14

1464 Kata

Aku duduk di samping Mas Rasya dengan jantung berdetak kencang. Ini adalah hari pernikahan kami. Mama yang duduk di dekatku, berkali-kali mengusap wajahku yang berkeringat dingin dengan tisu. Sungguh. Rasanya tegang bukan main. Juga amat gugup. Di seberangku, Qila dalam pangkuan Mas Hanif terus berceloteh riang. Adnan di sebelah Bapak tak henti mengangkat HP ke udara, menciptakan cahaya keperakan yang terus melesat ke arah kami. Entah ke mana Mbak Ratih yang selalu tampak tak menyukaiku itu. Aku tak pernah melihatnya satu Minggu terakhir ini. "Saksi?" "Saaah." Perasaan sedih yang sejak tadi mendekam di benak tak dapat lagi kubendung, akhirnya meluap dalam butiran air mata. Dadaku sesak bagai ditindih berton-ton benda berat. Aku terisak lirih. Mas Rasya mencondongkan tubuh mendekat lal

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN