Sangat tidak mudah untuk menjadi orang baik di dunia yang fana dan hanya “sementara” ini. Di usia yang masih begitu muda nan belia. Night sebagai seorang natural born to be human being sudah amat memahami hal itu. Jadi orang baik memang lebih seperti membuka lebar pintu akses utama untuk jalan masuk berbagai kejahatan dan perasaan tidak suka.
Biasa, namanya juga manusia.
Seperti dirinya sendiri. Semua itu berawal dari tindakan sok heroiknya saat berusaha untuk menyelamatkan Pak Dawani. Rekan kerjanya di kantor Ship Area. Area kerja di Ship Area auto berubah jadi seperti neraka tingkat lanjut. Proses dan berita mengenai kenaikan pangkatnya juga tidak seutuhnya jadi berita baik yang harus dirayakan dengan suka cita dan bahagia hura hura. Seperti niat awal Night. Sebagian besar pegawai yang masih honorer malah menganggap Night memiliki sikap yang sombong dan belagu. Tinggi hati. Angkuh. Bukan hanya itu tentu saja. Namun, sebagian besar pegawai tetap juga tak luput berpikiran buruk soal dirinya dengan menganggap bahwa Night hanya sedang bersikap aji mumpung.
Sejak saat itu… setiap waktu istirahat datang akan ia habiskan seorang diri. Tak lagi memiliki kepercayaan diri untuk bergabung dengan para pegawai lain yang jadi bersikap dingin merespon keberadaannya.
Sebenarnya memang bukan tidak tersisa lagi tempat bagi manusia baik atau orang baik di Ship Area. Tapi, Night sendiri merasa memang lebih baik kalau menjauh sejauh mungkin selagi bisa. Tujuannya hanya agar tak lebih melukai siapa pun. Tidak orang lain. Dan tidak juga dirinya sendiri. Ia ingin hidup di zona nyaman di mana ia tak perlu lagi mengambil resiko berlebihan untuk menjalani kehidupa palsunya ini.
Seperti saat ini. Ia hanya bisa mengonsumsi makanan bekalnya di pojokan ruang istirahat yang dekat dengan tong sampah. Seseorang tiba-tiba menarik keluar salah satu kursi di meja itu dengan siul-siulan riang. Night memalingkan wajah enggan menegur atau mengetahui siapa oang itu. Tanpa tedeng aling-aling orang itu ikut meletakkan makanannya di atas meja.
“Hallo, kenapa sendirian saja di pojokan dengan tempat sampah seperti ini?” tanya orang itu, “Apa hidungmu sedang baik-baik saja? Atau kau sudah punya selera yang berbeda sekarang? Aroma sampah ditambah makanan…? Apa kau menikmati sesuatu yang semacam itu?” tanya orang itu beruntun. Tak direspon juga masih saja dia bicara seolah tak menyadari masalah apa yang tengah ia hadapi kini.
“Untuk apa kamu ada di sini? Nanti kamu bisa ikut dimusuhi sama para pegawai lain, lho,” peringat Night dengan lirikan tajam. Uukh, dunia kerja orang dewasa kejam amat sih, batinnya merasa bad mood.
“Aku selalu percaya bahwa orang yang memiliki sikap tertutup itu belum tentu jahat atau berkepribadian buruk. Mungkin mereka hanya terlalu takut untuk mengekspresikan semua kebaikan yang mereka miliki,” balas orang itu tetap dengan suara dan raut wajah yang ceria. Berbanding terbalik dengan sikap Night yang suram dan nestapa.
“Kalau aku memang orang yang sebaik itu… sudah pasti aku tidak akan dibenci, bukan? Pasti masih ada banyak kekurangan dalam diri sendiri yang terkadang tidak aku sadari,” bantah Night. Menghentikan makan siangnya. tertuntuk lesu dengan wajah muram.
Manusia adalah makhluk yang membingungkan dan sangat mengerikan. Karena itu sangat tidak salah kalau novelis jadul Amerika Serikatnapolish, Samuel Langhorne Clemens atau yang lebih terkenal sebagai Mark Twain pernah berkata,
“Semakin aku tau karakter dari tiap manusia, semakin lah aku menyayangi anjingku.”
Pemikiran serealistis itu tentang manusia bisa diucapkan oleh seseorang yang lahir di abad ke sembilan belas. Memang benar-benar jenius. Karena memang nyatanya sampai abad ke dua puluh dua seperti ini pun. Manusia itu sikapnya memang “lebih busuk” timbang anjing.
“Aku tidak salah, ‘kan…?” tanya Night sok merenung sendiri sambil menatap tembok.
“Itu kesalahanmu, Kishi. Kamu terlalu memiliki hasrat untuk jadi manusia yang sempurna. Jadilah sedikit jahat. Tidak masalah tidak sempurna atau nakal. Adam juga tidak akan jadi manusia yang seutuhnya seandainya dia dia tidak melakukan dosa dan dilempar ke dunia ini. Kan begitu. Jangan terlalu idealis dengan standar hidup ‘manusia baik’ yang kau punya,” nasihat pegawai itu panjang lebar.
“Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin sok jadi manusia yang sempurna. Apalagi manusia yang tanpa cacat atau kesalahan. Aku hanya ingin melakukan apa yang aku inginkan. Inilah aku. Aku ya seperti ini,” bantah Night.
“Memang ada benarnya juga. Apa yang kita suka tidak akan selalu sejalan dengan kehendak dari orang lain. Mungkin bisa dibilang kebetulan kalau kamu ini tipe yang suka melakukan hal baik,” simpul pegawai itu seraya mengangkat wajahnya. Memegang dagu pose orang berpikir.
“Melakukan hal yang baik saja tidak disukai oleh orang lain. Bagaimana sampai aku melakukan hal yang jelek,” balas Night meluruskan tangannya di meja. Menghembuskan nafas yang lama tertahan di d**a.
“Manusia tidak akan pernah merasa puas. Kalau ada orang yang memiliki sikap tidak baik. Mereka akan dibenci karena sikap tidak baik mereka. Kalau ada orang yang memiliki sikap baik. Mereka tetap tidak akan lepas dari kebencian. Biasanya karena yang membenci mereka tidak bisa melakukan hal sebaik itu,” nasihat pegawai itu lagi. Menggunakan analogi yang cukup mudah untuk diterima pikiran dan perasaan.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Night. Mulai menatap wajah pegawai Ship Area yang cukup “baik hati” itu.
“Lakukan saja apa pun yang kamu percaya. Maka… niscaya dunia pun akan turut percaya padamu. Kalau kamu saja merasa takut atau khawatir pada apa yang jadi kepercayaanmu sendiri. Itu akan membuat kamu terjatuh saat masih ada di tengah jalan,” jawab pegawai itu.
“Itu berarti… kepercayaan akan membawa kita menuju ke orang-orang yang baik,” simpul Night seraya mengepalkan satu telapak tangannya dengan raut wajah yang jadi lebih optimis.
“Benar sekali, Kishi,” jawab pemuda itu seraya tersenyum lembut. Tangannya terjulur ke mangkuk Night. “Sebagai upah nasihatku yang berharga ini. Aku minta bagian dari toping bakmimu, ya.”
Ternyata orang yang terlihat baik juga dipenuhi oleh modus, batin Night tersenyum dipaksa. Ia langsung menyodorkan mangkuk bakmi klorofil bertoping kol dan brokolinya.
Pemuda itu langsung tersenyum bahagia, “YEEY!” Langsung ia comoti satu demi satu sayur mayur sehat yang memiliki cita rasa seperti daging ayam itu.
“Adinata, kenapa kamu mau repot-repot bicara seperti ini ke aku?” tanya Night tak mengerti. Selazimnya orang dewasa. Biasanya mereka sudah terdidik oleh peraturan tak tertulis. Yang mengharuskan setiap orang untuk saling bersikap tidak peduli dan mengabaikan satu sama lain. Kepedulian pemuda itu tampak sangat indah. Sekaligus ganjil.
Sedikit cerita tentang pegawai muda Ship Area bernama Adinata itu… sebelum Night diangkat menjadi pegawai tetap. Adinata sendiri merupakan pegawai tetap paling muda di kompleks perkantoran Ship Area. Dengan diangkatnya Kishi Kai menjadi pegawai tetap. Bukankah harusnya itu membuat Adinata merasa terancam? Kenapa dia malah bersikap sangat ramah dan baik hati? Apakah terdapat maksud tersembunyi di balik tindakannya? Saat semua “manusia kentang” itu berusaha keras untuk memusuhi dan membuat mental Kishi Kai hancur.
Di kantor Ship Area sendiri. Setelah resmi diangkat menjadi pegawai tetap. Akan ada tiga tingkatan di bawah direktur serta jajaran para petinggi lain yang nyaris setara dengan kedudukannya. Tiga tingkatan itu sendiri adalah Drajat I, Drajat II, dan Drajat III. Kedudukan yang paling rendah adalah Drajat III. Untuk dapat naik tingkatan Drajat, komisi pengawas Ship Area akan menyaring para pegawai yang dinilai memiliki kinerja paling baik. Walau yang akan lebih diperhatikan di sini memang adalah pegawai yang memiliki usia lebih muda, namun memiliki kinerja sebaik yang lebih tua dan berpengalaman.
T B C ~