Kalau begitu saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan miss informasi yang tanpa sengaja terjadi di antara kita. Sepertinya ada kesalah pahaman di sini. Silahkan pesanan Anda, Nyonya,” ucap Day lagi.
Wanita itu masih bertampang bad mood. Berkata, “Kenapa sih setiap saya datang ke sini yang melayan selalu kamu? Bosan tau. Oh, saya tau. Kamu suka ya sama saya?” tanya wanita bernama Niken Kalifa Lokatara itu.
Najong! Najis! a***y! Mbelgedes! Day sampai mengungkapkan semua u*****n jadul itu dalam hati saking kesalnya. “Maaf, Nyonya. Saya ini hanya pegawai. Saya akan melakukan apa yang memang harus saya lakukan,” jawab Day berusaha untuk seprofesional mungkin.
Tiba-tiba dari bad mood wajah Niken jadi… apa bahasa indonesianya h***y? Ah iya, sange! “Boy, kalau begitu apa saya bisa memesan kamu?” tanya wanita bernama Niken Kalifa Lokatara itu lagi. Sekali lagi, namanya Lokatara! Nama yang terdaftar sebagai nama keluarga golongan atas. Bisa dibilang dia ini harusnya berasal dari latar belakang yang sangat terhormat. Kenapa dia malah melakukan pelecehan pada pelayan laki-laki muda yang terlihat gembel seperti Day, sih?
Ingat suami dan keluarga di rumah, woy! Mesen mesen aja kamu pikir aku ini g***o apa bagaimana, batin Day kesal. Super duper emosi. Kalau bukan pelanggan ia bersumpah akan melempar orang kurang ajar ini ke tempat kerja Night. “Dalam artian apa ya, Nyonya?” responnya dnegan pertanyaan yang seramah mungkin. Ia melanjutkan, “Kalau untuk dimakan atau dijadikan cemilan ya jelas saya tidak bisa, tho,” jawabnya sambil berusaha “melucu” untuk mencairkan suasana yang sebenarnya sudah sangat garing bin krispi ini.
“Aha ha ha ha!!! Kamu ini menarik sekali ya, boy. Kebetulan aku ini sebenarnya habis putus sama pacarku,” curhat wanita bernama Niken Kalifa Lokatara itu.
Masa bodo aku ulang ulang terus nama lengkapnya. Kesal sekali melihat ada orang yang berasal dari keluarga kaya malah bersikap tidak jelas seperti ini pada orang biasa, batin Day emosi. “Putus dari pacar bagaimana ya maksudnya? Nyonya itu kan seharusnya sudah punya…” tanyanya berusaha menata perasaan agar tetap bersikap profesional.
Niken langsung menarik kerah Day kasar. “EH! Aku jelasin, ya! Namaku itu Niken Kalifa Lokatara. Usiaku baru juga dua puluh satu tahun. Belum menikah. Dan berprofesi sebagai seorang atlet MMA!” beritahunya kesal. Seperti siap membanting Day di tempat.
Eh, badan kayak gitu belum menikah. Belum punya anak pula. Kamu pasti ngajak aku bercanda. Dan lagi… atlet MMA… MMA itu apa, sih? Kedengarannya kok mengerikan, ya. Sampai berbuat salah lebih jauh bisa nancap lah itu ujung gagang sapu di ginjalku, batin Day khawatir.
“Gitu aja ya perkenalannya. Pokoknya aku pesen kamu sama semua pencuci mulut yang ada di dalam daftar ini. Buruan!” perintah wanita… atau malah gadis itu?
“Iya, Nyonya. Siap sedia.” Day menekan tombol kirim dan beranjak duduk di sisi Niken.
“Nama kamu siapa?” tanya Niken.
“Aland,” jawab Day.
“Umur kamu berapa?” tanya Niken.
“Dua puluh satu tahun,” jawab Aland.
“Masih cukup muda. Sepantaran kita ternyata. Apa kamu punya pacar?” tanya Niken.
“Tentu saja tidak,” jawab Aland.
“Menarik sekali. Aku ingin kamu datang ke Mall Emphasize di jam dan tempat ini.” Niken menyodorkan selembar hologram bertuliskan jam dan tempat. Day langsung memindahkan hologram itu ke ICB (Internal Computer Brain atau komputer otak) miliknya dengan menggeser langsung ke arah dahi.
“Apa yang ingin Nyonya saya lakukan? Kalau untuk tindakan yang melanggar hukum, norma, serta susila seperti hal hal yang begituan… saya minta maaf sekali akan tetapi saya harus menolak,” tanya Day mengkonfirmasi.
“Tidak seserius itu, kok. Aku hanya mau mengadakan double date dengan teman-temanku. Malu saja kan kalau bawa cowok jelek. Tenang saja kamu akan aku bayar, kok. Aku ini orang yang banyak uang,” pamer Niken.
“Tunggu saya sebentar, Nyonya!” potong Day sambil bergegas berlari menuju dapur. Jun yang sedang memasak pesanan Niken dikejutkan karena Day muncul dan langsung menarik tangannya.
“Aland, apa yang mau kamu lakukan?” tanya Jun horor karena didorong paksa mendekati pelanggan yang paling dihindari para pelayan.
“Aku mohon bantu aku, Kak. Kali ini saja!” jawab Day mengedipkan sebelah matanya.
Sesampai mereka di meja Niken. Day pun berkata, “Saya punya calon yang lebih berkualitas timbang saya untuk keperluan Anda, Nyonya. Tampan, bertubuh tinggi, bertubuh atletis, bekerja sebagai koki, dan sedang kuliah di fakultas ekonomi,” promosinya.
“Ada apa ini, Aland? Please, jelaskan!” tanya Jun pelan. Semakin horor.
“Nyonya Niken sedang mencari pasangan untuk double date, Kak,” bisik Day ke telinga kanan Jun. Konon kalau kita membisikkan sesuatu ke telinga kanan seseorang. Permohonan yang kita utarakan atau harapkan akan jadi lebih mudah untuk diterima.
Niken langsung memperhatikan Jun dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Cakep juga ya kamu. Aku suka cowok tinggi. Ya udah, aku pesan kamu saja. Aland, kasih waktu dan tempatnya ke dia,” pinta Niken.
“Siaaap, Nyonya,” jawab Day sumringah sambil mengirim lembaran hologram Niken ke tubuh Jun.
“Aland, kamu jual temen sendiri…” ratap Jun berkaca-kaca.
“Kapan dan di mana acaranya?” serobot Iida tiba-tiba. Entah dari mana. Melihat Jun diseret mendekati meja pengunjung wanita membuatnya langsung waspada siaga lima.
Mati. Ketahuan Matan Iida lagi. Dia kan cintanya bertepuk sebelah tangan sama Kak Jun, batin Day seraya menepuk dahi penuh penyesalan.
Matan Iida membatin, demi dewa Neptunus dan seluruh ilmu pengetahuan yang menguasai jagat raya ini. Aku nggak bakal rela tujuh turunan sampai Pangeran Jun-ku tercinta harus kencan buta sama gentong model begini. Sama aku aja nggak pernah. Hiks. Tapi, sebagai atasan aku juga nggak bisa biarin anak di bawah umur seperti Aland untuk kencan sama orang dewasa. Berpikir, berpikir, berpikir, Iida!
“Kami minta maaf, Nyonya. Di jam dan waktu ini Jun maupun Aland ada pekerjaan yang tidak bisa diganggu gugat. Saya lebih setuju kalau Nyonya memilih dia,” kata Iida sambil menunjukkan foto Brotho.
“Hmm… tidak secakep koki ini, yach. Tapi, ya boleh, lach. Daripada tidak ada sama sekali,” jawab Niken acuh tak acuh.
“Terima kasih banyak ya, Iida,” bisik Jun lembut ke daun telinga Matan Iida.
SMMMRWWIING!!! Membuat semburat merah auto muncul di wajah Iida yang cerah. “Sebagai gantinya… kamu harus mau ngedate sama aku, ya,” pintanya. "Pokoknya harus mau, sih..."
Semua pegawai yang menyaksikan serangan pertama Iida ini menggeram geregetan berjamaah dalam hati, Jun, buruan sadar, dong! Atau, Jun, yang peka, dong!
“Hah? Apa? Bagaimana? Saya ini siapa, ya?” respon Jun cengok.
Semua orang langsung kompakan untuk membatin lagi: WHAT A DAMN CLUELESS GUY!