Kadang kala aku ingin sekali jadi seperti Night. Bahkan bukan kadang lagi, tapi selalu ingin menjadi seperti dia. Sedikit saja. Aku berharap aku bisa mengikuti apa yang selalu ia lakukan. Sifat yang senantiasa positif. Pembawaan dan tutur kata yang sabar. Hasrat yang selalu besar untuk menyelamatkan, membantu, dan melindungi orang lain.
Aku menginginkan itu semua. Semuanya! Tapi, aku tidak bisa. Aku tidak merasa akan mampu. Tak peduli seberapa besar rasa inginku.
Hari demi hari kami terjalin menjadi suatu cerita. Aku terus kembali ke rumah makan keluarga Kahoku untuk bekerja. Bertemu dengan banyak orang dan menjalani kehidupan yang fana ini. Namun, jauh di dalam hatiku aku merasakan sebuah perasaan yang menyimpang.
Terkadang juga aku bertanya untuk apa aku ini ada. Jika cerita panti asuhan Riordan benar. Itu berarti aku hanya anak yang tak diharapkan oleh kedua orang tuaku. Namun, jika cerita Night yang benar. Itu berarti aku hanya anak berbakat yang ingin dijadikan komoditi dagang oleh orang-orang kaya yang jahat. Kehidupanku telah direnggut paksa. Dan di masa depan nanti. Aku hanya akan melakukan apa yang orang lain inginkan.
Aku tidak mau jadi seperti itu. Aku tidak mau hanya melakukan apa yang orang lain kehendaki tanpa sepengetahuanku sendiri. Orang-orang yang berdiri di balik nama yayasan Aimery itu pasti sangat cerdik dan juga licik. Bagaimana aku tau aku belum masuk ke dalam skenario karangan mereka? Skenario masa depan yang belum aku ketahui tersembunyi di balik skenario masa lalu yang baru saja aku sadari.
Sungguh mengerikan. Sangat mengkhawatirkan.
Semua orang yang ada di sekitarku perlahan jadi terasa penuh dengan kepalsuan. Kemunafikan. Topeng. Kebohongan. Ah, apa mungkin kalau ini adalah efek paranoid dari ucapan Night? Benar juga, sih. Ayo, Day, kamu harus sadar. Kalau kamu labil seperti ini terus kamu bisa akan jadi semakin mudah untuk dikendalikan oleh mereka.
Sadar, sadar, sadar, sadar, sadar, sadar, sadar!!!
Aargh, s**l, percuma saja rasanya. Aku tak juga bisa melepaskan diri dari semua pikiran yang merusak kedamaian itu. Mungkin siang hari memang terlihat lebih ganas dengan panas dan cahaya terangnya. Namun, justru malam lah yang lebih menyimpan kekuatan. Dalam kegelapan. Dalan kediaman. Dalam kesunyian dan juga ketenangan.
Aku sangat sangat sangat tidak mau jadi terlalu bergantung pada Night. Baik bergantung pada diri maupun pikiran yang ia miliki. Biarlah malam bersama kegelapan, namun ditaburi cahaya banyak bintang dan juga rembulan. Cahaya jadi hal yang istimewa saat itu, bukan? Dan juga biarlah siang tetap membara bersama cahaya meski hanya berasal dari satu bintang.
Tapi… aku tak mau hanya ada satu bintang yang menerangiku. Bintang yang seolah memiliki nama. Yaitu Night. Aku tak mau keberadaan dan eksistensiku didiskreditkan oleh diriku sendiri. Sama sekali tidak boleh! Hanya karena keberadaan seorang Night…
Huff… sejak awal kami berdua itu memang sangat berbeda. Nyaris bertolak belakang. Hitam dan putih. Kiri dan kanan. Selatan dan utara. Yin dan yang.
Atau… malah kami berdua itu sangat sama?
“Alaaand!” panggil Kristof yang setengah berteriak dari meja depan.
Day yang sejak tadi asyik menggalau pun berlari kecil menghampiri temat Kristof berada. “Ada apa ya, Kak?” tanyanya.
“Pelanggan kamu datang, tuh,” beritahu Kristor menunjuk ke meja nomor dua belas. “Layanin sana!” perintahnya.
Mengikuti arah yang ditunjuk oleh Kristof. Day langsung bergidik dan memundurkan kepala. “Eeuuh, Kak Kristof aja, gih. Aku sedang bersihin dapur tau,” alasannya.
Plaak! Kristof langsung menggeplak batok kepala Day karena ucapan ngasalnya. “Dapur bagian mana yang harus kamu bersihkan? Kamu mau kembali kea bad dua puluh satu atau bagaimana? Mereka kan bisa membersihkan dirinya sendiri, bodoh. Jangan mengarang bebas deh, Land! Aku sedang sibuk melakukan input pada laporan pemasukan bulan ini, nih,” balas Kristof dengan tatapan tajam.
Cih, semua orang selalu saja jadi sok sibuk ketika wanita bernama Wiwit Sulastri itu datang. Herannya… kenapa ya mereka kok selalu bisa saja menemukan kesibukan yang masuk di akal? Sementara itu Day selalu saja terjebak dalam alasan demi alasan kegiatan yang bodoh demi menghindari orang itu.
Seperti contohnya saat…
“Aland, pelanggan kamu datang, tuh. Buruan dilayani!” perintah Brotho.
“Aku sedang sibuk membersihkan genteng ini, Mas,” respon Day dengan tidak masuk akalnya.
“Genteng tidak perlu kamu bersihkan segala, t***l!” balas Brotho auto ngegas.
“Aland, pelanggan kamu datang, ya. Buru kamu layani sana!” perintah Cornelia.
“Aku sedang sibuk membaca buku, Mbak. Jangan diganggu,” respon Day dengan tidak masuk akalnya.
“Jangan baca buku saat sedang jam kerja, i***t! Dasar anak bocah tidak bisa diatur. Susah diurus. Kalau disuruh tuh ya harus melakukan! Kamu ini bagaimana, sih? Bla bla bla bla bla bla blab la…!!!” balas Cornleia auto keluar dua tanduk setannya.
“Aland, pelanggan kamu datang. Cepat dilayani, ya,” beritahu pelayan restoran yang lain.
“Aku lagi ngupil, Mas,” jawab Day tak peduli lagi.
Plaak. “Cepat cuci tangan sana! Dasar bocah jorok sekali!”
Bu Wiwit Sulastri kan masih berduka karena baru saja kehilangan seluruh keluarganya. Aku harus bisa berusaha untuk menjaga sikap sebaik mungkin. Sekalipun itu membuat aku harus menunggu pesanannya selama berjam-jam sekalipun. Sambil terus tersenyum dan memasang tampang bersahabat. Tidak apa-apa, Day, orang sabar itu disayang oleh ilmu pengetahuan.
Yosh!
“Selamat datang, Nyonya Wiwit Sulastri. Bersyukur sekali melihat Anda di sini saat ini. Kebetulan saya memang sudah menunggu kedatangan Anda sejak lama. Silahkan dipilih makanannya,” sambut Day super ramah (untuk meredam kekesalan pribadi) sambil menyodorkan daftar menu.
Wajah wanita bernama Wiwit Sulastri itu seketika berubah seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya. “Kamu ini sedang ngomong sama siapa?” tanya wanita itu.
Sebelah alis Day terangkat. “Iya? Bukankah itu adalah nama Nyonya?” tanyanya.
“Enak saja kamu ini bicara tidak pakai filter! Nama saya itu adalah Niken Kalifa Lokatara!” sangkal Wiwit Sulastri. “Nama siapa yang kamu sebut barusan itu? Ada ada saja sih pelayan rumah makan ini, huh!” Disilangkan kedua tangannya di d**a dengan raut pongah.
Kedua belah alis Day langsung terangkat karena panik. “Hah? Apa?”
Kampret! k*****t! k*****t! Aku pasti habis dikibuli sama Kak Brotho. Dan lagi… Lokatara itu kan salah satu nama keluarga yang terdaftar di kementrian. Wah, orang ini pasti berasal dari keluarga yang terpandang. Jangan-jangan semua cerita soal dia yang kehilangan keluarga dan yang lain-lainnya. Semua itu hanyalah karangan Mas Brotho.
SIAAAAAAAALLLLLLL!!!!!!!!!!!!!! JDUK JDUK JDUK!!!!!!!!!!!
Ini pasti pembalasan dari dunia law of atraction karena aku sudah sangat sering mengibuli dan mengerjai Night. Maafkan saudaramu ini, Night. Aku akan bertaubat dari hobi suka mengerjaimu, batin Day. Berusaha calm down.
T B C ~