Untuk menghindari godaan memasuki Seido, sedang dirinya terdaftar sebagai tamu, Flak setuju bertemu dengan orang yang meneleponnya—di luar hubungan kampus—kemarin.
Dia menunggu di sebuah kafe yang tampak terang, tidak jauh dari George Washington Parkway, dengan duduk di sudut ruangan itu, menghadap pintu. Cuaca pada hari Jumat sore itu sangat menyenangkan. Para profesional muda dan para mahasiswa sedang sibuk merencanakan akhir pekan, saling bertukar obrolan ringan dan gosip kecil, sembari melemparkan lirikan genit ke seluruh ruangan yang dipadati pengunjung. Banyak di antara lirikan itu tertuju pada Flak, tapi semua lirikan itu tidak digubrisnya. Duduk seorang diri dalam suasana kafe yang ramai itu membuatnya sungguh merasa tua dan terasing.
Setelah dua puluh menit berlalu, deruan angin dingin memasuki ruangan itu saat pintu ditarik terbuka. Laki-laki yang baru saja masuk itu terlihat biasa saja, entah dari segi pakaian, tinggi badan maupun lekuk tubuhnya, sehingga dia langsung membaur dalam suasana kafe. Berdasarkan pengalaman lapangan James Maggie selama hampir dua puluh tahun justru situasi yang tidak mencolok seperti itulah yang memang dia harapkan. Dia memulai kariernya awalnya sebagai seorang analis muda biro Soviet, tapi tidak lama setelah itu orang yang lemah lembut dan sangat cerdas itu merintis jalan hidupnya ke dalam Direktorat Operasi. Ketika pertengahan 1980-an dia mengendalikan para agen rahasia di balik Tirai Besi dan membuat regulasi untuk beberapa pembelot yang karena kedudukannya di dalam Komisi Keamanan Negara di negeri itu dapat menjadi aset bagi CIA. Sekarang, pada puncak kariernya, Maggie tertera namanya sebagai orang nomor tiga di Seido sebagai Deputi Direktur Operasi. Dia melambaikan tangannya sebagai tanda kalau dia tahu di mana Flak berada, saat orang yang lebih muda itu berdiri dengan membawa cangkir kopinya, kemudian mengikuti Maggie kembali lagi ke udara yang terbuka yang dingin.
“Kau terlihat hebat, Sobat. Kelihatannya kehidupan kampus memang sangat cocok bagimu,” kata Maggie saat mereka berdua berjalan pelang menuju ke arah Mall. Langit berwarna kelabu, dan cengkeraman hawa dinginnya menandakan kalau salju akan turun lebih awal. Flak melirik ke sebelah kirinya dan menganggap kalimat itu diucapkan dengan jujur. Terkadang memang rumit untuk mencoba memastikan makna dari kalimat Maggie, sebab mimik wajahnya memang sulit ditebak. Dengan belahan rambut yang disisir rapi ke sebelah kanan dan gaya berpakaiannya yang konservatif tapi mahal, dan dengan wajah yang tenang tampaknya sudah menjadi ciri khasnya. James Maggie menurut pandangan Flak lebih terlihat sebagai seorang menteri atau bankir tua daripada seorang pejabat intel. Jika di luar, dalam situasi non resmi, auranya sudah jauh berbeda.
“Tidak dapat aku katakan kalau aku tidak senang.”
Maggie mencerna kalimat itu sebentar. Flak memang selalu begitu setiap waktu.
“Punya banyak waktu untuk menyibukkan diri, kukira.”
Flak merasa agak ragu, “Aku usahakan supaya selalu sibuk. Aku saat ini mengajar, dan aku bertemu seseorang. Kehidupan yang tidak buruk, Maggie.” Dia mengembalikan tatapan matanya yang menantang Maggie. “Yang aku punya saat ini sangat berharga.., baik.”
Untuk sejenak keduanya berjalan terus dengan tanpa sepatah kata pun. Bagi Maggie, perkataan Flak tidak meyakinkan, Dia tahu mengenai mahasiswa berusia dua puluh empat tahun yang diincar Flak, dia pun tahu soal posisi mengajarnya yang lemah di universitas. Dia mengundurkan diri di garis belakang di suatu perairan, mengendorkan perhatian atas semua peristiwa du dunia. Dia pun menunggu waktu supaya waktu menggerus habis kenangan yang berhubungan dengan apa yang sudah dilihat dan mungkin apa yang sudah dilakukannya… Jika saja ditanyakan pendapatnya, Maggie akan mengatakan kalau Flak tidak tahu jika dirinya terus diikuti perkembangannya. Flak ingin diyakinkan kalau tidak, tentu saja dia tidak perlu susah-susah melakukan pekerjaan ini.
“Aku mengira kau pasti sudah melihat semua berita itu. Sungguh sulit untuk dipercaya. Sebuah serangan pada tiga mobil di siang bolong dan tidak ditemukan apa pun. Benar saja, kecuali enam warga sipil yang mati, salah satunya yaitu seorang perempuan yang tengah mengandung, dan tujuh belas orang lain terluka. Media meliput seluruhnya, dan presiden menekan kami semua. Jelas kalau presiden berhubungan sangat dekat dengan senator itu.” Maggie gemetar oleh tiupan angin yang menderu menggoyangkan dedaunan berwarna oranye cerah di atas mereka. “Si b*****h itu menghantam semua satuan pengawal Chow, Flak. Mereka bukan orang yang dengan curang lulus Ujian Pegawai Negeri. Mereka bukan pegawai yang tidak memiliki dedikasi yang cuma bekerja demi mengharapkan pensiun. Mereka ialah orang profesional yang tengah mendapatkan giliran rotasi dan pengawalan presiden. Demi Tuhan.”
“Dari semua berita yang telah aku dengar, ada seorang yang selamat. Seorang perempuan.”
“Ya, nama perempuan itu adalah Naomi Ambirata. Seorang perempuan yang memiliki pengalaman gaek tujuh tahun. Ini adalah cerita sedihnya; dia punya seorang anak berusia enam tahun, dan dia diduga tidak bisa sembuh selamanya. Sialan!” Maggie meremas bungkus starbucks yang sudah kosong kemudian melemparkannya ke tempat sampah yang sudah penuh. Bungkus starbucks itu jatuh dari atas ke tumpukan sampah itu, menggelinding ke tanah dan ditiup angin sampai melayang kembali ke trotoar. Seorang perempuan yang menggunakan pakaian olah raga tengah joging mendekat, kuncir kuda rambutnya yang pirang itu bergoyang seirama langkah kakinya. Dia melemparkan tatapan matanya jijik kepada Maggie saat melintas.
“Chow dalam perjalanan pulang ke kawasan Alexandria; dia tinggal bersama isterinya di sebuah rumah di Gentry Row. Rutenya telah diperiksa oleh kelompok pengawal itu dan mendapat persetujuan, tapi rute itu cuma salah satu dari antara lima alternatif, dipilih random setengah jam sebelum mereka meninggalkan Gedung Bertrand. Jadi ada daftar orang yang mengetahui informasi tentang rute itu, dan daftarnya begitu pendek. FBI sudah menyelidiki masing-masing di antara mereka. Dari informasi yang aku dapat, mereka telah menemui Nawiansky dari D.C. Circuit untuk melakukan penyadapan. Kita akan segera mengetahui lebih banyak sesudah satu sampai dua hari nanti, kalau mereka mau ambil bagian dengan semangat kerja sama yang baru.”
“Kenapa seorang senator mendapatkan jasa pengawalan Dinas Rahasia? Bukankah itu seharusnya pekerjaan Polisi Cpitol Hill?”
Maggie merasa skeptis sebelum menjawab. “Akan aku kasih tahu sebabnya. Kita memiliki sebuah rekaman, lebih dari satu rekaman tepatnya. Aku yakin kau tahu orang yang telah melakukan hal ini.”
Dengan pernyataan in waktu seolah berhenti mendadak bagi laki-laki yang lebih muda itu. Jemari yang dingin terasa merayap dari bawah tulang belakangnya, mengancam hendak mencekik tenggorokannya. Dia bengong saja untuk seketika hingga perasaan itu lenyap dengan cepat dan dia merasakan tangan Maggie yang merangkul bagunya.
“Hanya melihat rekaman itu, Flak. Lihat rekaman itu dan katakan padaku pendapatmu. Hanya itu.”
Keduanya perlahan berjalan kembali menuju kafe. Maggie berjalan dengan diam. Sementara Flak tenggelam dalam kesunyian yang lain, ke suatu dunia yang sama mengerikannya.