Day pun segera melepaskan cengkraman kedua tangannya sebelum Night benar-benar menghembuskan nafas terakhir. “Duh, aku minta maaf, ya. Gara-gara kamu, sih…”
“Uhk… t-tidak apa-apa, kok,” balas Night dengan tabahnya.
“Memang apa yang membuat kamu di pagi hari seperti ini malah membicarakan hal seperti itu?” tanya Day.
Night menjatuhkan tubuhnya di lantai. Dengan nafas masih tersengal-sengal ia menjawab, “Aku bicara seperti itu karena… mungkin saja panti asuhan kita dulu itu sudah tidak ada, Day. Tapi, kamu harus ingat bahwa keluarga Aimery beserta seluruh kekayaan, kejayaan, dan kuasa mereka masih eksis dan berdiri tegak di muka bumi. Bahkan sampai di detik ini,” peringatnya.
Day memegang dagu dengan tampang berpikir keras mendengar jawaban Night yang sangat masuk di akal itu. “Benar juga apa yang kamu katakan. Hanya karena panti asuhan Riordan menghilang. Bukan berarti apa yang dilakukan oleh yayasan Aimery pun turut ikut menghilang. Padahal bisa dibilang kalau inti dari seluruh kejahatan panti asuhan Riordan adalah yayasan Aimery. Bukankah seperti itu?” simpulnya.
“Ada beberapa kemungkinan yang bisa orang-orang yayasan Aimery lakukan untuk menyikapi hancurnya panti asuhan Riordan: mencari kalian, barang dagangannya, atau membangun Riordan yang baru di tempat lain dengan identitas yang berbeda. Itu bisa saja.”
Night melanjutkan, “Mungkin kalau mereka memilih yang kedua tidak akan jadi masalah untuk kita yang sudah punya kehidupan baru di tengah masyarakat ini. Masalahnya di sini a-da-lah… lebih besar mereka kemungkinan bahwa mereka akan melakukan yang pertama,” prediksinya dengan raut serius. Ia sama sekali tidak ingin bercanda menyangkut topik tentang bekas tempat tinggal mereka satu itu.
Tiba-tiba kedua mata Day terbelalak seolah baru saja menyadari sesuatu. “Sebenarnya aku sudah memberitahu rencana mereka pada Evening dan Afternoon. Kemungkinan besar pengurus panti yang baru pun sudah menyadarinya. Jika seperti itu adanya… yang akan jadi ancaman terbesar bagi yayasan Aimery setelah runtuhnya Riordan… adalah kita.
“Tapi Night, sejak kita meninggalkan panti asuhan Riordan dua tahun lalu. Tidak pernah ada kabar atau berita sama sekali soal kejahatan yayasan Aimery. Apa masih relevan jika kita tetao memikirkan semua itu di saat seperti sekarang ini?” tanya Day.
Salah satu tangan Night terangkat dan menunjuk wajah Day. “Evening dan Afternoon sudah mati, Day. Yang paling mungkin jadi incaran mereka saat ini hanya kamu seorang,” tunjuknya ke wajah Day. “Ka-mu se-o-rang,” ulangnya agar semakin greget.
Day terjatuh dari posisi duduknya yang sedang berjongkok. Ia terus mundur perlahan ke belakang. Sampai membentur meja makan. Duk. “Tapi, itu semua tidak mungkin. Itu pasti tidak benar, ‘kan? Oh tidak… aku memang benar-benar anak yang naif dan terlalu percaya diri.”
Night beranjak duduk. Ia akan melanjutkan analisanya perihal masalah ini, “Day sudah pasti memiliki banyak koneksi dan relasi dari luar negeri. Apa yang akan orang Aimery pikirkan? Setelah panti asuhan Riordan runtuh. Ia pasti melarikan diri ke salah satu negara yang sudah pernah membuat kontrak dengannya. Lalu, meminta suaka dan perlindungan dari mereka.”
“Kemungkinan besar selama ini mereka mengunjungi setiap institusi itu untuk mencegahku melaporkan semua tindakan mereka. Lagipula semua bukti yang aku miliki untuk menyudutkan mereka sudah tidak ada. Pihak Aimery tinggal mengatakan bahwa pengakuan yang aku utarakan sebagai hal gila dan menjebloskanku ke rumah sakit jiwa. Atau skenario terburuk lain. Aku bisa dituduh dengan pasal pencemaran nama baik dan dijebloskan ke penjara.
“Pada akhirnya belum ada jalan keluar yang make sense untuk melakukan serangan balik pada mereka,” simpul Day.
“Tepat sekali,” respon Night.
“Sebenarnya aku masih bingung. Cara apa yang kamu gunakan untuk bisa menyadari itu semua?” tanya Day mendekatkan wajahnya ke Night dengan raut penasaran.
Bibir Night langsung mengerucut imut. Seketika wajahnya berubah jadi terlalu menggemaskan untuk pemuda seusiaannya. Day paham betul. Tampang Night yang cool jadi begini hanya karena satu alasan itu. Gotcha.
“Kau pasti terus terjaga tadi malam,” tuding Day telak. Sejak dulu Night memang menderita nokturnal atau giat malam. Berkat larangan wajib tidur sepulang kerja yang Day berlakukan. Penyakit itu memang beranjak berkurang. Saat ini Day tak akan membiarkan penyakit Night satu itu kembali muncul karena ia mengabaikan larangannya.
“Tadi malam aku mencari data rumah sakit yang ingin aku rekomendasikan untuk penyembuhan istri seorang teman kerjaku yang sedang mengalami sakit parah. Hanya itu saja, kok,” jawab Night berusaha memberikan alasan. Istilahnya ngeles.
“Setelah itu kamu pasti malah jadi mencari tahu lebih jauh tentang profil rumah sakit-rumah sakit itu dan menemukan beragam aktivitas mencurigakan dari yayasan Aimery yang memantau kelahiran anak-anak dengan kemampuan Child Prodigy,” tebak Day.
Night langsung melongo mendengar ucapan sahabatnya. “Kamu tau dari mana?” tanyanya takjub. Daya intuisi Day memang tidak kaleng kaleng.
Day langsung membatin, kamu itu sangat amat mudah untuk ditebak, Night. “Tidak apa-apa, kok. Untuk saat ini setidaknya kita sudah berusaha menutupi identitas kita dengan menggunakan teknologi V E M dan mendaftarkan identitas palsu. Kita berdoa saja agar bisa merasa sedikit lebih tenang untuk saat ini dan juga seterusnya. Semoga,” ucapnya berusaha menenangkan.
Mendengar jawaban Day Night langsung membatin, sepertinya peringatanku belum membunyikan bel peringatan tanda bahaya di dalam kepalanya. “Apa kamu tidak ingat soal kenang-kenangan panti asuhan Riordan yang masih kamu bawa sampai saat ini?” tanyanya masih berusaha untuk menyalakan bel tanda bahaya di kepala Day.
Wajah Day auto memucat mendengar pertanyaan Night. “T-Tapi… itu kan sudah lebih dari satu tahun yang lalu. Kalau mereka benar-benar tau… tidak mungkin mereka belum…”
Masih belum menyalakan belnya, ya. “Sejak dulu itu sudah ada istilah mengulur untuk menarik, Day. Tarik ulur. Mereka hanya berusaha untuk membuatmu selengah mungkin agar bisa menangkapmu semudah mungkin ketika kamu tanpa persiapan apa pun. Tanpa kekhawatiran apa pun. Seperti saat ini,” peringat Night. Masih berusaha untuk menyalakan bel kewaspadaan sahabat karib satu-satunya itu.
Day yang panik langsung memegang dagu dengan tampang impulsif. “Tapi… itu tidak mungkin. Padahal aku baru saja merencanakan pameran dalam waktu dekat ini.”
“Berharap saja waktu kamu ngelakuin itu mereka nggak tiba-tiba muncul dan menghancurkan segalanya,” ucap Night,
Day menjadi sangat panik. Keringat sampai berlomba-lomba keluar dari pori-pori kulitnya. Dan juga menggigil hebat. “Bagaimana ini…? Bagaimana…? Apa kita akan bisa menghadapi mereka? Apa yang harus kita lakukan? Tidak… tidak mungkin...”
“The Butterfly’s Breath adalah jati dirimu, Day. Tak mungkin semudah itu menghapusnya, bukan? Aku sudah memikirkan beberapa alternatif kalau alter egomu itu mau mengadakan pameran lagi. Tapi, mungkin akan sedikit sulit untuk dilakukan,” ucap Night.
“Saran macam apa itu?” tanya Day masih kalut.
“Coba jangan lakukan pameran di dunia nyata. Lakukan saja pameran virtual. Cari kontak para penggemarmu yang bisa dipercaya. Jika mereka serius ingin menghadiri pameran virtualmu. Beritahu nama lain sebagai pengganti The Butterfly’s Breath. Jika mereka ingin ikut pelelangan setelah pameran. Kau harus memberitahu mereka kode yang lain lagi. Dan begitu untuk seterusnya,” usul Night dengan cerdas dan inovatif.
“Cara apa yang harus kita gunakan untuk mengatahui ada tidak adanya agen Aimery diantara mereka?” tanya Day berusaha sekritis mungkin. Terima kasih pada Night yang sudah menyalakan alarm tanda bahayanya di otaknya.
Night mengangkat kedua pundak. Memasang pose seolah orang yang dalam keadaan clueless. “Kalau untuk itu… aku belum bisa memikirkan bagaimana cara untuk mendeteksi keberadaan mereka,” jawabnya.
“Tenang saja, Night. Tidak apa-apa. Kau sudah membantuku sangat banyak selama ini. Bahkan membangunkanku dari mimpi yang lebih dalam daripada tidurku tadi malam. Sudah, tenang saja. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja,” balas Day.
Night termenung melihat Day yang terduduk memeluk lutut. Ia tau betapa pentingnya arti pameran bagi seorang seniman. Ini bukan hanya masalah uang. Tapi, penghargaan. Seindah apa pun karya yang Day ciptakan. Tak akan ada artinya jika hanya indah di matanya, bukan?
Bagaimanapun juga Night harus menemukan cara untuk membantu Day!
“Sudah, Day. Kamu tidak perlu pusing. Kamu sudah banyak membantu juga dengan mengingatkanku akan hal krusial itu. Sisanya biar aku pikirkan sendiri, ya,” ucap Night berusaha menenangkan sambil memeluk kepala Day, “Lebih baik kamu pikirkan saja bagaimana cara kita akan melarikan diri sampai mereka menemukanmu. Biar aku saja yang memikirkan semua. Lagipula kamu tau, ‘kan? Beban pikiranku itu sudah pasti lebih sedikit. Karena untuk mereka semua aku ini hanyalah sampah.
“Aku yang akan mengurus SELURUH keperluan dari pameran ke… berapamu?” tanya Night.
“Ketiga, Night,” jawab Day lemah lunglai lesu letih lapar.
Night mengacungkan jari telunjuknya berpura-pura ingat. “Aha! Pameran ketigamu! Benar sekali. Tepatnya sih mari kita anggap itu sebagai pameran virtual pertamamu, ya.”
Day menganggukkan kepalanya pelan. "Terserah kau saja, lah. Aku sedang sakit kepala sekarang." Fuhh...
“Yoosha, sekarang ayo kita berdua berangkat kerja!” ajak Night semangat empat lima. Menggenggam tangan Day untuk keluar dari rumah dan kembali menempuh kehidupan “nyata” keduanya.
T B C ~