“Dia pasti akan selalu menyerbu lawan bicaranya dengan hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan. Pastikan prosesor di otakmu itu punya kapasitas tanpa batas untuk menyimpan semua informasi yang ada di dalam buku Cosmos karya Carl Sagan, Genome: The Autobiography of a Species In 23 Chapters karya Matt Ridley, On the Origin of Species karya Charles Darwin, The Selfish Gene karya Richard Dawkins, dan A Brief History of Time karya…”
“Stephen Hawking. Siapa lagi,” jawab Kishi Kai.
“Nah, itu dia, ha ha ha ha ha,” peringat Dawani.
“Kalau aku ingin bertemu sama dia. Kira-kira apa yang harus aku lakukan? Apa harus pergi ke rumahnya? Atau bicara langsung pada Pak Acalapati?” tanya Kishi Kai.
Pak Dawani memegang dagunya dan menatap kejauhan. “Setahuku dia tidak akan mau bertemu dengan orang yang tidak penting. Kamu tidak mungkin bisa bicara dengan dia kecuali punya latar belakang yang kuat,” jawab pria itu.
Orang penting. Latar belakang yang kuat. Aku nyaris tidak punya itu semua. Sebenernya apa yang Kak Adinata lakukan sehingga bisa mendapatkan kontak cewek itu, batin Kishi Kai bertanya-tanya.
“Kalau ada pegawai di Ship Area yang punya kontaknya… itu kira-kira karena apa, ya?” tanya Kishi Kai penasaran. Ingin coba untuk memperluas sudut pandang.
“Aku kasih tau kamu, ya. Kalau ada orang yang bisa menarik dia jawabannya ya hanya orang yang pintar, cerdas, jenius, seperti itulah,” beritahu Dawani.
Night merasa dirinya sangat rendah jika dibandingkan dengan Adinata. Adinata sendiri tidak diragukan lagi adalah seorang pemuda yang pintar, menarik, dan baik hati. Tapi, ia dengan segala kelebihannya itu akan segera menjadikan Kishi Kai babu!
Kalau Day yang merupakan saudara sekaligus keluarganya menjadikan dirinya babu sih ia masih bisa terima. Tapi, kalau orang luar asing seperti Adinata yang melakukannya kok rasanya seperti… selingkuh.
Pengeras suara di Ship Area tiba-tiba mengeluarkan suara, “Diumumkan kepada pegawai bernama Kishi Kai dari Unit 08, Divisi Zero Zero Alfa, untuk segera menghadap ke ruangan Direktur Ship Area Pak Acalapati. Terima kasih atas perhatiannya.”
Suara itu lenyap. Orang-orang di sekitar Kishi Kai melirihkan suara mereka. Sayup-sayup terdengar, semoga dia dipecat, semoga pangkatnya segera turun, semoga dia melakukan suatu kesalahan. Kishi Kai bangkit dari duduknya dan berusaha untuk tetap melangkah dalam pikiran yang senantiasa positif, terima kasih karena sangat perhatian padaku.
Sampai di depan ruangan Pak Acalapati dadanya mulai berdetak kencang. Kenapa pria itu sampai memanggilnya? Apa alasannya? Apa kesalahan yang sudah ia lakukan? Selama ini Pak Acalapati sendiri memang biasa memanggil pegawai Ship Area ke ruangannya. Kenapa? Alasan untuk semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah untuk pemaksaan resign. Alias pemecatan dalam bahasa halus.
Apa salah Kishi Kai? Hal buruk apa yang sudah ia lakukan sampai pantas untuk dipecat?
Tidaaaaaaaaaaaakkkkkkk!!!!!!!!!!!!!!!
Pintu ruangan terbuka secara otomatis. Di dalam ruangan itu tak tampak Pak Acalapati di sudut mana pun. Di ruangan itu hanya ada seorang gadis yang sibuk mengatur susunan buku di rak. Gadis itu menengok ke arah Kishi Kai. Pandangan mereka bertemu dalam satu frekuensi. Perasan Kishi Kai langsung cenat-cenut tak karuan. Wajahnya sangat cantik dalam artian general. Kulitnya tampak sangat cerah sekaligus lembut. Rambutnya lurus hitam berkilau bak kain satin yang dipisah menjadi helaian. Tubuhnya begitu semlohai langsing sempurna serta tinggi semampai. Gadis yang bak blasteran dengan deity itu mengenakan kemeja pink berenda dan rok sepan putih sepaha. Tungkai langsingnya auto terekspos segala kemulusan serta kesempurnaannya. Mengenakan high heels berwarna krem dengan hak sekitar sembilan senti dipadu aksen kerlipan di ujung yang rasanya bisa buta mata sampai tertusuk olehnya.
Dia pasti sekretaris baru Pak Acalapati, ya. Aku tidak boleh sampai memasang sikap yang tidak wajar, batin Kishi Kai. Ia pun berkata, “Saya pegawai bernama Kishi Kai dari Unit 08, Divisi Zero Zero Alfa.”
Gadis itu menyibakkan rambutnya yang panjang dan sangat indah. Gerakannya bagai terekam dalam bingkai slow motion seperti tayangan iklan shampo ratusan tahun yang lalu. Kishi Kai sampai terbatu tak kuasa menghadapi segala pesona kecantikan wanita blasteran malaikat itu.
“Uhmm… maaf, ya. Pak Direktur Acalapati sedang tidak ada di tempat saat ini. Kamu bisa menunggu di sini sebentar, ya,” katanya dengan suara lembut yang manis dan sangat enak untuk didengar. “Silahkan duduk,” pintanya seraya mengarahkan telapak tangan ke sofa berwana biru tua yang ada di sana.
Kishi Kai pun duduk di sofa ruangan Pak Direktur Acalapati yang berwarna biru tua. Entah kenapa ia menjadi sangat grogi. Wanita di hadapannya beberapa kali memancingkan topik obrolan yang sederhana. Ia memiliki penampilan yang sangat sederhana dan menawan pandangan. Setidaknya… itulah yang dipikirkan oleh Kishi Kai. Perempuan ini seperti kebalikan dari gambaran putri Pak Acalapati yang diberikan oleh Pak Dawani barusan. Yang tinggi, angkuh, sukar ditemui, dan hanya akan membicarakan hal-hal berbau ilmu pengetahuan.
Setelah beberapa lama menanti. Pak Acalapati akhirnya datang. Ia segera duduk di salah satu sofa di ruangannya. “Sudah lama menunggu?” tanya pria itu hangat.
Hati Kishi Kai berdegub kencang. Apakah yang akan ia katakan selanjutnya? Kenapa ia membuat pemuda itu menunggu bersama gadis secantik ini? Apa ini semacam service sebelum pemecatan? Entahlah. Tidak ada yang tau.
T B C ~