Berhenti Berharap

1186 Kata
Tara mengemaskan beberapa pakaiannya ke dalam koper, lalu menatap isi lemari yang masih tersusun rapi pakaiannya dengan milik lelaki itu. Masih bersanding dan menyatu, namun mengapa tidak dengan pernikahan mereka? Apakah hanya sebatas ini pernikahan? Hanya pakaian yang disusun dalam satu lemari yang sama, berada di bawah atap yang sama, bahkan tidur di ranjang yang sama tak dapat menjamin jika mereka memiliki rasa yang sama pula. Kaki Tara terasa seperti jeli, lemah, dan membuatnya terkulai di lantai. Air matanya kembali tumpah, tak bisa dihentikan lagi. Inikah yang harus ia hadapi ke depannya? Berpura-pura tegar walau hatinya hancur? Ingin rasanya Tara pergi dan tak kembali lagi, akan tetapi apa dengan pergi hatinya bisa sembuh? Tara tersenyum tipis. Ia lalu menutup kembali koper dan menggeretkan keluar kamar. Sebelum benar-benar pergi meninggalkan kamar, ia sekali lagi menoleh ke belakang. Bayangan akan dirinya dan Abimanyu hadir di dalam benaknya. Malam-malam di mana selalu ada kehangatan di tempat tidur mereka, desahan penuh kenikmatan, dan juga hasrat yang menggebu. Di awal pernikahan, Abimanyu kerap menggendong Tara ala bridal style, tatapan keduanya terkunci, seakan ada kata abadi yang tertulis jelas di sana. Tara merasa menjadi wanita paling bahagia. Menikah dengan lelaki yang dicintainya dan mencintainya, tak ada hal yang paling bahagia, selain mimpi tentang keindahan negeri dongeng yang kau wujudkan bersama dengan dia yang mengisi hatimu. Nyatanya, ilusi yang dipertujunjukan lelaki itu pun bagai kisah dongeng yang tidak lain hanya sekadar omong kosong belaka. Tara melanjutkan langkahnya. Ia akan menghilang sejenak dari semua kekacauan ini. Dirinya tahu, jika dirinya membutuhkan keberanian yang besar untuk menghadapi kenyataan di mana tak ada lagi cinta dalam hidupnya. Ia harus tetap berdiri di kakinya, walau terasa sulit. “Tak peduli ke manapun kamu pergi, aku akan selalu bisa menemukanmu,” kalimat yang diucapkan Abimanyu terasa baru saja kemarin ia dengar. Dulu, saat ia merajuk dan bersembunyi, lelaki itu dengan panik mencarinya dan hebatnya lagi selalu mampu menemukannya, namun kini keadaan tak sama lagi. Lelaki itu tak kan pernah mencari, meski dirinya menghilang. Menit demi menit telah berlalu. Tara yang tadinya ingin berpergian keluar kota, membatalkan rencananya dan memilih pulau Tidung yang berada di Kepulauan Seribu sebagai tujuannya melarikan diri dari kenyataan pahit yang berada di depannya. Setelah menyimpan semua barangan bawaannya di penginapan, Tara memutuskan untuk berjalan-jalan menyelusuri bibir pantai. Banyak orang yang duduk bersantai di sana, berpasang-pasangan ataupun berkelompok. Hanya dirinya yang tampak sendiri. Tara yang lelah berjalan, memutuskan untuk duduk di bibir pantai, membiarkan kaki telanjangnya disapu ombak. Suara orang-orang di sekitarnya mendadak hening begitu ia menatap ke samudera di hadapannya. Entah di mana letak kesalahannya dan bagaimana akhirnya mereka bisa sampai di titik jenuh yang membuat lelaki itu berpaling? Dirinya yang tak lagi menarik atau tak peka dengan perubahan yang ditunjukkan lelaki itu padanya? “Kamu tahu, kalau aku akan selalu mencintaimu, bukan?” bisik lelaki itu pada senja yang lalu. Lelaki itu menatap ke dalam manik mata Tara, menghangatkan hatinya. Tara menangkup wajah lelaki di hadapannya dengan kedua tangan, keduanya berbagi senyum. Tara mempertipis jarak di antara wajah mereka, lalu mendaratkan kecupan lembut. Abimanyu menempatkan tangannya di balik kepala Tara, lalu melumat lembut bibir wanita itu. Bibir mereka saling melahap dan lidah keduanya beradu. Ciuman penuh gairah itu membuat jantung keduanya berpacu liar. Beberapa menit kemudian Abimanyu menyudahi ciuman mereka. “Kata orang, sesuatu yang bernama cinta akan membunuhmu saat kau lengah. Apa kamu nggak takut dengan semua itu?” Tara menatap ke dalam manik mata Abimanyu, mencari seberapa besar nyali lelaki itu dalam mencintainya. Abimanyu tersenyum lembut. “Jika aku takut mati hanya karna cinta, maka sejak awal, aku nggak pernah menitipkan hatiku padamu, Tara. Saat jatuh hati padamu, maka rasa itu akan bertahan untuk selamanya. Nggak akan pernah berubah. Percayalah.” Abimanyu membawa Tara ke dalam pelukannya. Dekapan lelaki itu membuatnya merasa nyaman, memberikan keberanian untuk terus mencinta. Andai saja, kata selamanya itu benar. Bola yang menyentuh kakinya, membuyarkan lamunan Tara. Wanita itu mengambil bola itu dan menoleh pada seorang anak lelaki yang berlari pelan ke arahnya. Senyum Tara mengembang melihat wajah anak lelaki itu. Ah ... mungkin pernikahan mereka hambar karna tak ada anak di dalam pernikahan mereka. Tetapi, semua itu adalah kemauan Abimanyu, menunda keturunan agar mereka bisa fokus meniti karir. Andai mereka memiliki anak, makan Abimanyu tak ‘kan mungkin meninggalkannya. Tara menggeleng, anak adalah buah cinta, tak seharusnya ia menganggap anak sebagai perisai yang akan melindungi pernikahan mereka. “Maaf Tante ... boleh minta bolaku?” ucap anak lelaki tadi begitu berdiri di hadapan Tara. Tara tersenyum, mengusap puncak kepala anak lelaki itu, lalu menyerahkan kembali bola anak lelaki itu padanya. Anak itu mengucapkan terima kasih dan segera berlari meninggalkannya. Tara menatap beberapa anak kecil yang berlarian di tepi pantai, bermain bola dengan asyiknya. Orang tua para bocah itu tampak duduk di dekat mereka, mengamati, dan sesekali tertawa melihat kelucuan anak-anak mereka. Mungkin, jika ada anak, dirinya akan seperti para orang tua itu, bisa tersenyum dan tertawa walau beban hidup terasa berat. Abimanyu tak menginginkan anak dan Tara berusaha mengerti. Setelah lima tahun pernikahan, ia mulai sadar, jika pengertiannya adalah salah. Tak seharusnya ia menuruti semua permintaan lelaki itu. Ia pikir, menjadi istri yang penurut dan berbakti akan memberikan hasil yang baik. Namun sayang, segala pengabdiannya malah tak dianggap oleh lelaki yang begitu dicintainya. Rasanya, ia hidup di dalam ilusi selama ini. Semu yang mulai membuatnya tak mengerti manakah yang kebenaran dan mana yang palsu? Kisah yang ditunjukkan pria itu padanya, hanya karna ia menginginkan bayangan tentang indahnya cinta negeri dongeng, kenyataannya tak ada cinta yang sesempurna kisah dongeng. Cinta adalah luka yang tertunda. Tara memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Senja mulai berpulang, Tara tak ada keinginan menyaksikan pemandangan yang menyihir itu, karna pemandangan indah itu akan semakin mengingatkannya pada Abimanyu dan kisah tentang mereka. Di mana mereka kerap menghabiskan waktu di bibir pantai, menyaksikan pemandangan serupa, dan berbicara tentang cinta. Ia telah memutuskan untuk pergi dan bangkit dari rasa sakitnya, oleh karna itu ia harus membiasakan diri membenci semua hal yang mengaitkannya akan pria itu. Ia harus lupa. Perjalanan Tara membawanya ke bagian pantai yang sepi, langit senja yang semula berwarna oranye telah ditelan oleh kelamnya malam. Suara deburan ombak seakan membisikkan lagu penuh keputusasaan pada telinganya, menyayat bathin. Tara menghentikan langkah, menatap kosong samudera yang menenggelamkannya dalam rasa pedih. Seharian ini, ia banyak berpikir dan tak mampu menemukan hal lain selain bosan yang membuat pernikahan mereka terasa begitu kacau. Sayangnya, ia tak mampu merasakan hal yang sama. Andai saja, ia dapat merasakan kebosanan yang sama, maka dirinya tak ‘kan mungkin tersakiti seperti saat ini, bukan? Melihat semua sikap abai Abimanyu, membuat Tara sadar, jika inilah saatnya berhenti berharap karna tak mungkin ada lagi jalan untuk mereka kembali. Kaki Tara melangkah dengan sendirinya menuju lautan, rasa pedih yang menguasai hati, memaksa air matanya jatuh dan tak mampu dihentikan lagi. Air matanya mengalir semakin deras, ia menangis pilu, dan rasa sakit semakin mendorong langkahnya menuju samudera. Ia ingin menenggelamkan dirinya di sana dan berharap akan segera terbangun dari mimpi buruknya. Barangkali, semua rasa sakit yang dideranya akan segera berakhir saat samudera melahap habis seluruh tubuh dan juga kesadarannya. Ya, dirinya akan berhenti berharap. Kematian terdengar merdu di telinganya, seakan menjadi jalan keluar untuk menyembuhkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN