Kalau boleh jujur pagi ini ini bukanlah pagi paling buruk di dalam hidup Night. Tapi, kalau diberi pilihan oleh nasib. Ingin sekali rasanya ia tidak usah menjalani hari ini. Hari ini saja, deh. Cukup hari ini saja, wahai Ilmu Pengetahuan! Semua itu semakin diperburuk karena sistem Delete di dalam internal prosesor kepalanya sedang nge-lag. Ia jadi tak bisa menghapus apa yang baru saja terjadi untuk memperbaiki hari.
“Sebenarnya” tak ada yang berubah dari kantor Ship Area. Untuk hari ini pun seperti biasa saja. Yang berbeda hanya formasi kerjanya. Sejak diangkat resmi menjadi pegawai tetap. Kishi Kai mendapat tiga orang anak buah yang semua memusuhinya.
Memusuhinya! Sebagai seorang atasan seharusnya Kishi Kai memang tidak perlu peduli pada bawahan tipe resek seperti itu. Tapi, konsep kerja di Ship Area itu give and take. Terlebih Kishi Kai sebenarnya masih hanyalah anak kecil yang memiliki perasaan labil.
Yaah, membicarakan di belakang. Kalau diajak bicara malah bersikap ketus. Kalau diminta melakukan sesuatu akan menunda-nunda. Bekerja seenak mereka sendiri. Kalau diberi nasihat dan saran malah asyik sendiri dengan urusannya masing-masing. Semua itu sudah jadi hal biasa untuk Kishi Kai.
Oke, kembali ke laptop!
Pagi ini Kishi Kai ditugaskan untuk berkolaborasi dengan kelompok yang dipimpin oleh Adinata. Pekerjaan yang mereka gawangi melibatkan proyek besar penyimpanan seratus lima puluh empat ribu peti kontainer yang melibatkan delapan belas perusahaan dagang dunia. Alasan dipilihnya mereka karena sampai sekarang merekalah pegawai paling bersinar di mata pengguna jasa Ship Area. Masih berusia muda, memiliki sikap yang baik, visual yang sedap untuk dipandang, sangat pintar pula.
Kishi Kai tidak ada masalah dengan penugasan ini. Ia pikir ia hanya harus bekerja seperti biasa. Namun, pandangan itu sirna setelah pekerjaan bersama Adinata dimulai. Adinata sama sekali tak serius! Sepanjang pekerjaan ia akan terus mengajak berbicara. Ia bahkan tidak memperhatikan mesin komando yang ia kendalikan. Ia bicara, menatap Kishi Kai, namun tangannya seolah memiliki otak sendiri untuk tetap bekerja dengan lihainya.
Uuuuurrrgghh…!!!
“Kalau baru diangkat jadi pegawai tetap harusnya cuma dapat satu anak buah. Kenapa kamu dapat tiga, ya?” tanya Adinata heran.
Night membatin kesal, mana aku tau, bodoh. “Mungkin mereka melihat prospek yang besar dariku. Memang kamu sendiri pertamanya dapat berapa anak buah?” tanyanya balik.
“LIMA! Hwahaha!” jawab Adinata tergelak puas.
Kalau bisa aku arahkan itu katrol sesuka hatiku. Akan aku kirim p****t orang ini ke samudra pasifik. Semua kerendah hatian yang aku tangkap saat baru kenal dulu seketika hilang semua. Tetap positif, Kishi Kai, batin Night berusaha sabar.
“Kenapa orang sepintar kamu malah bekerja di Ship Area?” tanya Night.
“Aku memutuskan untuk kerja di Ship Area justru karena aku pintar,” jawab Adinata santai.
Night membatin sinis, logikanya, kalau dia pintar, untuk apa bekerja di sini? Setiap hari hanya melihat berton-ton peti kontainer. Harus terpapar bau laut. Tidak ada pegawai perempuan. Direktur yang perasa. Kerja pagi pulang pagi. Persaingan ketat. Susah naik pangkat. Ship Area merupakan instansi pemerintah yang hampir selalu jadi pilihan lirikan terakhir di job fair.
“Dengan semua kelebihan yang aku punya… sebenarnya aku hanya ingin hidup damai,” kata Adinata lagi.
Day juga pernah bicara seperti itu saat memutuskan untuk bekerja di rumah makan keluarga. Jangan-jangan pemikiran semua orang pintar itu sama, batin Night lagi.
Adinata melanjutkan, “Kecerdasan dan kemampuan otak adalah fasilitas yang ditujukan untuk memberi fleksibilitas. Kalau hanya karena aku pintar terus harus jadi b***k ilmu pengetahuan… ya tentu saja aku tidak akan mau. Aku akan melakukan apa pun yang aku sukai.
“Itulah makna kepintaran yang sebenarnya untukku, Kishi Kai.”
Night memegang dagunya. Bergumam pelan, “Day juga pernah bicara seperti itu.”
Pandangan kedua mata Adinata menyipit. “Kamu bicara apa?” tanyanya.
Gawat, keceplosan! “Aku hanya menggumamkan hal yang tidak penting.”
Adinata menyadari sesuatu. Ia berkata, “Semua yang aku bicarakan tadi sebenarnya hanya trivia. Mulai sekarang aku akan serius.”
Night mengernyitkan dahi. Tiga jamku terbuang hanya untuk trivia? Tapi, sepertinya yang ingin dia bicarakan sekarang sungguhan penting.
“Aku sudah dapat kontak anaknya Pak Acalapati, lhuooo!” beritahu Adinata riang.
Gawat, aku kecolongan satu langkah, dengus Night kesal. “Bagimana cara kamu mendapatkannya?” tanyanya.
“Aku tidak akan membocorkan kekuatanku sama musuh. Pokoknya kalau kamu kalah. Kamu harus bersedia untuk jadi babu di rumahku,” beritahu Adinata. “Lumayan, belum pernah merasakan punya pembantu manusia asli, hwe he he he he he…”
Haaah? Bicara apa orang gila ini? “Perjanjiannya kan bukan seperti itu! K-Kata kamu kita cuma akan…”
“Kamu tuh seperti anak kecil saja, sih. Mana ada orang yang menawarkan taruhan tanpa bayaran yang akan memberi keuntungan. Pokoknya kamu harus menyetujui peraturan ini. Kalau kamu sampai berani untuk kabur… aku punya seribu cara untuk membuatmu dipecat dari Ship Area,” ancam Adinata.
Sialan! Aku terjebak masuk dalam perangkap Adinata. Rupanya begini cara orang dewasa hidup. Menarik, batin Night merasakan suatu gairah bangkit dalam dirinya. “Oke, kalau begitu aku setuju. Sebagai gantinya kalau aku yang menang. Kamu harus menuruti setiap perintahku,” todong balik Kishi Kai.
Adinata mencoel ujung hidungnya dengan jempol dan raut percaya diri. “Huh, aku tidak akan kalah. Aku juga setuju!” sahutnya.
Meski bersikap sok keren. Sebenarnya Kishi Kai keringat dingin. Bagaimana dia bisa melakukan pendekatan pada putrinya Pak Acalapati? Ia belum punya pengalaman sama sekali! Dari segikesiapan tempur saja ia sudah kalah jauh jika disbanding dengan Adinata.
Waduh, bagaimana ini akan berlanjut?
Sisa pekerjaan Kishi Kai jalani dengan beban pikiran keras. Bagaimana cara dia akan mengalahkan Adinata? Sebagai gantinya, Adinata yang menyadari perubahan emosi Kishi Kai. Memilih untuk tidak mengatakan apa pun lagi.
Waktu istirahat datang. Semua pegawai di kantor Ship Area meninggalkan pekerjaan mereka untuk sejenak melepas lelah. Seperti biasa, beberapa orang mengganggu Kishi Kai di kantin. Ada yang menertawakan. Ada yang meledeki. Ada yang sengaja menabrak lalu pura-pura minta maaf sampai tertawa ke gerombolannya.
Bedanya dengan hari biasa. Hari ini Kishi Kai tak punya niat untuk memikirkan semua itu. Ia hanya ingin sekali mencaritahu segala hal tentang putrinya Pak Acalapati.
Apa pun itu!
“Hallo, aku temani kamu, ya,” tawar Dawani dengan ramahnya. Belakangan ini ia melihat Kishi Kai tampak dekat dengan Adinata. Itu membuat perasaannya jadi terasa lebih tenang. “Kok kamu tidak makan bersama Adinata?” tanyanya.
Pak Dawani apa kira-kira tau sesuatu tentang anaknya Pak Direktur tidak, ya. “Pak Dawani, apa Anda kenal dengan putrinya Pak Acalapati?” tanya Kishi Kai balik tanpa menjawab pertanyaan Pak Dawani.
“Tahu saja, sih. Tapi, tidak begitu kenal. Dia kan sudah bertahun-tahun lamanya tinggal di Rusianapolish dan negara yang lainnya,” jawab Pak Dawani.
“Menurut Pak Dawani… dia orang yang seperti apa?” tanya Kishi Kai.
“Gadis yang sangat cerdas. Terlalu luar biasa. Saking cerdasnya aku sampai sempat berpikir bahwa dia itu orang gila, titisan ET, atau yang semacamnya lah, ya. Semua aspek kehidupan yang ada di dunia ini akan dia hubungkan dengan Fisika dan juga ilmu pengetahuan pasti lainnya, wa ha ha ha ha ha ha ha,” jawab Pak Dawani santai seraya tertawa panjang.
“Apa dia sudah punya pacar?” tanya Kishi Kai sehati-hati mungkin. Memastikan zona geraknya.
“Wah, aku tidak tau banyak kalau soal itu. Yang jelas kalau pacaran sama dia… kamu harus selalu bersiap-siap untuk merasa jadi manusia paling blo’on sejagat raya dimensi ini,” saran Pak Dawani dengan raut geli diajak bicara masalah anak muda seperti ini.
“W-Waduh… kenapa begitu?” tanya Kishi Kai cemas. Ia memang bukan anak muda yang blo’on sejagat raja dimensi ini. Tapi, dia juga tidak terlalu pintar seperti Day atau anak-anak panti asuhan Riordan yang lainnya.
T B C ~