Rachel memutar bola matanya. Kenapa pria ini sangat keras kepala?
"Aish.. Baiklah."
Sean tersenyum tipis.
Pria itu segera membantu Rachel merebahkan tubuhnya di atas ranjang UKS begitu mereka sampai di sana.
"Kau tidak terluka?” tanya pria itu.
Dilihatnya Rachel menggeleng pelan.
"Tidak. Kau kembali saja ke kelasmu."
"Aku akan menemanimu di sini."
"Apa?! Hei.. Kau bisa dihukum jika tidak masuk, bodoh!"
"Aku tidak mau. Aku ingin di sini."
"Kau—"
"Ah, aku akan membeli makanan dulu. Kau diam di sini dan tidurlah. Aku akan segera kembali,” ucap Sean dan segera pergi keluar UKS.
Tiba-tiba sebuah lengkungan terukir di bibir gadis itu.
"Dasar aneh. Apa dia selalu melakukan hal seperti ini kepada setiap wanita yang diincarnya?" gumamnya.
Tunggu! Apa?
Diincarnya?
***
Sean membawa sekantung plastik yang berisi makanan dan minuman. Pria itu tampak berjalan kembali ke UKS, tempat saat ini Rachel beristirahat.
"Hei, Sean Erlangga!" Panggil seseorang. Sean segera membalikkan badannya dan mendapati Satria di sana.
"Hm, Satria . Kenapa?"
"Elang berkata padaku kalau sesuatu terjadi di perpustakaan. Aku melihatnya membawa beberapa buku dari sana. Apa yang sebenarnya terjadi, Hm?” tanya Satria .
"Aku akan menjelaskannya nanti."
"Baiklah. Ah, ya. Apa yang ada di tanganmu itu? Kelihatannya kau baru saja membeli banyak makanan dan minuman."
"Ah, ini? Ya, aku membelinya untuk Rachel, dan juga untukku."
"Rachel? Tapi.bukankah kelasnya ke arah sana,” ucap Satria sembari menunjuk ke koridor di sebelah kirinya.
Sean tersenyum tipis.
"Dia saat ini berada di UKS."
"Aparago? Apa dia sakit? Ah, ataukah yang di perpustakaan itu.. ada kaitannya dengan Rachel?"
"Hm. Sudahlah, aku harus segera kembali ke sana. Nanti akan aku ceritakan detailnya,” ucap Sean dan berjalan melewati Satria .
Satria menatap punggung Sean.
Ia melipat kedua tangannya.
"Kurasa kali ini Sean benar-benar sedang jatuh cinta.”
Sean berjalan ke UKS. Begitu ia sampai di depan pintu dan hendak membukanya, seketika aktifitasnya terhenti begitu melihat kedalam UKS dari balik kaca yang terdapat di pintu itu.
Ia melihat Rachel tengah berbicara dengan seseorang.
Seorang pria. Namun sayangnya Sean tidak bisa melihat wajahnya karena posisi pria itu membelakangi pintu.
Rachel tampak membuang pandangannya ke arah lain. Ada yang aneh dengan ekspresi wajahnya.
Kemudian gadis itu tampak mengatakan sesuatu tanpa mengalihkan pandangannya. Dan tidak lama kemudian pria yang tengah bersamanya itu membalikkan badannya dan berjalan ke arah pintu.
Saat ia membuka pintu, pandangannya bertemu dengan Sean yang saat itu memang sedang berdiri di sana.
Pria itu menatap Sean dingin dan langsung pergi tanpa sepatah katapun. Ia bahkan sedikit menubruk lengan Sean.
Sean berbalik dan menatap punggung pria itu.
'Wajahnya... sepertinya aku pernah melihat wajahnya.'