PUPADISHA 1

489 Kata
Sejak peristiwa sambal goreng balado nuklir di Rumah Makan Keluarga Kahoku. Hubungan Kishi Kai dengan Pak Acalapati jadi semakin dekat. Pria paruh baya itu mengaku bahwa ia sangat senang dengan hadiah dari salah satu pegawainya tersebut. Untuk yang selanjutnya setiap dua hari ia meminta dibelikan (dimasakkan) menu yang sama oleh Kishi Kai. Lampu hijau! Alamak, kalau sampai menikah dengan anaknya. Aku malah akan dijadikan bapak rumah tangga bagaimana ini, khi khi khi, batin Kishi Kai ngegalau ria. Ah, imajinasinya terlalu jauh. Bahan untuk membuat sambal goreng balado nuklir memang memiliki harga yang lumayan mahal. Tapi, kalau itu bisa memenangkan hati atasan. Sepertinya akan jadi investasi menjanjikan. Karena gaji Kishi Kai juga sudah naik. Ia harus berpikir untuk mengalokasikan dana khusus guna membahagiakan calon mertua... maksudnya Pak Acalapati. Pagi itu Day dan Night berada di ruang makan untuk sarapan. Day sedikit menggerutu karena sekarang masakan favorit Night bukan nasi goreng lagi. Setiap datang pagi ceria di mana ia mood untuk terjun langsung ke dapur dan membuat makanan. Yang akan Night masak adalah sambal goreng balado nuklir. Alasannya, sekalian membuat masakan untuk calon mertua, uhuk, maksudku atasan di kantor, ucap Night dengan riangnya. Kalau dulu Night selalu mulai memasak sejak pukul tiga pagi. Tapi, di pagi ceria yang kali ini ia tidak perlu lagi melakukannya sepagi dulu. Ia beralasan jam kerja pegawai tetap lebih fleksibel timbang saat ia masih jadi pegawai honorer. Kishi Kai mulai bersikap seenaknya sendiri. “Memangnya kamu sudah pernah melihat tampang dari cewek itu?” tanya Day. “Aku sama sekali tidak peduli pada tampang atau rupa atau fisik atau yang semacamnya, Day. Selama dia pintar. Dia sudah memberi semua yang aku mau dari seorang perempuan,” jawab Night riang. “Kamu tidak boleh suka pada seorang perempuan hanya karena alasan seperti itu, Night. Banyak yang diperlukan oleh sepasang insan manusia dalam menjalin suatu hubungan. Apalagi bicara masalah cinta-cintaan,” nasihat Day. “Kata temanku anak perempuannya Pak Acalapati itu numero uno. Rupawan, hartawan, tipe istri idaman, dan lainnya lah,” beritahu Night ceria. “Sempurna menurut teman kamu kan belum tentu sempurna untuk kamu juga. Mungkin kamu punya pandangan soal cinta dalam tolak ukur yang sempit karena belum pernah mengenal perempuan. Tapi, kalau sudah tau. Prasyarat yang akan kamu ajukan sudah pasti akan lebih meningkat. Lebih spesifik,” nasihat Day lagi. “Aku tidak peduli, Day. Ini juga hanya taruhan untuk main-main saja. Usiaku ini juga masih sebelas tahun. Tidak mungkin kan kalau aku akan jatuh cinta serius sama cewek yang umurnya dua kali lipatku?” balas Night. Justru itu yang Day khawatirkan. Yang Night cintai bukan wanitanya, tapi fisikanya. Ilmu pengetahuannya. Kecerdasan dan juga kepintarannya. Day lebih khawatir jika Night jatuh cinta hanya pada hal-hal berbau Fisika yang ada dalam diri wanita itu. Bukankah itu agak… “Lakukan saja deh apa pun yang kamu mau. Tapi, jangan sampai lupa kalau kita sama sekali tidak punya kehidupan dalam tubuh palsu ini. Kita tetap masih anak berusia sebelas tahun yang sedang berusaha lari dari monster yang memiliki nama Aimery,” nasihat Day. Night menggulum senyumannya. “Tenang saja, Day. Aku tidak akan lupa kalau soal itu.” T B C ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN