Sekarang waktu sudah menginjak pukul sepuluh malam. Waktunya rumah makan untuk tutup. Semua pekerja berkumpul di depan pintu masuk sebelum pulang. Para pekerja itu terdiri dari: Iida yang menjabat sebagai manajer. Kristof, Brotho, Aland yang bekerja sebagai waiter. Cornelia, Sarah, Rucira yang bekerja sebagai waitres. Jun dan Nam yang bekerja sebagai koki.
“Kerja bagus untuk kita semua hari ini, teman-teman,” kata Iida membuka ritual penutupan tempat kerjanya. “Seperti hari biasa, hari ini pun kita mendapat banyak pengunjung. Pertahankan prestasi ini dan mari berjuang lagi untuk besok,” pesannya.
“…”
“Tapi, ada koreksi untuk Aland,” lanjut Iida dengan raut serius.
Dugaanku benar. Semakin malam setan memang akan semakin kuat dan jahat, batin Day kesal. Tapi, tetap dijaga raut wajahnya. Tak ingin memperburuk suasana.
“Kamu harus lebih ramah, bocah tengil! Saya bingung kenapa Pak Sudibyo mau mempekerjakan kamu,” tegur Iida.
Day harus menelan mentah-mentah ocehan Iida sampai sekitar dua puluh menit kemudian. Pegawai lain yang seharusnya bisa langsung pulang ikut jadi korban.
Benar-benar Manajer Setan menyebalkan!
Di sepanjang perjalanan menuju halte. Day terus mengumpati Iida. Rasanya melayang sudah kesempatan untuk mendapatkan Bintang Pegawai Teladan bulan ini. Sejak bekerja di Kahoku setahun lalu. Iida sudah terlihat tak menyukainya. Padahal pemilik restoran saja tak ada masalah apa pun dengannya.
Sesampai di halte. Day merogoh saku untuk mencari dompetnya. Namun, ia tak bisa menemukannya di mana pun. Yang ada di sakunya hanya remah-remah roti yang tadi ia bawa. Dicari ke tas pun tidak ada.
Ia langsung berlari kembali menuju Kahoku. Ia ingat belum memasukkan dompetnya setelah ditaruh di loker. Dan sesuai dugaan… pintu telah terkunci secara otomatis. ID Card-nya ada di dalam dompet. Ia tak akan bisa masuk.
“Ini hari terburuk dalam hidupku. Tidak ada yang lebih buruk dari ini. Tidak bisa berpikir lagi,” keluh Day menghela nafas panjang sambil menjatuhkan punggung di pintu restoran.
Aland pun berakhir duduk di emperan bangunan Rumah Makan Kahoku seperti gelandangan. Jika ada polisi patrol malam lewat dekat sini. Dipastikan besok ia akan berakhir di bui.
Memang tidak boleh sama sekali ada warga negara yang berkeliaran seperti orang tidak punya rumah saat tengan malam di masa ini. Hal itu bisa menyebabkan negara terkena suatu denda dari komite internasional karena membiarkan adanya pemandangan tidak enak dilihat, mengganggu ketertiban umum, dan tidak sesuai dengan citra negara yang harusnya sudah maju membiarkan masih ada warga mengalami kekurangan.
Setelah beberapa jam berlalu dan ia mulai kehilangan konsentrasinya. Terdengar suara klakson mobil dari pelataran parkir. Tiin! Tiin! Tiin! Tiin! Tiin! Tiin!Tiin!
Ah, berisik sekali, sih, gerutu Aland dalam hati sambil melirik ke arah lampu mobil yang menyorot tubuhnya.
“Sedang apa kamu ada di situ?!” tanya pemuda dari kursi pengemudi mobil.
“Dompetku tertinggal. Aku jadi tidak bisa pulang, deh,” jawab Aland malas.
Jun mendekati pintu dan menggesekkan ID Card-nya. Keduanya langsung menuju pantry. Namun, hati Day kembali hampa begitu menyadari ia tak menyisakan sepeser pun uang di sana.
"Ahh... parah sekali. Aku ini memang kadang-kadang sangat ceroboh sampai melupakan hal sepenting ini," keluh Aland pelan. Mencoba untuk berpikir keras. Cara apa yang harus ia gunakan agar bisa pulang ke rumah. Tanpa diciduk oleh para petugas keamanan?
“Aland, kamu sudah selesai atau belum?” tanya Jun.
“Ehmm… begini, Kak. Kira-kira boleh tidak kalau aku pinjam uang sama Kak Jun? Besok pasti akan aku ganti,” pohon Aland seraya menempelkan kedua telapak tangannya di depan wajah dengan raut iba.
Jun melirik ke jam di punggung tangannya. “Boleh aja, sih. Tapi, R-Link maupun bus terakhir malam ini sudah berangkat, lho. Sekarang juga sudah jam setengah satu pagi. Yakin masih mau pinjam?” tanya Jun memastikan.
Aland hanya menundukkan kepala lesu. “Ah, benar juga, ya. Tidak ada gunanya. Apa aku tidur di penginapan murah saja? Tapi, tidak akan bisa menyewa kamar kalau tidak punya KIN (Kartu Identitas Nasional atau semacam KTP di era ini).” Dihela nafasnya panjang, “Hufft…”
Jun melihat anak di depannya dengan tatapan simpatik. Ia paham kalau Aland itu anak yatim piatu. Ia tak punya orang tua tempat bergantung di saat seperti ini. Teman di tempat tinggalnya juga bekerja. Mereka sama-sama sibuk. Tak ada waktu untuk merengek manja atau meminta pertolongan.
“Sebenarnya kamu boleh menginap di apartemenku, kok. Besok akan aku pinjami uang untuk pulang,” tawar Jun seperti malaikat penyelamat di saat sedang sekarat.
Kedua mata Aland auto berkaca-kaca mendengar penawaran murah hati Jun.
Masuklah Aland ke dalam mobil Jun. Walau sehari-hari memiliki penampilan yang sederhana. Ternyata mobil Jun mewah juga. Ini adalah Porsche Type. II Abdelard buatan Jerman keluaran 2098 Masehi. Mobil yang cukup kuno. Sekaligus prestisius. Harganya kalau untuk kisaran pecinta otomotif antik yang masih mampu beroperasi normal di era ini bisa ada di kisaran harga puluhan sampai ratusan milyar.
“Aku tidak pernah membayangkan akan bisa naik mobil semewah ini dalam hidup. Kak Jun sangat luar biasa,” puji Day pada dewa penyelamatnya hari itu.
Jun mulai menstarter mobilnya. Mobil mahal itu pun terangkat dari permukaan tanah. Mulai melaju di jalan elektromagnetik ibukota. Penampakan Jun sangat cool saat mengendarai mobil keren itu. Ia jadi seperti gambaran sempurna untuk CEO-CEO muda di n****+ cinta remaja.
“Ini hanya mobil pinjaman,” beritahu Jun dengan tampang dan intonasi cool.
Gdubrak! “B-Bisa punya temen dari kalangan atas juga keren. Ha ha ha,” balas Aland tak ingin begitu saja melunturkan kekaguman.
“Mana ada. Aku memang sengaja mengancam dia agar meminjamkan mobil ini sebulan sama aku,” bantah Jun.
Yah, terserah saja, lah. Aland menyerah pada rasa kagumnya. “K-Kenapa?” tanyanya.
“Karena aku tau dia NTR sama ceweknya ketua BEM,” jawab Jun santai.
“Oh iya, Kak Jun kan juga mahasiswa, ya. Bagaimana cara membagi waktu antara kuliah dan kerja?” tanya Aland berusaha mengalihkan topik obrolan yang mulai menyebalkan ini.
Jun menjawab, “Aku selalu ikut kelas online. Jadi, tetap bisa kuliah meski di sela-sela pekerjaan.”
Aland memegang dagunya. “Kak Jun kan kuliahnya di tata boga, ya. Bisa dilakukan di tengah pekerjaan. Benar-benar cara yang cerdik,” pujinya mengacungkan jempol.
“Kata siapa aku kuliah tata boga?” tanya Jun aneh.
“Dilihat dari mana juga sudah jelas, kan. Kak Jun itu koki. Ya masa kuliahnya astronomi. HA HA HA HA HA HA,” tawa Day sendiri. Meski ia juga tidak tau bagian mana yang lucu dari ucapannya.
“Aku kuliah di fakultas ekonomi dan minor biologi manusia, Land,” beritahu Jun tertawa kecil melihat tingkah polos Aland yang tak sesuai dengan visual virtualnya.
Aland langsung membatin mengkoreksi kekagumannya, kelihatannya Kak Jun tipe orang yang punya banyak kemampuan, ya. Sudah multi tasking, jago masak, dan ternyata calon ekonom juga. Mantap, lah.
“Kamu sendiri tidak pergi ke sekolah?” tanya Jun balik.
“Yaah, ada beberapa alasan untuk itu,” jawab Aland memangkukan tangan di jendela mobil.
Berbeda dengan Night. Aku menganggap bahwa sekolah bukanlah hal yang penting. Kami memang punya cara pandang yang sangat berbeda. Sekolah tak menyediakan hal yang aku harapkan untuk kehidupanku. Aku akan mendapatkan ijazah tanpa perlu sekolah. Tanpa perlu merepotkan siapa pun. Pastinya, batin Day.
Mobil Jun memasuki pekarangan sebuah apartemen mewah bernama Gemah Ripah Lohjinawi. Ia meminta Day menunggu di lobi sementara dirinya akan memarkirkan mobil.
Sambil menunggu Jun. Day sibuk mengamati interior gedung apartemen itu. Lobi yang sangat mewah. Berdesain baroque. Pencahayaan yang berwarna oranye membuat kesan ekskusif semakin terasa.
Ia dan Night sendiri memutuskan untuk membeli rumah ketimbang apartemen. Yang jadi pertimbangan adalah luas apartemen yang terbatas. Sementara kalau rumah pasti lebih besar.
“Land, ayo cepat naik!” ajak Jun yang baru muncul dari pintu lobi.
Mereka berdua pun masuk ke dalam lift. Melesat ke lantai yang cukup tinggi. Dan anggapan Aland bahwa apartemen itu memiliki luas yang terbatas. Langsung hancur seketika begitu mereka sampai di kamar Jun. Kamar apartemen Jun sepertinya memiliki luas dua kali lipat timbang rumah miliknya dan Kishi Kai!
Aland langsung berpikir serius, sebentar! Sebelum terlalu berbaik sangka. Sebaiknya kita pikirkan lagi watak Kak Jun baik-baik. Orang seperti dia rasanya mustahil mampu memiliki maupun menyewa apartemen yang semewah ini. Tahan pujian! Tahan pujian! Tahan pujian, Aland!
Sepertinya Jun bisa membaca perasaan kawan kerjanya itu. Tersenyum kecil dan berkata, “Ini adalah apartemen yang aku dapatkan dengan susah payah, Land.” Ia tatap chandelier dengan pandangan berkaca-kaca. So drama king.
Waah, Kak Jun kelihatan serius. Ternyata aku sudah salah sangka. “Susah payah bekerja keras untuk mengumpulkan uang ya, Kak Jun. Aku tahu betul kok bagaimana rasanya,” respon Aland sambil merangkul pundak Jun.
“Bukan. Maksudku susah payah minta sama orang tua,” koreksi Jun seketika.
Gdubrak! Hesemeleh benar koki satu ini. Aland berusaha bangkit usai terpeleset karena lagi-lagi tertipu oleh citra diri Jun yang serius, tapi dalamnya b****k. “Aku boleh ngomongin sesuatu, Kak Jun?” tanya Aland.
Jun membalik tubuhnya dan beranjak duduk di sofa. Aland mengikutinya dan mulai menceritakan masalah yang ia alami dengan Cornelia.
“Batas waktunya besok, Kak Jun. Jam dua siang. Kalau aku gagal dia bersumpah akan mempengaruhi Matan Iida untuk mengurangi gajiku,” cerita Aland sendu sampai mengaru biru.
Jun mengepalkan telapak tangannya. Ia menggeram, “Memang dasar sepasang kembar dempet titisan iblis!”
Senangnya punya teman yang sepemikiran. “Lalu, apa Kak Jun bisa bantu aku?” tanya Aland penuh harap dengan mata berkaca-kaca.
“Aku mau saja kok membantu kamu. Tapi, aku tidak tega sampai memperkenalkan dia sama temanku. Seharusnya kamu minta bantuan Kristof atau Brotho. Kalau mereka kan suka sama Cornelia,” sahut Jun.
“Saking sukanya sampai sama-sama suka bully aku,” ratap Aland nelangsa.
“Sudah, kamu tidur saja dulu. Anak kecil tidak baik kalau tidur terlalu malam,” ucap Jun sambil serius menatap kontak di hologram smartphone miliknya.
Berhasilkan Jun memberi bantuan pada Aland di waktu yang sempit ini? Akankah akhirnya doa Aland terjawab? Mampukah ia...
Apakah yang akan terjadi selanjutnya pada para "warga" di Rumah makan Keluarga Kahoku?
Entahlah. Ikuti terus ceritanya!
T B C ~