Aland dan Kahoku Family Restaurant 2

524 Kata
Melihat respon Aland. Cornelia langsung siaga menarik kembali kerah pakaiannya. Pemuda bertubuh atletis yang memiliki tinggi badan seratus tujuh puluh lima senti itu pun kembali duduk di sisinya dengan terpaksa. “Haduuh, apaan, sih?” tanya Day gusar. Ia benar-benar melihat penampakan Cornelia seperti gambaran sosok nenek lampir pada kisah-kisah urband legend negeri ini ratusan tahun silam. Tiba-tiba Cornelia memegang dagu dengan raut yang dimanis-maniskan dan nakal. “Kamu ini bisa dibilang lumayan ganteng, lho. Sudah punya cewek atau belum?” tanyanya menginvestigasi. “Melakukan pacaran saat masih ada di bawah umur itu merupakan tindakan illegal, Mbak,” peringat Day tegas. Walau penampilan visualnya tampak seperti pemuda yang berusia dua puluh satu tahun. Sebenarnya ia masih berusia sebelas tahun. Ia sepuluh tahun lebih muda timbang tubuh visual hasil rekayasa teknologi itu. “Gara-gara sibuk kerja di rumah makan seperti ini… aku jadi kesepian, galau, gundah, dan gulana, Aland. Aku pengen banget punya pacar ganteng yang bisa dijadikan sandaran hati dan jiwa,” ratap Cornelia sok sendu, “Tapi, apa yang harus aku lakukan? Terkurung nyaris sepanjang waktu di restoran keluarga yang sama sekali tidak istimewa ini. Ditambah tak adanya cowok yang menggoda jiwa…” Day memandang Cornelia dengan tatapan super "jijique". Eeeyuuuhh. “Apakah itu akan memberi pengaruh pada masa depanku sampai harus aku pikirkan?” tanya Day datar dengan mata lima watt. Ia sangat malas mengurusi “wanita tua” satu ini. “Apa kamu punya teman untuk dicomblangin sama aku? Dari jaman dulu itu kan biasanya yang namanya cowok-cowok yang good looking sering membentuk koloni bersama sesamanya, ya,” tanya Cornelia. Mengedipkan sebelah mata sok asik. Triing! Aland memegang dagu. Menatap ke sekelilingnya dengan serius. Benar-benar serius. Apakah mungkin jika ia bisa memberi Cornelia “cowok” (Aland mengatakan hal ini seolah "cowok" adalah kata benda. Ia sama sekali tak akan tega untuk menumbalkan... maksudnya mengorbankan makhluk hidup yang memiliki nyawa pada orang menyebalkan seperti perempuan ini) lain. Ia akan berhenti bersikap reseh dan menyebalkan padanya. Hmm... kamu memang sangatlah luar biasa, Day. Tidak heran kamu bisa jadi anggota panti asuhan Riordan, batinnya bangga. Masalahnya di sini… siapa (yang harus ditumbalkan atau dikorbankan) yang harus dikenalkan pada Cornelia? Pada cewek gesrek bin b****k yang sama sekali bukan tipenya ini? Sebelum bekerja di restoran keluarga Kahoku. Day hanya memiliki ingatan saat tinggal di panti asuhan Riordan. Di panti asuhan yang memiliki empat orang anak asuh itu pun ia hanya mengenal dua anak lelaki lain. Cornelia semakin mendekati dan menodong dengan pertanyaan beruntun, “Bagaimana? Bagaimana? Bagaimana? Kau mau, ‘kan? Pasti mau, ‘kan? Mau, dong. Buat Kak Cornelia yang cantik paripurna tak ada duanya ini, lho. Bantulah aku ya, Aland. Bantu aku, ya~~~!!!” Gadis itu bertanya dengan wajah yang dibuat seimut mungkin (dalam pikirannya). Walau dalam benak Day sendiri sikap Cornelia lebih membuat wajahnya jadi seperti penampakan jenglot. Jenglot. Apa pula itu jenglot? Day menaruh salah satu telapak tangannya di hadapan wajah Cornelia yang penuh harap. “Tunggu sebentar! Sedang aku pikirkan.” Cornelia mengangguk-anggukkan kepalanya cepat (seperti anak anjing kelaparan). “Iya! Iya! Iya! Iya! Iya! Iya! Iya!” Batin Aland mulai asyik berdendang, aku menangis membayangkan~... Apakah yang akan Aland putuskan selanjutnya? Tetap membantu Cornelia dengan segala hasrat tidak "masuk akalnya". Demi terbebas dari jerat nenek sihir menyebalkan itu. Atau menyerah kaena tak kuasa untuk "menyakiti" siapa pun? Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Entahlah. Ikuti terus ceritanya! T B C ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN