MLM (Masa Lalu Mereka) 3

1101 Kata
Pagi hari yang baru di panti asuhan Riordan datang membawa cahaya serta atmosfer yang baru bersama dengan pengurus panti yang baru pula. Belajar dari pengalaman para pendahulunya. Day sangat berharap pengurus panti kali ini akan lebih punya otak dan kebijaksanaan untuk menjaga keselamatan mereka sendiri. Dengan tak berusaha melawan atau mengusiknya. Dan Night tentu saja. Suatu hari yang cerah seperti namanya di kamar Day. Night datang membawa aura suram dan meminta penjelasan dari semua tindakan. Dari atas tempat tidur. Day meminta Night masuk karena merasa ini akan jadi obrolan yang cukup intens. “Kau boleh mengunci pintunya dua lapis,” beritahu Day. Cklek klik. Night menekan tombol kunci ganda pintu elektronik kamar Day. “Ada apa, Night?” tanya Day meletakkan majalan seni yang tengah ia baca di samping tubuhnya. “Kenapa kau melakukan itu semua?” tanya Night pelan. Ia menundukkan wajah. Auranya bagai terhimpit oleh aura kuat dan tak terkalahkan milik Day. Mendengar suara Night yang hanya seperti dengung kepakan sayap lebah. Day menaruh salah satu telapak tangannya di daun telinga. “Apa yang kau bicarakan, sih?” tanyanya. Akhirnya Night berani mengangkat wajah. Menuntut sebuah jawaban. “Walau kau melakukan itu semua. Intrik kebusukan panti asuhan Riordan tak akan terendus oleh siapa pun. Buat apa kamu melakukan itu semua? Gunther Aimery itu orang yang kuat dan punya kedudukan di kehidupan sosial. Tidak seperti kita. Bagaimana bisa kamu melakukan hal yang secara terang-terangan menantang mereka begitu? Aku tau kamu itu sangat hebat, Day. Tapi, dunia ini luas dan kita tidak tau kapasitas kekuatan mereka. Atau apa saja yang mungkin untuk mereka lakukan. Jadi… untuk apa kamu sampai mempertaruhkan keselamatanmu sendiri dan melakukan itu semua? “Untuk apa sebenarnya?” tanyanya dengan tatapan wajah bingung. “Semua itu aku lakukan untuk kamu. Ya, untuk kamu,” jawab Day sampai mengulang dua kali sambil menunjuk d**a Night. Agar dia yakin dan percaya. Tidak merasa khawatir atau takut lagi. Wajahnya tampak sangat santai dan woles. Tidak seperti Night yang dipenuhi oleh emosi negatif dan ketakutan. Night berjalan pelan mendekati tempat tidur Day. “Kamu melakukan hal sebesar, sepenting, dan seberbahaya itu hanya untuk aku saja? Apa sih yang ada di dalam pikiran kamu? Orang jenius memang susah untuk dipahami.” Day menjauh dari pinggiran kasur. Beranjak mendekati jendela yang tengah terbuka gordennya. Ia memandang ke langit biru nan luas di luar jendela. Langit yang indah. Langit yang tengah diterangi oleh keagungan sang cahaya mentari. “Day!” panggil Night geregetan karena merasa diacuhkan. “Night, aku melakukan semua itu karena merasa bahwa kita sangat mirip,” jawab Day seraya menatap pemandangan di luar jendela. Night menyipitkan sebelah mata dan menaikkan satu ujung bibirnya. “Haaahh???!!! Aku mirip dengan anak yang diberkati oleh langit dan lautan seperti kamu? Bercanda juga ada batasannya, Day!” balasnya tidak terima. Ia jelas dan sangat sadar diri soal posisinya di tempat s****n ini. Sehingga membuatnya sampai menjadi sasaran pukul dan amarah bagi para pengurus panti asuhan terdahulu. Ia merasa seperti batuan kali yang sok merasa setara dengan tipe batuan mulia seperti Day, Evening, Afternoon, dan anak-anak lainnya. Ia sangat berbeda dan tak berharga. Ia paham betul soal itu. Karenanya Day tak perlu sok menyetarakan posisi mereka hanya untuk memperbaiki perasaannya sendiri atau memberi alasan yang tidak masuk akal. Day malah tampak lebih tenang saat melihat respon emosi Night. Wajahnya tersenyum lembut. Tampak begitu polos dan sesuai dengan usianya saat ini. Tak seperti senyum seringai mengerikannya waktu itu. “Kamu tau… sebenarnya aku dibuang oleh orang tuaku sejak aku lahir. Aku juga mengidap suatu sindrom bernama Asperger. Itu membuatku jadi tak bisa memiliki banyak teman atau berhubungan dengan banyak orang. Seperti Evening atau Afternoon. Aku tidak senormal mereka. Tapi, selayaknya manusia lain. Aku pun juga ingin memiliki alasan untuk hidup. Semua orang tampak sudah memilikinya. Bisa menjalani hidup mereka dengan normal dan lurus-lurus saja seperti biasa. Untukku sendiri… aku tidak bisa begitu,” cerita Day. Night menundukkan wajah lagi. Tidak ia sangka hidup Day tampaknya cukup berat juga. “Lalu, apa hubungannya semua itu dengan tindakanmu yang membahayakan diri sendiri untuk menyelamatkanku?” tanyanya. Day kembali tersenyum polos menatap wajah Night yang bimbang. “Kamu adalah orang pertama yang aku identifikasikan sebagai manusia yang sama menyedihkannya seperti aku. jadi, aku merasa kita punya semacam… ikatan batin,” jawabnya seraya menempelkan kedua ujung jari telunjuk. Night mendekati Day dan mendorong pundaknya sampai ia jatuh dalam posisi tiduran di atas kasur. Night naik ke atas kasur Day. Bertanya, “Hah? Apa maksudmu dengan menyedihkan? Jangan bercanda, bodoh! Aku sama sekali tidak pernah merasa sedih atau menderita. Jangan samakan diriku dengan dirimu. Tidak level!” teriaknya. Night menyilangkan tangan di d**a dengan pandangan merendahkan menatap Day. Day terbelalak mendengar seluruh respon ucapan Night. Ia sampai tertawa terbahak-bahak. Sepanjang hidup belum pernah ada orang yang bicara santai kepadanya. Orang-orang dewasa yang ia temui selama ini menganggapnya berlebihan semua. Mereka selalu saja bersikap overacting dan mengada-ada. Sementara anak yang seumuran dengannya… Evening dan Afternoon… Sudahlah, lupakan saja mereka. “Karena kamu manusia. Maka kamu harus membalas perbuatan baik yang aku lakukan!” balas Day beranjak berdiri. Ia turut membusungkan d**a. Night memasang wajah menyepelekan. “Maaf, ya. Tapi, aku sama sekali tidak merasa tertolong olehmu.” Wajah Day jadi tampak tambah bersemangat dan b*******h karena anak kecil di depanya. “Huh, sepertinya kamu belum benar-benar sadar soal betapa berbahayanya anak laki-laki ganteng yang ada di hadapan kamu saat ini. Asal kamu tau, ya… aku bisa mengembalikan kamu ke tempat kamu berasal dengan sangat mudah,” ancamnya. Night jadi tertunduk. Terdiam pasif. Waduh, tampaknya anak ini benar-benar berbahaya. “Bagaimana? Kamu mau balas budi apa tidak?” tanya Day semakin membusungkan d**a dan mengangkat dagu. Ia puas sekali melihat respon emosi Night yang sangat manusiawi dan normal. Sama sekali tidak mengada-ada. Night mengangkat sebelah tangannya ke udara. “Yaah, terserah kamu saja, deh. Aku juga sudah biasa kok jadi b***k,” jawabnya pelan. Wajahnya masih tampak kuat. Tapi, ttap saja tak bisa sekuat Day. Mereka berdiri pada dua level yang berbeda. Night, terima kasih banyak karena sudah membuat aku tertawa. Aku sama sekali tidak ingat kapan terakhir kali melakukannya. Day menyodorkan pun telapak tangannya. “Aku memerintahkan kamu untuk menjadi temanku!” pintanya. Sriiiing… Nyaris tak percaya Night melihat pemandangan penuh cahaya akan masa depan di hadapannya. Semua luka perih yang pernah mendera tubuhnya seperti mulai beranjak sirna. Seluruh ingatan akan rasa sakit itu pun jadi menguap tak tentu rimbanya. “Apakah kamu… Sang Messiah?” tanya Night masih tenggelam oleh ketakjuban karena peristiwa ini. “Hah? Apa? Maksudmu?” balas Day tak mengerti. Dan persahabatan mereka pun dimulai sejak saat itu. Kebersamaan mereka. Kenakalan Day dengan kepolosan Night yang terkadang kelewat batas. Sisi penakut Night dengan sifat pemberani dan tak kenal ampun Day. Kesamaan mereka berdua. Bahkan juga perbedaan demi perbedaan yang melengkapi semua. Masa lalu yang menggairahkan. Masa lalu yang mengungkap banyak hal untuk masa depan yang telah terjalin. Cobaan apa lagi yang akan mereka hadapi mulai kini? Apakah semua benar-benar sudah selesai? Atau hanya sebuah fatamorgana semata? Entahlah. Semua hal bisa saja terjadi. Ikuti terus ceritanya! T B C ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN