Perasaan Jun 2

422 Kata
“Sudah aku bilang berkali-kali. Aku hanya mengantar dia pulang karena kunci mobilnya hilang. Habis itu ya tidak ada apa-apa lagi yang terjadi di antara kami,” cerita Jun sekenanya ketika Bright memaksanya untuk bercerita lebih jauh. “Sudahlah, cerita saja, bro. Di sini juga hanya ada aku doang,” balas Bright sambil terus memasak. “Awalnya ya memang dari kamu doang. Tapi, ke depannya nanti bakal jadi ke semua orang. Itulah kata yang lebih tepat untuk menggambarkan situasi saat ini, ‘kan?” koreksi Jun. “Apa kamu tidak menyadari sesuatu dari tindakannya Matan Iida?” tanya Bright. “Menyadari soal hal apa, sih?” tanya Jun balik. “Logika saja ya, Jun. Mana ada di dunia ini perempuan dewasa seperti Mata Iida mengajak makan malam seorang cowok dewasa lainnya kalau tidak ada apa-apa. Paham, ‘kan? Paham, ‘kan? Paham, ‘kan?” tanya Bright geregetan. “Maksudmu apa, sih?” tanya Jun lagi menengok ke arah Bright. Berhenti dari aktifitasnya menghias makanan. Bright menepuk dahinya sendiri. Plok. “Oh my, oh my, otak yang kamu gunakan itu pakai prosesor macam apa, sih?” tanyanya gemas akan kelemotan Jun. Ia jadi khawatir Jun hanya memasang prosesor otak bekas pakai atau prosesor otak paling murah tidak berkualitas di otaknya. Apa karena Jun itu orang kismin sama sepertiku? Oh, Jun, kamu harus berani berinvestasi untuk kehidupan yang lebih baik, batin Bright melantur ke mana-mana. Sebenarnya otakku sudah menggunakan prosesor yang terbaik. Tapi, ini semua bukan masalah otak. Bukan masalah pengertian. Bukan masalah pikiran. Bukan masalah semacam itu. Masalahnya ada pada hatiku. Masalahnya ada pada diriku sendiri. Hatiku yang sudah tidak bisa merasakan cinta lagi ini. Sebuah hati yang cacat, batin Jun seolah bisa menebak pikiran Bright soal dirinya, mungkin aku akan menghabiskan sisa hidupku sebagai robot tanpa perasaan yang terperangkap dalam rupa manusia. “Biar aku perjelas saja, ya,” kata Bright, “Aku yakin semua teman kita di sini juga sudah tidak sabar untuk tau akhir dari kisah kalian. Matan Iida itu… Matan Iida itu sebenarnya… jadi...” “BRIGHT!” teriak Iida dari pintu dapur. “Kamu saya tugaskan untuk jadi perwakilan Kahoku untuk berhubungan sama suplayer bahan makanan kita yang baru,” perintahnya. Wajah Bright memucat seketika. “Siap, Iida,” responnya secepat kilat. “Tadi kamu mau ngomongin apa?” tanya Jun dengan sok polosnya. Bright kembali mengambil nafas. Bersiap mengungkapkan kenyataan, “Matan Iida itu…” Iida berteriak lagi dari luar dapur, “BRIGHT, buruan berangkat!” perintahnya. Sebelum keluar memenuhi pangilan sang manajer setan. Bright menyentuh kedua pundak Jun. “Hanya ini yang bisa aku katakan sebagai seorang sahabat. Walaupun kamu merasa sudah tidak memiliki apa pun lagi. Percayalah bahwa cahaya yang kamu harapkan masih ada. Temukanlah cahaya itu!” Perasaan itu… masih adakah perasaan untukku di luar sana, batin Jun melepas kepergian Bright dengan raut sedih. T B C ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN