Jun dan Iida

1209 Kata
Untuk hari ini Day akan berangkat ke Rumah Makan Keluarga Kahoku bersama Jun. Perasaannya tenang karena Jun berkata bahwa ia sudah menghubungi sebuah kontak yang setuju untuk dipertemukan dengan Cornelia. Sungguh “pangeran” titisan dewa penyelamat! “Orangnya seperti apa, Kak Jun?” tanya Day penuh harap di perjalanan menuju Kahoku. “Paket b******n, b******k, sekaligus f**k boy dalam satu tubuh yang kelihatan seperti good boy. Tenang saja,” jawab Jun santai. Waduh. “Padahal katanya yang dia cari itu tipe tipe  pure hearted man gitu, Kak,” beritahu Day khawatir orang yang akan Jun bawa tak sesuai dengan kriteria Cornelia reseh itu. Jun melirik ke wajah polos Aland/Day di sampingnya. Satu-satunya pure hearted man yang ia kenal  di dunia ini ya rasanya hanya dia. “Tenang saja. Orangnya baik, kok. Cuma ya aku tidak begitu suka saja sama dia.” Kedua mata Day langsung berbinar, “Aahhh! Begitu rupanya. Menumbalkan orang yang tidak disukai. Benar-benar panutanku.” “Ha ha ha, iya, dong. Mana tega aku memperkenalkan orang baik atau teman sendiri,” balas Jun. Senyum Day langsung mengembang lagi. Ia meremas tangannya diantara lutut. Kalau rencana ini berhasil, bukan hanya dirinya yang diuntungkan, tapi Jun juga mendapat kesempatan untuk melakukan hal buruk pada orang yang dibencinya. Sungguh win win solution. Keputusan yang menguntungkan untuk kedua belah pihak. Sungguh jenius. Day pun memulai harinya dengan cerah ceria dan bahagia. Sampai-sampai rasanya kalau Bu Wiwit Sulastri datang lagi hari ini. Ia akan lebih dari siap untuk menyambutnya dengan senyum dan pelayanan ekstra optima. Tidak bisa ia bayangkan jika akhirnya ia akan berhasil mendapatkan Bintang Pegawai Teladan yang sudah lama ia impi-impi dan harap-harapkan. Di tengah kebahagiaan Day yang seolah melahirkan kembang-kembang setaman di sekitarnya. Tiba-tiba Iida memanggil Jun ke ruangannya. Day yang melihat si pemuda separuh pangeran titisan dewa penyelamatnya itu masuk ke dalam kandang buaya. Tiba-tiba jadi terusik. “Wahai Tuhan ilmu pengetahuan, lindungilah Kak Jun!” harap Day. Sementara di dalam ruangan Manajer Setan Iida. “Bisa tidak kamu tidak usah membawa lagi mobil mewah kamu itu ke rumah makan kita? Kalaupun mau dibawa kerja itu ya mbok jangan parkir di sini,” tegur Iida dngan aura setannya yang kental. “Kamu juga bisa naik kok,” balas Jun menawarkan dengan kerlingan nakal. “Mobil kamu itu terlalu mencolok, Jun. Itu membuat perhatian pengunjung kita lebih tertuju sama mobil kamu. Itu membuat yang mereka ingat saat meninggalkan rumah makan ini adalah mobil kamu. Bukan kesan rumah makan maupun cita rasa makanannya,” argumentasi Iida melipat kedua tangannya di d**a. “Itu hanya mobil pinjaman, Iida,” beritahu Jun. Wajah wanita itu tampak jadi semakin kesal. “Apalagi mobil pinjeman. Kamu tau seberapa terkenalnya mobil yang kamu pinjam itu. Bagaimana kalau pengunjung jadi datang hanya karena ingin melihat mobil itu?” tanya Iida geregetan. Jun mengangkat wajahnya sok berpikir, “Waah, susah juga kalau pakai mobil seperti itu saja bisa menimbulkan masalah.” Berarti akan lebih bermasalah lagi kalau aku pakai mobilku sendiri, batinnya. “Lebih baik kamu kembali ke transportasi yang kamu gunakan dulu,” ucap Iida memberi saran. “Dulu kan tempat tinggalku dekat, Iida. Jadi aku bisa ke sini menggunakan air surf. Apartemenku yang sekarang di Bogor, lho. Aku tidak akan bisa sampai Bogor hanya dengan selancar angin. Apa kamu bisa memahami itu?” tanya Jun. Iida memalingkan wajah saat Jun bertanya sambil mendekatkan tubuh. “Kalau begitu lebih baik kamu mulai membiasakan diri untuk pakai transportasi umum,” sarannya. “Aku sangat benci pada kendaraan umum,” beritahu Jun seraya mengayun-ayunkan telapak tangan. “Pokoknya keputusanku sudah bulat. Kamu tidak boleh bawa mobil itu lagi,” putus Iida tegas. Keputusan bulat yang sangat menusuk. Jun pun kembali ke dapur dengan wajah kuyu. Dengan jemari lemas ia memeriksa daftar pesanan yang harus segera dimasak. Semua makanan itu jadi terlihat seperti sajian untuk hewan atau yang lebih buruk. Teman sesama koki Jun yang bernama Bright sampai keheranan melihat sikap Jun yang tak biasa. Ia jadi tertarik untuk mencicipi masakan Jun yang akan dihidangkan ke pengunjung. Asssiiinnn. “Bweeh. Kamu ini kenapa? Masakanmu jadi sangat kacau. Pengunjung kita sedang banyak. Jangan main-main lagi, Jun!” nasihat Bright. “Ah, benar juga. Maafkan aku. Akan aku masakkan lagi yang baru,” jawab Jun seraya memindahkan piring di tangan Bright. “Apa yang sudah terjadi? Temperamenmu jadi berubah begitu sejak keluar dari ruangan Matan Iida,” tanya Bright kepo. Jun tersenyum menghadapi pertanyaan Bright. “Akan aku ceritakan. Tapi, mungkin tidak saat ini,” jawabnya. Ketika pesanan dari pelanggan mulai melerai. Hanya ada Jun dan Bright di dapur. Jun pun mulai menceritakan masalah yang tengah ia alami hari itu kepada koki yang berasal dari Wilayah Asia Tenggara 05 – Thailand itu. “Aneh sekali, deh,” respon Bright usai mendengar curhatan Jun. Sepanjang yang ia tau. Mobil yang digunakan oleh Jun itu memang luar biasa bagus dan kerap kali menjadi tontonan. Tapi, efek yang ditimbulkan tidak sampai seperti yang Iida katakan. Lebay sekali sih wanita itu. “Kamu sendiri kenapa sih tidak bisa naik kendaraan umum? Jadi dapat masalah kan sama manajer setan itu,” tanya Bright. Jun melipat kedua tangannya di d**a. Tertunduk muram mengingat trauma besarnya pada kendaraan umum. “Aku punya alasan yang sangat masuk akal kalau menyangkut soal hal itu,” jawabnya. “Ya apa?” tanya Bright. “Saat kecil aku pernah mengalami kecelakaan bus. Saat remaja aku pernah mengalami kecelakaan R-Link (kereta super cepat). Awalnya belum begitu anti karena sepanjang SMA aku tidak memiliki pengalaman kecelakaan saat naik kendaraan umum lagi. Tapi, ternyata setelah lulus SMA aku pun kembali mengalami kecelakaan yang cukup hebat. Saat itu aku mengalami kecelakaan pesawat. Saat beranjak dewasa muda aku LAGI-LAGI mengalami kecelakaan. Kalau yang waktu itu kecelakaan kapal laut. Sejak itu pun aku memutuskan bahwa diriku ini sepertinya dikutuk oleh ilmu pengetahuan yang menguasai dunia transportasi atau semacamnya dan mulai menghindari seluruh bentuk transportasi publik,” jawab Jun panjang lebar. Mendengar jawaban kawannya membuat Bright berusaha memutar otak untuk membantu teman sejawatnya menyelesaikan masalah yang tengah ia hadapi. Pindah rumah? Itu akan sangat boros. Menumpang pada teman? Masuk akal. Tapi, tidak ada yang tinggal di Bogor. “Eh, aku baru ingat. Ada kan pegawai restoran ini yang tempat tinggalnya di Bogor juga.” Tiba-tiba wajah Bright jadi tampak ragu. “Mungkin kamu bisa ikut dia kalau mau pulang,” usulnya. “Siapa lagi?” tanya Jun. “Sebenarnya itu... Iida,” jawab Bright pelan. Jun langsung mendenguskan nafas dan beranjak pergi meninggalkan Bright. "Buang-buang waktu saja bicara pada kamu juga." Bright membatin, soal Iida… sebenarnya aku pernah mendengar suatu rumor soal dia. Pegawai lain juga banyak yang sudah merasakan hal yang sama. Tapi, demi keselamatan dunia. Kami memutuskan untuk sok mengabaikan saja. Matan Iida sebenarnya jatuh cinta pada Jun. Tentu bukan cinta monyet seperti anak remaja. Iida dan Jun juga sudah sama-sama dewasa. Ini adalah tipe cinta yang lebih dewasa dan matang. Demi keselamatan diri sendiri kami memang sengaja untuk tidak memberitahu Jun soal hal ini. Lagipula dia orangnya seperti itu. Tidak bisa ditebak. Iida melakukan itu pasti agar bisa pulang bersama Jun. Tekad dan usaha yang bagus, Matan. Tapi, aku rasa cara itu malah membuat Jun semakin tidak suka padamu. Yang akan aku bantu siapa, ya? Enaknya siapa, ya? Yang mana, ya? Jun, kah? Atau malah Matan? Membantu Jun berarti memikirkan cara agar dia bisa pergi bekerja tanpa perlu membawa mobil. Membantu Matan berarti membantunya untuk menemukan cara lain guna mendekati Jun pujaan hatinya. Andai saja Jun bisa jadi lebih peka pada perasaan wanita. Andai saja Matan bisa jadi lebih jujur pada dirinya sendiri. “Juuuunn!” teriak Bright sambil beranjak menghampiri dan memeluk pinggang Jun yang memiliki tubuh jauh lebih tinggi darinya. “Aku sudah menemukan solusi untuk masalahmu kali ini,” beritahunya ceria. “Apa sih kamu? Lepas, bodoh!” respon Jun dingin. Akankah Matan Iida berhasil mengungkapkan cintanya? Apakah Jun akan menyadari cinta yang ada di dekatnya? Bagaimanakah kelanjutan dari hubungan mereka? Entahlah. Semua hal bisa saja terjadi. Ikuti terus ceritanya! T B C ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN